Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #4
Pukul 07.40
Sebuah langkah kaki sepatu pria terdengar memasuki ruangan dosen. Semakin lama semakin mendekat dan berhenti di depan Zara. Senyuman samar perlahan tampak di bibir pria bernama Alif itu. Bahkan, ia sempat berjongkok demi mengamati lebih dekat wajah wanita yang tak lain adalah mahasiswinya sendiri.
"Kenapa wajahnya seperti boneka?" ucap pria itu pelan sambil mengamati wajah Zara. Namun, beberapa detik kemudian ia tersadar akan kekhilafannya dan langsung memalingkan wajah.
Akibat terlalu pulas, kepala Zara yang bertumpu di dinding perlahan bergeser hingga tanpa sadar hampir terjatuh ke lantai. Untungnya, Alif dengan sigap menahan kepala gadis itu dengan tas yang dipegang oleh tangan kanannya.
"Dasar gadis ceroboh!" umpatnya pelan, tetapi dengan senyuman tipis yang menyertai. Entah apa yang pria itu pikirkan, tetapi ia bertahan di tempatnya demi menahan kepala Zara.
"Oma, maafin Zara." Senyuman Alif memudar kala mendengar ungkapan dari Zara. Namun, setelah ia sadar bahwa gadis itu ternyata hanya bergumam dalam tidur, ia kembali tersenyum.
Dua puluh menit berlalu. Tangan Alif mulai kebas. Rasanya kepala Zara pun semakin berat, membuatnya kesulitan menopang hingga tangan pria itu bergetar. Alhasil, Zara mulai menggeliat karena tidurnya merasa terganggu. Khawatir ketahuan, pria itu dengan cepat mendorong kepala Zara hingga kepala gadis itu hampir terbentur ke kursi di sebelahnya. Ia pun langsung berdiri dan bergeser ke depan pintu.
"Ekhem, kamu pikir kampus ini kamar kamu?" tanya Alif dengan suara tegas, membuat Zara tersentak kaget dan langsung berdiri .
"Ma-maaf, Pak. Saya belum tidur semalaman, makanya saya mengantuk." Terlihat gadis itu melihat arloji yang kini menunjukkan pukul 08.00 dengan wajah kebingungan
"Saya tidak butuh alasan. Ikut saya!" ujar Alif, lalu segera masuk ke dalam ruangannya. Ia sempat mengamati Zara yang tampak masih sangat mengantuk dan sedikit linglung.
"Kamu sudah menikah?" tanya pria itu sambil mendudukkan tubuhnya di kursi.
"Be-belum, Pak," jawab Zara gugup.
"Punya pacar?" tanyanya lagi.
"Belum, Pak."
"Kalau begitu, menikahlah denganku!" ucap Alif dengan cepat.
"Iya, Pak," jawab Zara refleks. Namun, sedetik kemudian ia mulai menyadari ada kejanggalan dari pertanyaan Alif. "Eh, apa, Pak?" tanya gadis itu lagi dengan wajah kebingungan dan terkejut.
"Baik, saya menganggap kamu menerima tawaran saya," kata Alif sambil menahan senyum. "Letakkan tugasmu di sini dan silakan keluar," lanjutnya dengan raut wajah serius.
"Tapi, Pak. Apa maksud pertanyaan Bapak tadi?" Zara mencoba memastikan agar ia bisa paham maksud Alif.
"Tidak ada apa-apa, silakan keluar!"
.
Zara tak memiliki pilihan lain dan langsung keluar dari ruang sang dosen. Alisnya berkerut memikirkan perkataan pria itu, tetapi seketika ia teringat akan sang nenek yang tadi mendiaminya.
"Bodo amat, dah. Paling itu hanya pertanyaan iseng dari dosen yang sudah bosan membujang. Aku harus bertemu Oma dulu." Zara segera berlari keluar dan langsung menaiki ojek yang tidak jauh mangkal dari kampusnya.
Beberapa menit kemudian, Zara tiba di rumahnya. Tampak sang nenek sedang duduk di depan rumah dengan wajah sedih. Ada rasa bersalah, tetapi ego dan rasa takutnya masih lebih mendominasi. Gadis itu segera menghampiri dan duduk di samping wanita paruh baya itu.
"Oma, maafin Zara yang udah buat Oma kecewa. Zara tahu, Oma marah pada Zara karena menolak perjodohan itu, tapi Zara memang tidak bisa, Zara takut apa yang terjadi pada Ayah dan Ibu, juga terjadi pada Zara."
