Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Menjalankan misi
Marisa berdiri diam di balik kaca jendela sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Pandangannya lurus ke depan, menatap ayah dan anak yang berjalan menjauh sambil bergandengan tangan. Sesekali terlihat tawa mereka, sehingga tampak menarik di matanya.
Marisa kemudian memejamkan mata, bibirnya tersungging senyuman, membayangkan dirinya berada di antara mereka.
"Aku sepertinya sudah gila, jika terus memikirkannya," batin Marisa meronta. "Tapi, alangkah bahagianya andai aku bisa menjadi bagian dari mereka."
Marisa menghela napas dalam-dalam. Ia meraba dadanya yang berdegub kencang, seakan ingin meledak rasanya. Sungguh, ia tak sanggup jika lebih lama berdekatan dengan Reza-pria yang telah mencuri hatinya tanpa sisa. Marisa telah jatuh cinta begitu dalam pada pesona Reza yang sederhana.
Marisa berbalik lalu keluar dari ruangannya dan menghampiri Lira-sekretarisnya. Namun, begitu berada di dekat wanita tersebut, Marisa terlihat ragu untuk mengutarakan isi hatinya. Ia hanya menatap Lira dengan pandangan yang sulit ditebak, membuat sang sekretaris mengernyitkan keningnya.
"Ada apa, Bu? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Lira sembari menatap atasannya bingung.
Entah sudah berapa kali Marisa menghela napasnya, guna menghilang rasa gugupnya, atau mungkin juga rasa malunya, karena yang akan ia ungkapkan adalah tentang perasaannya pada seseorang.
"Lira, apakah kamu pernah jatuh cinta?" Akhirnya terlontar juga pertanyaan itu dari mulut Marisa. Wajahnya bersemu merah karena menahan malu.
"Hahhh?" Lira tampak bengong mendengar pertanyaan atasannya itu.
"Begini...jika ada seorang wanita yang jatuh cinta pada seorang duda dan punya anak. Apa yang harus dilakukannya?" tanya Marisa tanpa tedeng aling-aling.
Seakan paham apa yang dimaksudkan oleh atasannya, Lira langsung menyunggingkan senyumnya dengan lebar.
"Lebih baik ibu dekati saja anaknya, karena sang anak itu pasti akan menjadi penghubung yang paling kuat antara Anda dan ayahnya," cetus Lira menyampaikan idenya.
"Apa kamu yakin akan berhasil?" tanya Marisa tampak ragu.
"Yakin, Bu. Seorang duda yang menyayangi anaknya, pasti dia akan melakukan apapun untuk sang anak, termasuk dalam memilih pasangan," kata Lira.
"Jadi, jika Anda bisa membuat anaknya menyukai Anda, maka sang ayah pasti akan mempertimbangkan Anda sebagai pasangan hidupnya," sambungnya seraya menatap Marisa dengan pandangan penuh simpati.
"Bu Marisa menyukai Pak Reza, ya?" tebak Lira kemudian, membuat Marisa tersipu dengan wajah memerah.
"Apa terlalu kelihatan?" Marisa bertanya.
Lira mengangguk dan tersenyum sambil menutup mulutnya dengan punggung tangannya. "Ya Tuhan, kenapa Bu Marisa sangat polos sekali?" batinnya berkata.
"Lira, apa menurutmu aku perlu memindahkan Pak Reza ke bagian lain?" tanya Marisa, tetapi matanya menatap jauh ke area perkebunan.
"Tidak perlu, Bu. Pak Reza sudah menunjukkan kapasitasnya yang sangat baik di posisinya sekarang. Memindahkannya ke bagian lain bisa membuat dia kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya" jawab Lira.
"Lalu bagaimana caranya agar aku bisa lebih dekat dengan Dhea?" Marisa menghela napasnya.
"Gampang, Bu," ujar Lira seraya menjentikkan jari tangannya.
"Anda bisa menunjukkan perhatian dan kasih sayang terhadap Dhea dengan mengajaknya bermain atau melakukan kegiatan bersama," imbuhnya.
Marisa mengangguk, "Baiklah, Lira. Aku akan mencobanya. Terima kasih sarannya, ya."
"Semoga berhasil, Bu. Semangat!" Lira tersenyum sambil mengepalkan tangannya ke udara sebagai bentuk dukungan kepada sang atasan.
*
Keesokan harinya, Marisa benar-benar menjalankan misinya. Pagi-pagi sekali setelah bangun tidur, ia memasak makanan yang kira-kira disukai oleh anak kecil, seperti roti panggang dan telur orak-arik. Tak lupa ia juga membawa cemilan sehat, buah potong, serta jus segar. Tekadnya untuk mendapatkan hati Reza, duda yang membuat hatinya selalu berdebar itu, semakin kuat.
Marisa menatap kotak bekal sambil tersenyum, lalu menarik napas dalam dan panjang. "Semangat, Risa!" serunya dengan mantap seraya mengepalkan tangannya ke udara.
"Semoga Dhea menyukainya. Dia itu anak yang sangat manis." Senyum Marisa semakin lebar, sambil membayangkan kesehariannya nanti bersama gadis kecil itu.
Setelah itu, Marisa membersihkan diri dan berhias sekedarnya. Ia hanya menggunakan sunscreen, krim, bedak padat, serta pemulas bibir berwarna nude. Dengan penampilan yang sederhana, tetapi sangat elegan, Marisa siap berangkat ke kantornya dengan penuh semangat.
*
Di sisi lain, Reza dengan menggandeng tangan mungil Dhea, menyusuri jalanan setapak menuju gudang tempatnya bekerja. Wajah Dhea tampak ceria, seolah gadis kecil itu menikmati waktunya bersama sang ayah.
