Lisna seorang istri penyabar dan tidak pernah mengeluh pada sang suami yang memilih menganggur sejak tahun ke tiga pernikahan mereka. Lisna dengan tulus menjadi tulang punggung keluarga.
Setelah tujuh tahun pernikahan akhirnya sang suami terhasut omongan ibunya yang menjodohkannya dengan seorang janda kaya raya. Dia pun menikahi janda itu atas persetujuan Lisna. Karena memang Lisna tidak bisa memberikan suaminya keturunan.
Namun istri kedua ternyata berhati jahat. Dia memfitnah Lisna dengan mengedit foto seakan Lisna sedang bermesraan dengan pria lain. Lagi lagi suaminya terhasut dan tanpa sadar memukul Lisna bahkan sampai menceraikan Lisna tanpa memberi kesempatan Lisna untuk menjelaskan.
"Aku pastikan ini adalah air mata terakhirku sebagai istri pertama kamu, mas Fauzi." Ujarnya sambil menghapus sisa air mata dipipinya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Saksikan di serial novel 'Air Mata Terakhir Istri Pertama'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curhatan Lisna
Mobil El tiba lebih dulu di depan kontrakan Lisna, tidak berapa lama kemudian angkot yang ditumpangi Lisna pun berhenti di perempatan gang menuju rumah kotrakannya. Jalan gangnya luas, muat untuk pengendara mobil masuk, hanya saja angkot atau taksi memang hanya mengantar sampai di perempatan.
Lisna melangkah sambil merintih menahan rasa sakit luka di lututnya yang terus terkena gesekan rok plisketnya. Sebenarnya Lisna bisa saja mengangkat rok itu sampai diatas lututnya jika saja leging yang dipakainya di dalam rok tidak sobek.
"Kak Lisna!"
Suara itu mengejutkan Lisna. Dia tidak percaya El kini berdiri dihadapannya dan mobilnya parkir tepat di depan kontrakannya.
"El.. apa kamu mau minta tagihan ganti rugi kerusakan mobil dan juga tagihan rumah sakit?"
Pria tampan itu menghela napas, dia tidak habis pikir bagaimana wanita itu bisa berpikiran seperti itu.
"Kenapa kakak kabur dari rumah sakit?" El melangkah maju semakin dekat pada Lisna.
"Kenapa kakak tidak menunggu sampai mama datang?" Langkah El semakin mendekat, hingga jarak keduanya sangat dekat dan itu membuat Lisna tidak nyaman.
"Maafkan aku, El. Tapi aku punya urusan yang sangat penting." Jawab Lisna sambil melangkah mudur memberi jarak antara dirinya dengan Elang.
Bocah SMP itu kini ternyata sudah tumbuh tinggi bahkan jauh lebih tinggi darinya, hingga dia harus mendongak untuk bisa menatap wajah Elang.
"Urusan apa yang lebih penting dari keadaan kakak yang penuh luka seperti ini!"
"Kamu tidak akan mengerti, El. Ini urusan orang dewasa."
El terkekeh mendengar kalimat itu.
"Kakak pikir aku masih bocah?"
"Bukan begitu El, tapi.."
Ucapan Lisna terhenti, tiba tiba saja pikirannya teringat pada suaminya yang mungkin mencari keberadaanya saat ini.
"Pergilah El, tolong jangan mencariku lagi. Sampaikan salamku pada tante Nita. Katakan padanya aku baik baik saja dan terimakasih karena kalian masih berbaik hati padaku, padahal dulu aku mencuri uang tante Nita." Uangkapnya menjelaskan.
"Kakak tidak mencuri uang itu. Uang itu memang akan mama berikan untuk kakak, tapi kakak malah menghilang begitu saja dan tidak pernah bisa ditemukan dimanapun seakan kakak sengaja menyembunyikan diri dari kami."
"Aku memang sengaja bersembunyi, El. Aku malu, aku tidak berani memperlihatkan wajahku di depan kalian setelah berani membawa kabur uang yang jumlahnya cukup banyak menurutku. Aku terpaska waktu itu, El. Aku tidak punya pilihan dan aku menghabiskan waktu lima tahun untuk mengembalikan uang itu pada tante Nita. Aku malu.."
"Jadi, itu benar benar kakak yang menyelipkan uang di pintu rumah tujuh tahun lalu?"
"Iya."
"Uangnya sudah mama terima. Jadi, berhentilah menghindari mama, kak. Mama sudah menganggap kakak seperti putrinya sendiri."
"Tidak El, aku tidak pantas mendapatkan kasih sayang dari siapapun. Jadi aku mohon, jangan temui aku lagi."
Lisna melangkah mundur, dia pergi menuju arah jalan raya. Tujuannya adalah rumah Wulan. Tapi sebelum langkah Lisna menjauh, dengan tanpa peduli apapun, El menggendong tubuh Lisna dan memasukkannya ke mobilnya.
"Apa apa-an kamu, El. Aku bukan wanita murahan yang bisa kamu sentuh semau kamu!" Teriak Lisna murka dan hendak turun dari mobil.
Tapi pintu mobil tidak bisa di buka, El sudah menguncinya rapat.
