Hi hi haaayyy... selamat datang di karya kedua akuu... semoga suka yaaa 😽😽😽
Audrey dipaksa menggantikan adiknya untuk menikah dengan seorang Tuan muda buangan yang cacat bernama, Asher. Karena tuan muda itu miskin dan lumpuh, keluarga Audrey tidak ingin mengambil resiko karena harus menerima menantu cacat yang dianggap aib. Audrey yang merupakan anak tiri, harus rela menggantikan adiknya. Namun Asher, memiliki rahasia yang banyak tidak diketahui oleh orang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Asher
“Katakan! Kau itu bukan batu, Callie! Siapa yang melakukan ini?” lagi-lagi, suara Asher melengking.
Audrey membuang nafas. “Aku tidak sengaja terpeleset dan pipiku terhantam lantai,” jawab Audrey.
“Lalu gelangmu?”
“Aku tidak memakainya karena aku takut hilang,” jawab Audrey berdusta.
Tanpa menjawab apa-apa lagi, Asher melepaskan cengkramannya. Audrey segera berlari meninggal Asher. Sesampainya di dalam kamar, Audrey menumpahkan air matanya. Merasa tidak sanggup dengan cobaan yang kini dia hadapi.
Sementara Asher, dia melaju dengan kursi rodanya menuju ke arah kamar. “ Franklin!” panggil Asher.
Jendela di kamar itu terbuka dan Franklin sudah berdiri di depan jendela itu. “Ya, Tuan!” jawab Franklin.
“Katakan apa yang kau temukan saat Callie pergi ke kediaman orang tuannya?”
“Nyonya Callie diperlakukan secara tidak baik, Tuan. Dia sempat bertengkar dengan kakak tirinya karena masalah gelang. Dan, gelangnya putus. Itu yang aku dapatkan dari Linn pelayan yang baru kita kirim untuk menyusup,” jawab Franklin.
“Apakah ayah dan ibunya tidak membela ?”
“Tidak sama sekali, Tuan. Malah sebaliknya, mereka menampar pipi nyonya Callie.”
Asher tampak berpikir, seharusnya Callie mendapatkan perlindungan? Mengapa dia malah menjadi bahan hinaan? Sepertinya ada yang tidak beres.
“Franklin, selidiki wanita yang ku nikahi!” perintah Asher.
Franklin membungkuk, lalu berkata, “baik, Tuan.” Dia segera pergi.
Asher memutar kursi rodanya dan menuju ke gudang belakang dengan wajah tanpa ekspresi. “Brak!” Asher mendobrak pintu gudang itu dengan kuat menggunakan kursi rodanya.
Audrey yang menangis di dalam kamar pun terlonjak kaget dengan kedatangan Asher, dia dengan cepat menghapus air matanya. “As-Asher, apa yang kau lakukan di kamarku?” tanya Audrey dengan terbata.
Dengan wajah datar, Audrey menjawab, “Apakah kau memang selalu menangis ketika ditindas? Bisakah kamu yakin dengan dirimu sendiri? Cih, aku pikir kamu itu wanita yang tangguh. Ternyata bisanya hanya menangis!” cibir Asher.
Audrey merasa tertohok dengan kata-kata Asher yang penuh cemooh. Hatinya semakin terluka. Namun, di saat yang sama dia merasa bersemangat. Bagaimanapun juga Nathan adalah suaminya dan dia tidak ingin terlihat lemah di matanya.
Audrey tersenyum sinis. “Bagi pria yang hatinya beku sepertimu, kurasa kau tidak pernah berada di posisiku. Jika tuan sudah selesai bicara, tolong tinggalkan aku sendiri!” bentak Audrey.
Asher menyeringai. Kesedihan apa yang belum dirasakan oleh Asher? Setelah kecelakaan, dia kehilangan ibunya dan tidak bisa berjalan. Lalu diusir seperti seekor anjing jalanan setelah Asher sakit karena mereka merasa jika Asher sudah tidak berguna, berjuang sendiri di sela keputusasaan. Apakah harus dia menceritakan semuanya?
