NovelToon NovelToon
Soulmate

Soulmate

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Karir / Persahabatan / Romansa / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: sJuliasih

Saling suka, nyatain perasaan, terus pacaran?! Nyatanya nggak semudah itu.

Buktinya aja Freya, si anak beasiswa. Dan Tara, sang ketos si anak donatur. Mereka cinlok, sama-sama suka, tapi terpaksa harus back street .

Alasannya klasik dan klise. Bokap Tara nggak setuju kalo anaknya itu pacaran, terlebih sama Freya yang beda kasta dengan keluarga mereka.

Hingga Tara pun harus kuliah ke luar negeri dan putus komunikasi sepihak dengan Freya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sJuliasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Tara tengah berhati-hati memegang kepala Freya yang masih menyender di lengannya. Perlahan, ia meletakkan kepala Freya pada senderan jok mobil. Memastikan bahwa gadis itu masih terlelap, baru lah ia turun dari mobil dan membantu Risa menurunkan carriernya.

"Thanks ya Tar." tukas Risa usai Tara membawakan carriernya hingga ke dalam rumah.

Tara mengangguk. "Yaudah gue sama yang lain pamit ya Ris." sahut lelaki itu. Sikap Tara sekarang jauh berbeda dari pertama kali Risa mengenalnya. Kini ada kehangatan yang selalu terpancar dari diri sang ketua osis yang dulunya terkenal sangat dingin dan enggan berkomunikasi dengan orang asing.

"Iya, lo hati-hati. Gue.... gue titip Freya. Anterin dia sampe rumah ya Tar." walau berat, tampaknya Risa mulai mengikhlaskan Tara untuk sahabatnya.

"Pasti, lo nggak perlu khawatir. Freya bakalan aman sama gue." sahut Tara lalu bergegas pergi dari hadapan Risa. Meninggalkan gadis itu bersama harapannya yang pupus.

Segera Tara masuk ke dalam mobil, di mana Andre sudah menunggunya. Usai mengantarkan Risa pulang, Andre pun melajukan mobilnya menuju ke rumah Hana.

Setelah tiba di depan sebuah rumah yang mengusung gaya Eropa modern, lekas Andre membangunkan Hana yang masih bergelut dengan mimpinya.

"Kenapa Ndre?" Hana menyipitkan kedua matanya seraya menatap Andre.

"Nggak turun lo?!" seru Andre.

Sembari melakukan peregangan, Hana menoleh ke jendela mobil yang berada di sisi kirinya. Menyadari gerbang tinggi yang baru saja ia lihat tidak lah asing, Hana pun langsung turun dari mobil rubicon yang telah menjadi saksi perjalanan mereka.

Bersamaan dengan itu, Andre menyusul Hana. Mengambil carrier milik gadis itu lalu mengantarkannya hingga ke depan rumah. Andre sangat bertanggung jawab akan keselamatan sahabatnya.

Tersisa hanya Freya yang di temani oleh Tara. Kembali Tara memegang kepala Freya kemudian membiarkan gadis itu bersandar pada dadanya yang bidang.

"Gue sayang banget sama lo, Frey!" ucapnya pelan. Entah gadis itu mendengar atau tidak, Tara seolah tak peduli. Dadanya sudah terlalu sesak menyimpan perasaan yang kian hari kian tumbuh dan memenuhi setiap sudut ruang hatinya.

Sebelum Andre kembali ke mobil, Tara menyempatkan diri menatap lekat wajah Freya yang masih terpejam itu. Pandangannya terhenti tepat pada bibir ranum gadis berlesung pipi tersebut.

Di penuhi oleh rasa penasaran yang menggebu, Tara memberanikan diri menyentuh bibir ranum itu dengan jemarinya. Ia seka bibir bawah Freya yang tak terlalu tebal itu. Namun hanya sesaat saja Tara membiarkan ibu jarinya menempel pada bibir Freya.

Ia tersentak saat Andre membuka pintu mobil. "Abis ini kita ke rumah Freya kan Tar?" tanya Andre menoleh ke belakang.

Tara hanya mengangguk sembari memasang raut wajah datar. Seolah tak terjadi apapun saat Andre meninggalkannya bersama Freya.

"Tapi Ndre kayaknya gue mau bawa Freya ke rumah sakit dulu. Gue takut kaki Freya kenapa-kenapa kalo nggak segera di obatin." ungkap Tara yang baru teringat tujuan awalnya ketika sampai di ibu kota.

"Berarti kita ke rumah sakit dulu nih?" tanya Andre sebelum melajukan kendaraan roda empat itu.

