Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melvin Nekat
Semakin lagu itu bernada pelan, maka Melvin mempererat pelukannya, membuat Gempi merasa amat risih, apalagi ini di depan umum. Ia memandang Cal yang terus bernyanyi, lalu memisahkan kedua tangan suaminya yang melingkar di perut.
"Aku lelah. Bisa kita pulang saja?" Gempita merasa sudah cukup menyaksikan penampilan Walker High. Ia bisa pulang dan untuk sesuatu lainnya, bisa diurus oleh Silvia dan Lusi.
"Enggak mau sampai selesai?"
"Pulangnya pasti macet banget."
"Benar juga." Melvin tersenyum. "Lagian kamu pasti lelah karena aktivitas kita tadi."
Lebih baik Gempi mengiakan saja, padahal ia tidak enak dengan Cal. Terlebih mendengar lagu yang pria itu nyanyikan.
Keduanya sepakat untuk pulang mumpung konser belum berakhir, dan keadaan jalan macet. Dalam perjalanan, baik Gempi maupun Melvin sama-sama diam, bahkan ketika mereka tiba di rumah.
"Sayang, kamu belum cerita tentang kerjaan di Bali," kata Gempi.
Melvin sedikit kaget mendengarnya. "Memangnya aku belum cerita?"
Gempita menggeleng. "Pas datang, kamu malah marah-marah sama aku."
"Kita masuk dulu, ya, Sayang. Kamu ganti baju, terus aku cerita."
"Mau aku buatkan minum?" Gempita berkata seraya membuka pintu.
"Air putih hangat."
Gempita memberi minum yang diminta Melvin, lalu ia beranjak menuju kamar, dan saat itulah Melvin mendapat telepon dari Nindi.
Tentunya sang kekasih gelap tengah marah lantaran seharian ini, Melvin tidak menghubungi, bahkan membatalkan janji.
Sementara Gempita ada di kamar, Melvin mengangkat panggilan itu. Mendengarkan keluh kesah kekasihnya, bahkan Melvin jadi tidak tega karena hal menyedihkan.
"Aku enggak bisa keluar. Ada Gempita," kata Melvin.
"Ya, aku enggak mau tahu. Aku kangen sama kamu, Sayang. Aku ke tempatmu, ya?"
"Kamu udah gila!" Melvin mengusap wajahnya. Yang benar saja jika Nindi ke rumah, maka Gempi bakal tahu.
"Ya, kamu ajak tidur aja istrimu itu. Yang penting kita bisa ketemuan. Aku rindu kamu, Sayang. Tubuhku ini pengen banget disentuh."
"Terserah kamu. Kalau sampai Gempi tahu, pernikahan kita batal." Melvin sengaja mengatakan itu agar Nindi mengurungkan niatnya.
"Sayang!" Gempita berseru, dan Melvin lekas mematikan telepon.
"Iya, Sayang." Melvin lekas menghabiskan minumannya.
Gempita sudah selesai berganti pakaian dan membereskan wajah dari make up. Ia menghampiri Melvin karena ingin mendengar cerita mengenai kegiatan pria ini.
"Udah wangi aja." Melvin mengecup kening Gempi, membawanya duduk di atas pangkuan. "Kamu mau dengar apa dariku?"
"Kamu lakuin apa aja selama di Bali?"
"Pertemuan, pertemuan dan pertemuan." Melvin tertawa.
"Apa kliennya wanita?"
"Kenapa kamu bilang seperti itu?"
"Baju kotormu tercium aroma parfum yang manis. Wangi wanita."
Melvin tertawa tidak enak. "Ya, namanya juga berinteraksi dengan banyak orang. Ada klien yang membawa pasangannya dan kamu tahu sendiri kalau parfum wanita itu selalu tertinggal."
Gempita mengangguk. "Terus, kamu dapat apa dari sana?"
"Jatah bulananmu kurang?"
"Kamu ke Bali, pasti ada dapat uang, dong. Kamu sendiri yang bilang kalau pertemuan bisnis, tetapi enggak dapat penghasilan, lebih baik jangan pergi."
Bukan dapat uang, tetapi menghabiskan pundi-pundi rupiah milik Melvin. Bersenang-senang di sana dan Gempi pun sudah tahu, tetapi pura-pura.
Melvin tidak mungkin menolak permintaan Gempi karena itu sama saja dengan membuat istrinya curiga. Jika ia mengatakan perusahaan tengah mengalami guncangan, malah lebih aneh lagi. Masalahnya, Gempita bakal datang ke kantor, dan mulai ikut memeriksa juga.