"Maafkan aku, kak. Aku hanya tidak bisa melihat kakak melangkah tertatih seperti tadi." Ujar El yang mulai menyalakan mobilnya.
"Turunkan aku El. Aku harus pergi."
"Aku akan mengantar kak Lisna kemanapun kakak mau."
Mobil itu akhirnya melaju, meninggalkan jalan gang sempit menuju jalan raya.
"Kemana tujuan kakak?"
Lisna tidak menjawab. Dia terdiam menatap keluar mobil. Hari sudah mulai senja dan dia sudah melewatkan sholat zuhur, asar dan kini mungkin magrib-pun akan lewat juga. Ini pertama kalinya Lisna melewatkan waktu sholat sejak tujuh tahun terakhir, saat dia memutuskan untuk memakai hijab.
"Kalau kakak tidak mengatakan alamat yang mau kakak tuju, aku akan membawa kakak ke rumah untuk menemui mama." Ancamnya untuk membuat Lisna mau bicara padanya.
"Antar aku ke rumah istri kedua suamiku." Ujar Lisna.
"Apa?"
El terkejut mendengar Lisna minta diantar ke rumah istri kedua suaminya.
"Kakak sudah menikah?"
Lisna mengangguk. Elang pun juga mengangguk pada akhirnya.
"Harusnya sih benar. Toh aku sekarang sudah hampir dua puluh delapan tahun, berarti kak Lisna…" Dia mencoba menghitung usia Lisna berdasarkan pengamatannya.
"Kakak tiga puluh satu, kan?" Tebaknya.
Lisna tidak memberi respon apapun. Dia mulai risih karena bocah itu terus mengoceh.
"Mmm, wajar sih kalau kak Lisna sudah menikah. Tapi, suami kakak punya dua istri? Kakak di poligami dong.."
"Hari ini hari pernikahan suamiku dengan wanita itu." Tutur Lisna.
Dia bercerita begitu saja pada El, padahal sebelumnya Lisna sangat tertutup mengenai masalah rumah tangganya pada orang lain.
"Apa wanita itu lebih cantik dari kakak?"
"Tentu dia cantik, tapi yang membuat suamiku tertarik bukan karena kecantikannya."
"Lalu karena apa? Hartanya.. wanita itu kaya raya."
"Ya, dia kaya raya. Itu salah satu alasannya."
"Ada alasan lain?"
"Dia bisa memberikan suamiku anak. Sementara aku tidak."
Jawaban Lisna membuat Elang terdiam. Dia mengerti sekarang mengapa suami Lisna menikah lagi.
"Sudah berapa lama kakak menikah dengan laki laki itu?"
"Tujuh tahun."
"Jadi sudah selama itu, dan kakak masih belum bisa hamil.."
"Iya." Lisna tersenyum miris, ada rasa perih di ulu hatinya mendengar lagi kenyataan bahwa dirinya belum juga bisa hamil setelah tujuh tahun menikah.
"Harusnya tante Nita tidak menyalamatkan aku malam itu. Lihatlah, aku masih hidup sekarang tapi, tidak ada yang benar benar menyayangiku. Mama sama papaku benar, aku tidak berguna dalam hal apapun."
Air mata menetes dari pelupuk matanya. Lisna mengalihkan pandangannya keluar mobil, dia tidak bermaksud memperlihatkan air matanya dihadapan pria lain.
"Lalu kenapa kakak bertahan jika memang suami kakak tidak memberikan kasih sayang seperti yang kakak inginkan?"
"Dia memberikannya waktu itu. Tapi, karena aku tidak bisa hamil, dia terpaksa harus menikahi wanita lain yang bisa hamil demi menuruti keinginan mamanya."
Lisna masih terus menjawab pertanyaan El, meski tatapannya terus menengok ke luar mobil.
"Lupakan apa yang aku katakan sejak awal, El. Anggap kamu tidak pernah mendengar cerita ini. Aku harap kamu dan tante Nita berhenti mencariku." Titahnya menegaskan.
"Kakak tenang saja. Aku akan melupakan apa yang aku dengar hari ini. Tapi, aku tidak bisa berjanji untuk tidak menemui kakak lagi."
Setelah pembicaraan itu, suasana kembali hening. El terus fokus mengemudikan mobilnya hingga tiba di alamat yang dimaksud Lisna.
Suasana depan rumah tampak berantakan karena sisa sisa pesta pernikahan tadi siang. Tempat itu sudah kembali sunyi dan hening seperti sedia kala.
Lisna turun dari mobil El tanpa mengucapkan kata kata apapun. Dia hanya terus turun, lalu melangkah melewati gerbang dan masuk ke rumah megah itu.
El menatap dari dalam mobilnya sampai punggung Lisna benar benar menghilang dari tatapannya. Barulah dia melanjutkan perjalanan menuju lokasi shooting tempatnya bekerja. Karena Elang adalah seorang seberitis yang berprofesi sebagai model majalah pria. Selain itu, dia juga seorang CEO di PT Jati pusat tempat kantor cabang PT Jati bernaung.
"Ternyata dunia ini masih saja terlalu luas untun aku bisa menemukan keberadaan dirinya." Gumam Elang.
uh..ampun dah..
biarkan metrka berusaha dengan keangkuhanya dulu