"Biar gue aja yang bawa Freya. Mending lo istirahat di rumah. Gue tau lo pasti capek banget kan Ndre!"

"Nggak kok. Gue mah biasa aja." sahut Andre.

"Udah lah Ndre nggak usah batu. Ikuti saran gue. Lagian ini juga udah malem. Entar kalo lo sakit, gue lagi yang di salahin sama nyokap lo." lagi-lagi Tara berdalih agar bisa berdua saja dengan Freya.

"Ck... bilang aja lo pacaran sama Freya. Gue kasih tau bokap lo baru tau rasa lo." Andre mengancam walau ia sama sekali tak serius ingin mengadukan Tara.

Suara bising dari kedua lelaki itu pun akhirnya membangunkan Freya. Ia membuka kelopak matanya perlahan. Aroma parfum maskulin tiba-tiba menguar jelas di indera penciumannya.

Freya tersentak dan seketika saja menjauh dari Tara saat menyadari dada Tara lah yang menjadi tempat tumpuannya bersandar sejak tadi.

"Ini gara-gara lo tau nggak, Ndre!" pekik Tara sambil berdecak kesal. Padahal ia masih ingin berlama-lama berada di dekat gadis pujaannya.

"Lah, kenapa lo jadi nyalahin gue?!" sahut Andre tak terima.

"Hana sama Risa kemana Ndre?" kesadaran Freya yang baru pulih seutuhnya membuat gadis itu merasa heran karna tak mendapati kedua sahabatnya di dalam mobil.

"Mereka udah gue anter pulang. Ini kita masih di depan rumah Hana." jawab Andre.

Freya pun mengangguk dan mengerti alasan kenapa hanya tinggal dirinya lah yang masih bersama Andre dan Tara.

"Yaudah kalo gitu anterin gue pulang sekarang ya Ndre." pinta Freya.

"Nggak Frey. Lo harus ke rumah sakit dulu." potong Tara.

"Tapi gue udah baikan kok Tar."

Tara membuang nafas kasar sebelum menatap Freya dengan serius. "Lo yakin? Tau dari mana lo kalo kaki lo yang cedera itu udah baikan?"

Freya pun terdiam.

"Tara... Tara, anak orang baru juga bangun udah lo omeli." ujar Andre seraya menyerahkan sebotol air mineral kepada Freya. "Minum Frey. Muka lo keliatan pucat tuh." sambungnya.

Ucapan Tara memang ada benarnya. Bahwa Freya harus segera di bawa ke rumah sakit. Walau sudah mendapat pertolongan pertama, namun tetap saja mereka tidak tahu kondisi yang sebenarnya. Yang Tara takutkan hanya satu, cedera pada kaki Freya akan membahayakan gadis itu.

Tak ingin menunda waktu, Andre bergegas melajukan mobilnya menjauh dari rumah Hana. Berdebat dengan Tara tak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik ia mengikuti saran sepupunya itu. Biar lah dirinya yang mengalah. Harus pulang dan beristirahat sesuai kemauan Tara.

Karna jarak dari rumah Hana dan Tara tak terlalu jauh, mobil itu pun tiba hanya beberapa menit saja di rumah Tara. Usai di desak oleh Tara untuk segera keluar dari mobil, dengan terpaksa Andre pun menurutinya.

"Awas ya kalo ada apa-apa sama Freya!" ancam Andre mengarahkan jari telunjuknya ke arah Tara.

Tara hanya bersikap abai dan segera menempati posisi kemudi.

"Tara, lo jangan lama-lama ya. Gue takut di tanyai sama bokap lo." tukas Andre sebelum Tara meninggalkan perkarangan rumah.

"Lo tenang aja, bokap gue lagi di luar kota." sahut Tara dan segera melajukan mobilnya.

Setelah cukup jauh beberapa meter dari rumahnya, entah apa yang membuat Tara tiba-tiba menghentikan laju kendaraan roda empat itu.

"Kenapa Tar?" tanya Freya heran.

Tanpa menoleh Tara menjawab. "Lo nggak ada niat mau pindah ke depan? gue berasa jadi supir pribadi lo tau nggak."

"Itu kan perasaan lo doang."

"Jadi lo nggak mau pindah nih?!" kata-kata Tara penuh penekanan.

"Iya iya gue pindah. Bawel banget sih lo!" dengan langkah malas dan sedikit kesusahan akhirnya Freya duduk tepat di sebelah Tara. "Udah puas lo sekarang?!" sekaknya.

Tara mengangguk seraya tersenyum lebar.

"Oiya Frey, gue mau nagih janji lo." ucap Tara.

