Di pungut oleh Ayahnya untuk menggantikan adik tirinya menikahi anak haram dari keluarga ternama.
Dia di tolak mentah-mentah oleh anak haram keluarga ternama itu, tapi pada akhirnya dia tetap menikah.
Dia harus menjalani kehidupan rumah tangga yang tidak menyenangkan karena suaminya begitu membenci dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Edward mencengkram erat, dan juga kuat leher Amaya begitu Amaya masuk ke dalam kamar setelah selesai menemui dan berbicara dengan Teresa.
Amaya tentu saja merasakan sakit dan juga sesak nafas hingga kepalanya sakit, tapi dia juga tahu benar bahwa mau minta tolong jelas tidak akan pernah mau didengar oleh Edward sendiri. Amaya refleks menggerakkan tangannya untuk menyingkirkan tangan Edward yang terus saja mencengkram semakin erat lehernya.
"Emh, Ugh!" Amaya memekik sakit saat Edward menghempaskan tubuh Amaya begitu saja hingga Amaya terjatuh dengan posisi duduk di lantai.
Amaya terbentuk batuk-batuk, nafasnya tersengal dan tidak beraturan. Wajahnya memerah karena rasa sesak kekurangan oksigen dan juga kepalanya yang berdenyut sakit entah apa hubungannya dengan kekurangan oksigen.
Edward melangkahkan kakinya, dan dia baru berhenti ketika berada tepat di dekat Amaya. Dengan tatapan matanya yang dingin dan juga marah, Edward berkata, "berani sekali kau mempermalukanku dengan mengingatkanku bahwa, wanita yang aku bawa pulang ke rumah ini, wanita yang aku beli dengan harga yang sangat mahal, nyatanya hanya seorang pelayan?"
Amaya sama sekali tak ingin mengatakan apapun, dan dia juga tidak ingin membela dirinya dengan cara apapun. Biarkan saja, dia sungguh sangat menyukai kesalahpahaman orang lain terhadap dirinya, dia lebih baik dibenci, karena jika ada orang yang memperlakukannya dengan baik, maka Amaya pasti akan merasakan sungkan. Untuk bisa menjadi seorang iblis, tentu tidak boleh memiliki rasa sungkan dan juga balas budi bukan? Semakin banyak kebencian yang dia dapatkan, tekad yang dirasakan oleh Amaya akan semakin menjadi-jadi dan membesar tak lagi mungkin bisa dihalangi.
"Akh!" Amaya memekik sakit saat Edward menginjak jemarinya yang sejak tadi menyentuh lantai.
Edward mengeraskan rahangnya, dia menatap semakin dingin dan juga penuh kebencian karena setelah dia mengatakan Apa yang dirasakan olehnya dengan nada bicara yang jelas dia telah merasakan kemarahan atas sikap yang ditunjukkan Amaya kepada Teresa, Edward justru tak mendapati permintaan maaf sama sekali. Jelas saja, dia benar-benar bisa mengetahui bahwa sebenarnya, Amaya sengaja melakukan itu dan tidak menyesali apa yang sudah dia lakukan sama sekali.
"Kau benar-benar wanita yang sangat keras kepala sekali rupanya. Bukankah sudah aku katakan bahwa, aku masih memiliki Vanka untuk bisa membuatmu tunduk padaku bukan? jika memang kau tidak mempercayai apa yang aku katakan, Bagaimana jika aku melakukan sesuatu kepada Vanka hari ini juga?" ucap Edward dengan tatapan mengancam.
Edward menjauhkan kakinya dari tangan Amaya.
Amaya memegang erat jemarinya yang terasa sakit dan sedikit perih. Jemarinya memerah, tapi itu sama sekali tidak membuat Amaya ingin meminta maaf untuk sesuatu yang sudah dia lakukan. Hukum dimana yang beruang pantas untuk dimengerti sudah jelas harus diakhiri, dan Amaya akan memulainya dari dirinya sendiri.
"Kau benar-benar memiliki harga diri yang sangat tinggi, padahal sudah jelas kan kalau aku sudah berkali-kali melecehkan harga dirimu?" Tanya Edward dengan tatapan menghina.
Amaya masih tidak ingin reaksi apapun atau mengatakan apapun, bahkan dia juga sama sekali tidak ingin mengadu karena jemarinya yang terasa sangat sakit itu.
Edward membuang nafas kasarnya lalu tersenyum dengan tatapan kesal dan juga jengah. Dia sungguh sudah sangat bersabar dengan Amaya, tapi sepertinya Amaya lah yang tidak tahu di untung dan terus bersikap sesuka hatinya saja.