"Dhea senang ikut bersama ayah bekerja?" tanya Reza sambil tersenyum menatap wajah anaknya yang ceria.
Semalam mereka tidak sempat mengobrol karena begitu pulang, Dhea langsung tertidur.
Dhea mengangguk sambil tersenyum lebar, menunjukkan gigi susunya yang tampak rapi. "Iya, Ayah. Di sini Dhea bebas bermain, kalau sama Ibu selalu dilarang ini dan itu," jawabnya.
Wajah Dhea yang semula tersenyum ceria langsung berubah menjadi murung.
"Selamat pagi, Mas Reza. Hai, Dhea," sapa Marisa.
Wanita itu berdiri di depan Reza dan Dhea, sambil tersenyum ramah dengan kedua tangannya memegang tas bekal.
Munculnya Marisa yang tiba-tiba, membuat Reza terkejut dan bingung. "Se-selamat pagi, Bu," balas Reza, sambil menyapukan pandangan ke sekelilingnya dengan perasaan tidak nyaman.
Sedangkan Dhea mengerjapkan matanya lucu, antara senang dan ragu-ragu.
Suasana menjadi canggung, tetapi Marisa tidak menyerah. Dengan tekad kuat untuk merebut hati Reza, ia tetap tersenyum dan berusaha memecahkan kecanggungan.
"Mas Reza, bagaimana jika Dhea bersama saya di kantor? Anak kecil seperti Dhea tidak baik berada di gudang sepanjang hari, terpapar debu dan kebisingan."
Reza tampak berpikir dan membenarkan ucapan Marisa. Kesempatan itu Marisa gunakan untuk melancarkan aksinya pada Dhea.
"Dhea, sayang. Maukah Dhea tinggal di kantor bersama, tante? Nanti kita bisa bermain bersama di sana," bujuk Marisa dengan suaranya yang lembut.
"Tapi, apakah tidak akan merepotkan Bu Marisa nantinya?" tanya Reza dengan ragu-ragu.
Marisa tersenyum manis dan menatap Reza dengan pandangan yang teduh. Reza buru-buru menundukkan pandangannya, tidak sanggup menerima perhatian langsung dari atasannya yang membuatnya merasa tidak nyaman.
"Mas Reza, tenang saja. Saya tidak merasa direpotkan sama sekali, kok. Justru saya merasa senang karena punya teman baru selain Lira." Marisa berusaha meyakinkan.
"Oh, Dhea sudah sarapan belum?" tanya Marisa dengan lembut kepada Dhea, dan gadis kecil itu mengangguk.
"Tante bawa makanan spesial, loh, Dhea pasti suka. Yuk, ikut tante, ya," ajak Marisa sambil mengulurkan tangannya.
Mata Dhea tampak berbinar, ingin rasanya mengikuti ajakan wanita cantik itu. Kemudian dia menatap sang ayah seolah meminta persetujuan. Namun, karena ayahnya hanya terdiam seolah memikirkan sesuatu, Dhea pun menjadi ragu-ragu.
Dan ketika Marisa mengulurkan tangan, Dhea justru mengangkat wajahnya menatap kembali ke arah sang ayah yang masih terdiam.
Setelah berbagai pertimbangan, Reza akhirnya mengangguk setuju demi kebaikan anaknya.
"Baiklah. Tapi Dhea nggak boleh nakal ya, sayang," kata Reza mengingatkan.
"Yesss...!" Marisa bersorak dalam hati.
Rasanya Marisa ingin berlari kegirangan sambil berselebrasi seperti pemain bola yang baru saja mencetak gol. Namun, ia berhasil menahan diri dan tidak menunjukkan kegembiraannya secara berlebihan.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Reza, Marisa menggandeng tangan mungil Dhea dan membawa ke kantornya. Dhea mengikuti Marisa dengan langkah-langkah kecilnya sambil malu-malu meong.
Reza menatap mereka berdua dengan pandangan yang tidak terbaca, seolah mempertanyakan keputusannya benar atau sebaliknya.
*
Sementara itu, jauh di seberang samudera, Rinjani kembali harus menelan pil pahit. Ia yang siang itu mendatangi kantor pengadilan agama untuk sidang banding, tetapi pengajuan bandingnya ditolak oleh hakim. Dengan wajah lesu dan tertunduk, Rinjani berjalan keluar dari kantor pengadilan, membawa kekecewaan yang mendalam.
"Sudah puas sekarang kalian menghancurkan aku?" Rinjani menyemburkan kata-katanya dengan ketus seraya menatap Dimas dan Sigit penuh kebencian, ketika bertemu mereka.
"Aku sih, puas banget," jawab Dimas santai. "Tapi, nggak tahu bagaimana dengan Reza." Dia menyeringai, seakan mengejek Rinjani.
"Lagipula kamu sendiri yang membuat hidupmu menderita, bukan kami yang menghancurkannya."
Dimas dan Sigit berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Rinjani yang mengepalkan tangannya dengan wajah merah padam, menahan amarah yang memuncak. Lagi-lagi, dia merasa kalah.
masih mending Sean berduit, lha Farhan?? modal kolorijo 🤢
Siapa yg telpon, ibunya Farhan, Rinjani atau wanita lain lagi ?
Awas aja kalau salah lagi nih/Facepalm/
maap ya ibuu🙈🙈
Rinjani....kamu itu hanya dimanfaatkan Farhan. membuang Reza demi Farhan dan ternyata Farhan sudah mencari mangsa yang lain😂