“Jangan terlalu manja. Sekarang, berdiri dan ikut denganku!”
Audrey tersentak mendengar permintaan Asher. “Ikut kemana?” tanya Audrey dengan ragu.
“Jangan pernah bertanya, ikuti aku atau aku akan membakar gudang ini agar kau jadi gelandang sekalian,” ucap Asher dingin.
Audrey menelan ludah, merasakan rasa takut yang menyelimuti hatinya. Dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti Asher. “Baiklah, aku akan mengikutimu,” jawab Audrey dengan suara gemetar.
Asher tersenyum sinis, puas dengan ketakutan Audrey. Kursi roda melaju ke luar pintu gudang. Kini Asher menuju ke arah mobil murah yang terparkir. Setelah seorang pria membantu Asher menaiki mobil yang disusul oleh Audrey, mobil pun melaju.
Di dalam mobil Audrey mencuri pandang ke arah Asher. Wajah yang tegas dan begitu dingin. Saat memperhatikan pria itu, Audrey membuang nafas. Berada dalam satu mobil dengan pria seperti Asher, membuat Audrey sesak nafas.
“Asher, sebenarnya kita mau kemana?” tanya Audrey dengan hati-hati.
Tidak ada jawaban dari pria yang duduk di samping Audrey. Asher tetap diam membeku seperti patung es balok, seolah menutup diri dan tidak ingin berbicara lebih lanjut.
Audrey mulai merasa cemas, tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi atau kemana mereka akan pergi. Setelah beberapa saat, mobil pun berhenti.
“Asher, kenapa kita kesini?” Audrey terkejut ketika mobil mereka berhenti di depan kediaman Barnes Colvin.
“Turun!” tekan Asher.
Asher menatap ke bangunan itu dengan ragu sambil menggigit bibir.
“Turun!” bentak Asher.
Audrey terlonjak kaget hingga kedua bahunya terangkat. Dengan cepat, dia segera membuka pintu mobil dan turun. Audrey berjalan ke arah pintu mobil Asher dan membuka pintu untuk Asher.
“Dorong aku ke dalam!” pinta Asher setelah dia turun dari mobil dibantu oleh Audrey.
Audrey menurut dengan berat hati, mendorong kursi roda Asher menuju ke dalam kediaman Barnes Colvin. Begitu memasuki bangunan yang besar dan mewah, mereka disambut oleh seorang bawahan Dax.
“Tuan Asher.” Bawahan itu menyapa ketika melihat Asher berada di pintu utama.
“Aku ingin bertemu dengan tuan Dax.” Ucap Asher dengan suara dingin dan tegas.
“Maaf, Tuan Asher. Tuan besar sedang-”
“Aku tidak suka mengulangi perkataanku. Panggil tuanmu atau aku akan mengobrak-abrik kediaman ini.” Potong Asher.
Bawahan itu membungkuk. “Ba-baik!” jawabnya berlalu.
Audrey begitu bingung melihat sikap Asher. Kenapa jika pria cacat yang dia dorong itu jika berbicara membuat orang-orang seperti tunduk kepadanya? Siapa pria ini sebenarnya?
Setelah beberapa menit, Dax, Brianna dan Callie muncul dari salah satu pintu yang berada di ruang utama. Mereka terkejut melihat Asher dan Audrey di rumahnya sesaat kemudian, pandangan mereka berubah mencemooh.
“Oh... Aku pikir siapa yang datang, ternyata seorang pria cacat, miskin dari anak buangan Eadric.” Cibir Brianna dengan pandangan angkuh ke arah Asher dan Audrey.