"Janji yang mana?!" Dahi Freya tampak mengerut.

"Jangan pura-pura amnesia lo Frey."

"Serius, gue lupa."

"Yaudah lo inget-inget dulu kalo gitu."

Ucapan Tara semakin membuat Freya bingung. Karna ia memang sama sekali tak mengingat janji apa yang harus ia tepati kepada Tara.

Lima belas menit pun berlalu. Jalanan yang tak terlalu ramai membuat mobil yang mereka kendarai akhirnya tiba di sebuah rumah sakit yang memang buka full selama 24 jam.

Segera Tara keluar dari mobil lalu melangkah menuju ke sisi kiri untuk membukakan pintu bagi Freya.

"Lo mau di depan atau di belakang?" tanya Tara.

"Hah?! Maksud lo?!" semakin lama ucapan Tara semakin sulit di mengerti.

"Lo maunya gue gendong di depan atau belakang?!" Tara memperjelas ucapannya.

"Kayaknya lo tuntun gue aja deh." jawab Freya.

"Ah kelamaan kalo gitu." seru Tara dan tanpa permisi langsung menggendong tubuh Freya seperti saat di jalur pendakian.

"Tara... Kalo ada yang liat gimana?"

"Ya biarin, lagian mereka kan juga punya mata."

Kekhawatiran Freya meredah saat memasuki rumah sakit yang ternyata hanya ada beberapa orang saja di sekitar bangsal.

Namun tanpa mereka tau, ada seorang perawat wanita yang tengah memotret keduanya secara diam-diam. Entah apa maksud dan tujuannya. Yang jelas, perawat itu pasti salah satu orang suruhan Baskara.

"Gimana dok keadaan sepupu saya?" tanya Tara usai seorang dokter memeriksa keadaan kaki Freya.

'Sepupu?!' kedua mata Freya membulat sempurna.

"Keadaannya tidak terlalu buruk karna kamu melakukan penanganan yang tepat di awal sepupu kamu mengalami cedera. Ini sudah saya resepkan obat dan juga krim untuk menghilangkan rasa nyeri dan bengkaknya." papar sang dokter setelah memasang perban elastis pada kaki Freya.

"Baik dok. Terimakasih." ujar Tara. Dokter itu pun berlalu karna hendak mengecek kondisi pasien lain.

"Lo tunggu sini bentar ya Frey. Gue mau menebus obat lo." tukasnya kemudian memperlebar langkah menuju apotek rumah sakit yang berada di lorong paling ujung.

Tak perlu waktu lama dan hanya beberapa menit Tara sudah kembali seraya menenteng sekantong plastik berisi obat-obatan. Dan pastinya ia juga sudah membereskan masalah administrasi Freya.

"Tara bentar." ucap Freya saat lelaki itu hendak mengangkatnya.

"Kenapa Frey? Kaki lo terasa sakit?!" tanyanya.

Freya menggelengkan kepalanya. "Gue bisa pake kursi roda aja nggak sih ke mobil? Gue ngerasa nggak enak banget sama lo Tar. Lo pasti capek banget udah ngerawat gue mulai dari kita di gunung sampe sekarang." ungkapnya sambil menatap Tara.

"Kan udah gue bilang kalo itu semua nggak gratis. Lo sih pake acara pura-pura amnesia." Tara menimpali.

Ucapan Tara berhasil mengingatkan Freya bahwa ia memang berjanji akan mentraktir lelaki itu sebagai balasan dari perbuatan baiknya. Walau Freya sendiri tau, jika membalas jasa Tara tak cukup hanya dengan membelikan makanan kesukaannya.

"Gue beneran nggak inget Tar. Sorry ya. Hm.. Karna ini udah malem, gimana kalo besok aja gue traktir lo makan?!"

Tara tak menjawab. Ia malah menarik pinggang Freya agar memudahkannya untuk mengangkat tubuh gadis itu.

'Tara, seenggaknya lo kasih kesempatan gue untuk bernafas.' batin Freya mulai protes.

Begitu sampai di parkiran rumah sakit, Tara langsung membuka pintu mobil lalu meletakkan tubuh Freya di jok tepat sebelah kemudi. Setelahnya baru lah ia menyalakan mobil dan melajukan kendaraan berwarna abu-abu itu meninggalkan parkiran rumah sakit yang luas.

"Tara, lo belum jawab pertanyaan gue." Freya membuka suara seraya menoleh ke arah lelaki yang tengah menyetir itu.

"Soal lo mau traktir gue?"