Oma Ratna tak langsung menjawab, ia menoleh ke arah sang cucu, lalu memegangi kedua tangannya. "Dulu, Oma dan Opamu menikah juga karena perjodohan. Awalnya kami tak saling menyukai. Opamu sangat cuek, tapi semarah apa pun dia sama oma, dia tak pernah membentak oma. Dia selalu memperlakukan oma bak ratu. Seiring berjalannya waktu, cinta itu mulai muncul. Oma begitu bahagia dan bersyukur bisa bertemu dengan pria seperti dia. Sayangnya, kami tidak ditakdirkan bersama lebih lama." Oma Ratna menghentikan perkataannya sejenak.
"Ibu dan ayahmu menikah karena suka sama suka. Dulu oma beranggapan mereka akan terus hidup bahagia karena ibumu yang sangat mencintai ayahmu, tapi dugaan oma salah. Ujian menerpa rumah tangga ibumu hingga goyah dan hancur." Oma Ratna menatap manik mata Zara dengan dalam.
"Oma berbicara seperti ini bukan untuk mengungkit lukamu, Sayang. Oma hanya ingin menyampaikan bahwa tidak semua laki-laki seperti apa yang kamu pikirkan. Menikah karena perjodohan maupun karena suka sama suka tak menjamin apa pun ke depannya. Semua kehidupan rumah tangga itu pasti akan diterpa ujian, tinggal bagaimana menyikapinya.
Jangan terpaku oleh kejadian masa lalu atau masalah yang menimpa orang lain, Sayang. Hidupmu belum tentu sama dengan hidup mereka. Oma bukannya ingin memaksamu memasuki dunia yang kamu takutkan, tidak, Sayang. Malah sebaliknya, Oma ingin kamu sembuh dari luka masa lalumu itu. Oma ingin ada yang menjagamu, membimbingmu." Wanita paruh baya itu menghentikan perkataannya sejenak untuk menarik napas.
"Apalagi sekarang oma semakin tua, oma tidak tahu kapan Allah memanggil. Begitu pun ibumu yang hanya bisa berdiam di kamar tanpa berinteraksi dengan siapa pun."
Mata Zara berkaca-kaca usai mendengar perkataan sang nenek. Hatinya tersentuh dan akal sehatnya menyetujui itu semua. Sayangnya, rasa benci dan takut itu tak bisa hilang begitu saja.
"Pria yang ingin oma jodohkan denganmu adalah pria yang sangat baik. Oma sudah lama mengenalnya. Sampai sejauh ini, belum pernah sekali pun dia menjalin hubungan atau bahkan dekat dengan wanita. Dia tak mudah marah, tapi jika marah dia hanya diam. Dia memang sedikit kaku, seperti almarhum ayahnya, tapi dibalik itu semua dia sangat perhatian. Zaman sekarang, sangat sulit mendapatkan pria seperti dia. Oma yakin dengan bersamanya, kamu tidak akan mengalami rasa sakit itu. Oma menginginkan yang terbaik untukmu, Sayang." Oma Ratna mengusap lembut pipi Zara sambil tersenyum.
"Kalau Zara menikah dengan pria itu, Oma bahagia. Zara akan lakukan," ucap Zara dengan suara bergetar.
Oma Ratna menggelengkan kepalanya pelan, lalu berkata, "No, Sayang. Jangan menikah hanya demi membuat oma bahagia. Ini hidupmu, kamu yang akan menjalaninya. Oma tidak akan memaksa, tapi Pikirkanlah! Jangan lupa libatkan Allah dalam keputusanmu ini."
.
Ya, menikah tentu saja bukanlah perkara mudah. Memilih pasangan yang akan menemani seumur hidup pun tak semudah membalikkan telapak tangan. Melibatkan Allah adalah ikhtiar terbaik dalam menentukan pilihan itu.
"Apakah aku bisa menjalani hubungan itu? Apakah aku akan jatuh cinta padanya? Apakah cinta itu tak akan menyakitiku" Pertanyaan itu terus saja berdengung dalam pikiran Zara hingga beberapa hari.
Istikharah pun sudah ia lakukan demi mendapatkan kepastian hati sebagaimana saran dari sang nenek, hingga akhirnya jawaban itu ia dapatkan. "Nenek, Zara bersedia menikah, tapi tolong, jangan memaksa Zara untuk langsung dekat dan mencintainya. Zara butuh proses. Apalagi Zara tidak mengenal pria itu sama sekali."
Oma Ratna tersenyum senang, lalu memeluk tubuh sang cucu. "Alhamdulillah, malam ini oma akan meminta dia dan keluarganya untuk datang melamarmu secara resmi."
.
.
#bersambung#
.
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa like dan komen yah 🥰