“Ibu, tolong jangan menghina-“
Asher mengangkat telapak tangannya. Memberikan isyarat jika Audrey harus diam. Audrey pun seketika bungkam dan Asher menatap tajam ke arah tiga orang yang berdiri sombong di hadapannya.
“Wah, aku baru tahu cara menyambut tamu dari keluarga yang katanya berkelas dan berpendidikan. Namun... membiarkan tamu berdiri diluar,” ucap Asher menyindir.
Mendengar sindiran Asher, Callie mendengus dengan wajah tampak tidak terima. “Kau itu duduk, Cacat!” bentak Callie.
Asher mengangkat satu alis. “ Bagaimana dengan istriku? Apakah kalian membiarkan dia akan berdiri seharian?” tekan Asher.
Audrey tertekun mendengar pembelaan Asher kepadanya. Ada rasa haru di dalam hati Audrey, namun Audrey tidak ingin mengambil kesimpulan yang lebih dari sikap Asher. Karena pria yang duduk di kursi roda itu sikapnya sering tak terduga.
“Ke intinya saja, apa yang membuat anda datang kemari? Cepat katakan tujuan kalian karena aku masih banyak pekerjaan!” kali ini, Dax yang angkat bicara.
“Aku ingin kalian ganti rugi atas gelang yang telah kalian rusak. Dan tentu juga, aku ingin menampar wajah wanita itu dua kali!” sentak Asher sambil menunjuk ke arah Callie.
Bukan hanya Audrey yang tercengang. Dax, Callie dan Brianna pun tidak kalah syok mendengar permintaan Asher. Audrey kaget karena Asher tahu apa yang terjadi kepada dirinya.
‘Dari mana Asher tahu jika aku mendapatkan kekerasan dan masalah perihal gelang yang putus?’ Audrey membatin cemas.
Terkaget, Brianna dan Callie bereaksi dengan jelas. “Apa?! Tidak mungkin! Kami tidak akan menuruti permintaan orang seperti kamu, kamu memang pria cacat yang sinting!” protes Callie, wajahnya semakin merah kesal.
Asher tersenyum sinis, menatap mereka dengan dingin. “Kuharap kalian tak melupakan bahwa gelang itu adalah warisan berharga. Aku mau kalian menggantinya agar istriku mendapatkan apa yang menjadi haknya,” tegas Asher.
“Kau meminta kami menggantikan gelang busuk yang hanya dijual di tukang loak! Hah, kamu bercanda tuan miskin?” ujar Brianna dengan hinaan.
“Sudah cukup!” teriak Dax dengan keras, menunjukkan otoritasnya. “Tidak akan ada satu pun dari apa yang kau minta dari keluarga ini! Kalian sebaiknya pergi atau aku akan mengusir kalian dengan paksa!”
Asher terlihat tenang meskipun mendapatkan ancaman. “Baiklah, kita lihat apakah kalian benar-benar bisa mengabaikan permintaanku. Asal kalian tahu, gelang yang kuberikan kepada istriku adalah gelang Gulf Pearl Parure Bracelet! Jika kalian mengabaikannya, akan aku pastikan jika Barnes Colvin akan runtuh!” tekan Asher.
“Apa?! Gulf Pearl Parure Bracelet? Kau bercanda? Hahahaha! Dasar pemimpi, hei... Tolong tuan cacat. Kalau tidur, jangan terlalu miring!” cibir Callie di sela tawanya.
Audrey hanya menggigit bibir, hatinya sakit ketika melihat Asher mendapatkan hinaan seperti itu. Tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa.
Asher lagi-lagi tersenyum sinis, Asher menjentikkan jarinya. Dan supir yang mengantar Asher dan Audrey segera membawakan sebuah koper namun berukuran kecil.
“Buka!” perintah Asher.
Supir itu membuka koper tersebut dan terlihat di dalam koper itu adalah sertifikat sah kepemilikan dari gelang tersebut.
“Apa?!” mereka bertiga tercengang sambil menelan ludah.
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/