"Iya. Jadi gimana, lo nggak masalah kan kalo gue traktir lo besok?"

"Memangnya gue ada minta di traktir sama lo?"

"Nggak ada sih. Tapi kan lo sendiri yang bilang kalo yang lo lakuin ke gue itu nggak gratis."

"Gue nggak mau kalo lo traktir makan!" tolak Tara dengan nada bicaranya yang datar.

"Terus lo maunya apa?!"

Hening. Tara memilih tak menjawab. Sedikit pun bahkan ia tak mau menoleh ke arah Freya. Pandangannya hanya lurus ke depan, menatap jalanan yang hanya di terangi lampu led mobil.

Sikap Tara yang berubah dingin membuat suasana di dalam mobil cukup mencekam. Namun untungnya mereka segera tiba di rumah Freya, membuat gadis itu merasa lega seketika.

Kembali, dan untuk kesekian kalinya Tara mengangkat tubuh Freya yang ideal itu. Tanpa sungkan Tara membawa gadis itu masuk ke dalam rumah usai bunda Freya membukakan pintu untuk mereka.

"Kamu kenapa Frey? itu kaki kamu kenapa sampai bisa di perban segala? Kamu jatuh pas naik gunung?" sang bunda langsung memberondongi Freya dengan banyak pertanyaan.

"Iya bun, tadi Freya jatuh. Tapi ini udah nggak papa kok. Udah di obati juga sama dokter." jawabnya setelah Tara menurunkannya di sofa.

Tari pun menghela nafas lega saat mendengar anak satu-satunya itu baik-baik saja. Tak lupa ia mengucapkan rasa terimakasihnya kepada Tara, setelah tahu bahwa lelaki itu lah yang menolong dan merawat Freya.

"Tante buatin minum dulu ya nak Tara." pungkas Tari ingin menjamu tamunya.

"Nggak usah bun. Tara mau langsung pulang kok, lagian ini juga udah malem. Iya kan Tar?!" Freya mengisyaratkan Tara agar mengangguk.

"Boleh tante, lagian saya memang haus." seru Tara yang memilih mengabaikan Freya. Ia bahkan tak peduli dengan tatapan tajam gadis di sampingnya.

"Kamar lo di mana?" tanya Tara tanpa sungkan.

"Di atas. Kenapa?" ucap gadis itu sedikit ketus.

"Yaudah yuk gue anter ke kamar lo. Lo harus istirahat Frey." jawab Tara sambil bangkit dari sofa.

"Nggak usah. Gue bisa sendiri!" tolak Freya yang tak mungkin mengajak teman lawan jenisnya ke kamar. Terlebih itu tempat paling privasi baginya.

"Tara.... Lo mau ngapain?!" Gadis itu tersentak saat Tara merangkul pinggangnya.

"Lo bisa tenang nggak sih Frey? Gue cuma mau ngebantu lo doang." perlahan, Tara membawa Freya menuju lantai 2 rumah gadis itu. Satu demi satu anak tangga ia pijak dengan hati-hati, takut jika salah langkah dan malah menyebabkan keributan di rumah itu.

Menyadari hanya ada satu ruangan dengan pintu yang tertutup rapat, Tara pun segera membuka handle pintu itu dengan salah satu tangannya sementara tangan yang lain merangkul erat pinggang Freya.

Seketika Tara tersenyum lebar saat mengedarkan pandangan ke seluruh kamar Freya yang tak terlalu besar namun terlihat rapi dan bersih. Bahkan ketika masuk ke dalam ruangan itu pun Tara mencium aroma vanilla yang begitu kuat.

Menyadari Freya sudah tak nyaman berlama-lama dalam posisi ala bridal style itu, Tara langsung merebahkan tubuh gadis itu tepat di kasur yang memang berukuran hanya untuk satu orang.

Lalu Tara mengambil posisi tepat di samping Freya. "Lo istirahat ya. Jangan lupa obatnya di minum. Kalo kaki lo masih sakit, langsung kabari gue." tukasnya seraya mengelus rambut Freya dengan lembut.

Jelas sikap Tara membuat Freya tak bergeming dan hanya merespon dengan mengangguk pelan.

"Yaudah gue pulang ya."

Lagi, Freya hanya mengangguk.

"Freya..." lirih Tara.

"Besok, lo nggak perlu traktir gue. Gue cuma pengen satu hal dari lo."

"Apa?" Freya menatap lekat wajah Tara yang hanya beberapa senti saja jaraknya.

***

1
korokoro
kaget banget Tara, jangan nakal main cubit pipi aja/Scowl/
Julia H: namanya juga modus kak🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!