Dia memilihnya karena dia "aman". Dia menerima karena dia butuh uang. Mereka berdua tak siap untuk yang terjadi selanjutnya. * Warisan miliaran dollar berada di ujung sebuah cincin kawin. Tommaso Eduardo, CEO muda paling sukses dan disegani, tak punya waktu untuk cinta. Dengan langkah gila, dia menunjuk Selene Agueda, sang jenius berpenampilan culun di divisi bawah, sebagai calon istri kontraknya. Aturannya sederhana, menikah, dapatkan warisan, bercerai, dan selesai. Selene, yang terdesak kebutuhan, menyetujui dengan berat hati. Namun kehidupan di mansion mewah tak berjalan sesuai skrip. Di balik rahasia dan kepura-puraan, hasrat yang tak terduga menyala. Saat perasaan sesungguhnya tak bisa lagi dibendung, mereka harus memilih, berpegang pada kontrak yang aman, atau mempertaruhkan segalanya untuk sesuatu yang mungkin sebenarnya ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecurigaan Tom
Saat perahu kecil merapat di dermaga privat resortnya, Selene melompat keluar sebelum benar-benar berhenti.
Dia berjalan cepat menyusuri dermaga kayu, pandangannya tertunduk, berusaha menenangkan napas dan menghapus segala kepanikan dari wajahnya.
Dia hampir mencapai pintu villanya ketika suara itu membuatnya melompat.
"Cara?"
Dia berbalik. Tom berdiri di teras villanya. Dia hanya memakai celana pendek dan kemeja putih yang kancingnya terbuka, rambutnya masih basah seperti habis berenang.
Tapi yang membuat Selene terkesiap adalah ekspresinya. Bukan ekspresi sibuk atau dingin yang biasa. Matanya tajam, penuh perhatian, menatapnya dengan waspada.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya, suaranya tidak seperti suara bos atau rekan kontrak, tapi terdengar lebih perhatian.
"Ya. Ya, aku baik-baik saja," jawab Selene terlalu cepat, berusaha tersenyum yang justru terlihat mencurigakan di mata Tom. "Hanya ... kepanasan."
Tom tidak percaya. Dia turun dari terasnya, mendekat dengan langkah pelan. Matanya mengamati wajah Selene yang pucat, mata yang masih sedikit merah, dan tangan yang sedikit gemetar meski dia sembunyikan di belakang punggung.
"Kau terlihat seperti baru dikejar anjing," ucap Tom, datar. "Atau sesuatu yang lebih buruk."
"Tidak, sungguh. Aku cuma ... aku merasa sedikit was-was. Pergi sendirian. Mungkin bukan ide yang bagus." Kata-kata itu keluar tergesa-gesa, sebuah kebohongan yang jelas-jelas dicurigai oleh Tom yang memiliki insting tajam.
Tom diam sesaat. Dia memandanginya lama, seolah-olah membaca apa yang ditakutkan Selene.
"Kalau begitu, mungkin kau butuh teman.”
Selene mengangkat pandangannya, bingung. "Apa?"
"Aku akan menemanimu keluar. Mungkin … pas di jam makan malam," ucap Tom. "Bukan di sini. Di pusat kota. Ada restoran tepi pantai yang bagus, aku dengar. Kita bisa pergi nanti malam."
Dia menjeda, lalu menambahkan, "Agar kau bisa benar-benar menikmati liburan ini.”
Selene hanya bisa menatapnya. Ini adalah Tom yang berbeda. Bukan Tom yang dingin, bukan Tom yang sibuk, bukan juga Tom yang sedang berakting.
Ini adalah seseorang yang, entah bagaimana, melihat kegusarannya dan memilih untuk tidak mengabaikannya.
Tawarannya tidak romantis, itu jelas dari nadanya. Tapi itu tulus. Selene menarik napas dalam-dalam, dia tak ingin pergi ke kota lagi. "Makan malam di pusat kota?"
"Ya. Pakaian santai saja. Aku akan atur perahu jam tujuh."
Selene menggelengkan kepalanya, lambat. "Kita … kita makan malam di sini saja.”
Tom mengernyit. “Ada sesuatu di kota yang membuatmu takut?”
“Tidak!” Jawaban itu terlalu cepat, dan Tom jelas tahu artinya, yaitu YA.
“Kau tak bisa menyembunyikan apa pun dariku, Cara. Katakan ada apa? Apakah terjadi sesuatu tadi?”
Selene terdiam sejenak. Wajahnya menunduk. “Aku bertemu teman lamaku. Dia … dia … mengatakan sesuatu yang … membuatku tak nyaman.”
Tom melangkah mendekat. Tangannya memegang dagu Selene hingga membuat wajahnya terangkat kembali. “Kau bohong. Aku tak bisa kau bohongi.”
Selene menelan salivanya. “Aku bicara yang sebenarnya. Dia berteriak padaku bahwa aku …” Selene tak melanjutkannya. Dia tak sepenuhnya berbohong, tapi dia bukan sedang membicarakan Daniel, melainkan Lina, pacar Daniel, agar Tom tak curiga.
“Dia membuatku malu di antara kerumunan orang. Aku … kemudian berlari pergi. Aku tak mau bertemu mereka lagi.”
“Mereka? Jadi ada beberapa orang yang membuat masalah denganmu?” tanya Tom yang begitu detail dalam mendengarkan cerita Selene dan membuat Selene sedikit terkejut.
“Y-ya … ada beberapa orang. Mereka teman sekolahku dulu. Dan kau tahu kan reputasi ayahku, mereka selalu menggunakan itu untuk menghinaku.” Selene melontarkan jawaban yang masuk akal.
Tom akhirnya mengangguk meskipun ada keraguan di matanya. “Oke, nanti malam kita makan malam di sini.”
Lalu Tom berbalik dan masuk ke villanya sendiri, meninggalkan Selene berdiri di antara dua villa.
Selene akhirnya masuk ke villanya. Dia menutup pintu, bersandar di sana, dan memejamkan mata.
Wajah Daniel, teriakan Lina, kebingungan dan rasa bersalahnya, semuanya masih berputar-putar di kepalanya.
“Semoga tak bertemu mereka lagi,” bisiknya.
pasti keinginanmu akan tercapai..
terima kasih kak Zarin 😘🙏
jangan biarkan Selene melakukan hal yg kurang pantas hanya karena ingin memiliki bayi ya kak Zarin 😁
tetap elegant & menjaga harga diri Selene, oke