"Baik, aku akan memberikan sesuatu yang akan membuatmu tersadar benar bagaimana rasanya jika beraninya kau membuatku marah." Ucap Edward mengancam.
Setelah mengatakan semua itu, Edward keluar dari kamar yang biasa digunakan oleh Amaya dan tidak lupa dia juga mengunci pintu kamar itu dari luar agar Amaya tidak bisa keluar dari kamar itu.
Amaya menatap jemarinya yang benar-benar sangat merah, rasanya sangat sakit hingga jemarinya tidak berhenti gemetaran.
Amaya membuang nafasnya. Entah sampai kapan dia akan mendapatkan penyiksaan secara fisik maupun batin, tetapi yang pasti, Amaya begitu bertekad tidak akan pernah melepaskan orang-orang yang telah menyakitinya sembari menunggu waktu dan juga kesempatan yang didukung oleh situasi agar dia bisa melarikan diri setelah melakukan apa yang ingin dia lakukan.
Sore harinya.
Edward kembali ke rumah bersama seorang wanita cantik yang bernama, Mikha. Mikha adalah, Putri tunggal dari Tuan Steve.
"Edward, rumahmu benar-benar sangat rapih, aku sangat menyukai desain interior bergaya klasik seperti ini." Ujar Mikha terus mau mengedarkan pandangannya dengan mimik wajahnya terlihat kagum.
Edward tersenyum sebaik mungkin, dia mengangguk setuju dengan apa yang diucapkan oleh Mikha.
Sebenarnya, rumah bergaya klasik milik Edward itu adalah rumah impian mendiang ibunya yang baru bisa diwujudkan oleh Edward di sisa-sisa akhir hidup ibunya. Tetapi, Edward juga merasa bersyukur karena ibunya bisa merasakan tinggal di rumah itu meski sebentar saja.
"Desain interior, dan 80%, tentang rumah ini Ibuku sendirilah Yang membuat sketsanya secara detail. Maka itu, rumah ini benar-benar sangat berarti bagiku." Ujar Edward tulus.
Mikha tersenyum, sungguh dia benar-benar merasa kagum dengan ibunya Edward yang mampu mendesain rumah sebagus rumah yang dimiliki oleh Edward. Dengan tatapan matanya yang penuh kekaguman itu Mikha tak dapat menahan diri untuk memuji kehebatan ibunya Edward, "Ibumu benar-benar sangat hebat!"
Edward terkekeh. Yah, Tentu saja dia sangat setuju dengan apa yang diucapkan oleh Mikha. Ibunya, dia adalah wanita yang sangat bekerja keras dan tidak mengenal lelah. Walaupun sering sekali menemukan masalah di dalam hidupnya, tidak sekalipun ibunya Edward menyerah dan terus mengatakan kepada Edward bahwa semua akan baik-baik saja, badai pasti akan berlalu.
"Baiklah, kau duduk saja dulu, akan meminta pelayan untuk menyiapkan minuman untukmu." Ucap Edward yang langsung mendapati angkutan setuju dari Mikha.
Edward tersenyum miring, saat ini adalah saat yang paling tepat untuk memberikan sebuah pelajaran berharga kepada Amaya. Edward meminta seorang pelayan untuk datang, lalu mengatakan kepadanya dengan berbisik agar Amaya keluar dari kamar dan melakukan hobinya yaitu, menjadi seorang pelayan.
beberapa saat kemudian.
Amaya keluar dari dapur sembari memegang sebuah nampan yang berisi dua cangkir, juga kue kering untuk menemani teh yang akan disuguhkan kepada Edward dan juga Mikha.
Begitu sampai di ruang tamu, Amaya dengan hati-hati meletakkan dua cangkir teh itu, berikut dengan camilannya. Amaya mencoba untuk tersenyum sebaik mungkin dan dengan nada bicara yang sangat sopan Dia berkata, "Silahkan dinikmati tehnya, Tuan dan Nona. Maaf jika teh yang saya buat tidak sesuai dengan selera, mohon panggil saya kembali dan saya bisa kembali mencoba untuk membenahi, membuat ulang teh yang sesuai dengan selera Anda berdua."
lamalama jadi malas baca.
Semoga sukses selalu n lancar rejekinya🤗🤗🤗 ❤️❤️❤️🤲🤲🤲👍👍👍💪💪💪😘😘😘