"Keuntungan yang kamu dapat dari konser, buat kamu semua. Enggak perlu kasih aku."
"Serius? Kamu, kan, pemegang saham terbesar di perusahaan aku."
"Apa, sih, yang enggak buat sayang aku. Semuanya buat kamu, Sayang." Melvin mengecup bibir Gempi sekilas. "Udah malam, waktunya tidur."
Patuh terhadap perintah suaminya, Gempi dan Melvin sama-sama beranjak menuju kamar. Ya, Gempi langsung saja naik ke atas tempat tidur, sedangkan Melvin harus mandi lagi.
Tanpa Melvin temani, Gempi sudah terlelap. Dengan tubuh yang masih basah, Melvin memeriksa istrinya itu. Melambaikan tangan, memastikan jika Gempi memang sudah tidur.
Segera saja Melvin menghubungi Nindi, resiko harus diambil jika ingin disebut sebagai pria hebat. Ia mengirim pesan agar Nindi segera datang.
Demi kelancaran pertemuan ini dan agar tidak ketahuan, Melvin keluar menuju ruang kerja, lalu mematikan seluruh CCTV.
Melvin masuk lagi ke kamar, merangkak naik ke atas tempat tidur selagi menunggu kekasihnya datang.
Sang istri benar-benar terlelap, bahkan saat Melvin memeluk, Gempi juga tidak sadar. Ini malah bagus dan Melvin tahu jika istrinya pasti kelelahan.
Empat puluh lima menit, pesan dari Nindi tiba. Ya, wanita itu telah berada di depan gerbang rumah kekasihnya, dan Melvin segera keluar dari kamar dengan gerakan perlahan.
Dengan mudahnya, Melvin mempersilakan Nindi masuk ke rumahnya, membawa gadis itu ke kamar di lantai satu.
Nindi terkikik. "Aku enggak percaya kamu bisa lakuin ini."
"Ini juga karena kamu. Gempi lagi tidur. Pokoknya kamu harus diam, jangan bersuara." Melvin dengan tidak sabarnya membuka pakaian Nindi.
"Asik juga. Ini seperti tantangan."
"Jangan bicara lagi, Sayang. Aku sudah tidak sabar." Langsung saja Melvin merebahkan Nindi di atas tempat tidur, lalu melakukan aksinya.
Gempi membuka mata, melihat suaminya tidak ada di samping, ia pun beringsut bangun. Tidak seperti biasanya, Gempi turun dari ranjang, memeriksa kamar mandi, tetapi Melvin tidak ada.
Memutuskan untuk keluar kamar tanpa menghidupkan lampu utama, dan saat itulah Gempi melihat pintu rumah tidak tertutup rapat dari lantai atas.
Segera saja ia ke ruang kerja, melihat CCTV, tetapi kamera di rumah malah mati. Gempi menghidupkan kembali seluruh CCTV rumah dan melihat mobil asing di depan gerbang.
Ia keluar lagi, menuruni anak tangga tanpa alas kaki dan perlahan memeriksa seluruh ruangan sampai Gempi menemukan tas wanita di sofa tamu.
Samar-samar Gempi mendengar suara napas yang terengah dari kamar yang pintunya tidak tertutup rapat. Hanya lampu tidur yang dihidupkan.
Merapat ke dinding, Gempi berada di samping pintu, mendengar gerakan dari daging yang saling menyatu serta napas memburu.
Ternyata sudah sampai dibawa ke rumah. Artinya, Melvin sudah tidak menghormati ikatan pernikahan ini. Gempi berjalan menuju anak tangga hingga ia tiba di kamar.
Melihat ke lantai bawah, keduanya jelas saling menikmati. Gempi menghidupkan lampu utama, lalu berseru memanggil suaminya.
"Melvin!" seru Gempi. "Kamu di mana, Sayang?"
Pergulatan segera dihentikan, Melvin lekas memakai baju dan Nindi diseret menuju lemari pakaian.
"Diam di sini," kata Melvin.
"Pakaianku."
Melvin pontang-panting karena baju yang berserakan, sedangkan suara Gempi terus saja memanggilnya. Bahkan lampu utama ruang tamu dihidupkan.
"Sayang!" seru Gempita.
Melvin keluar dari kamar. "Iya, Sayang."
Kening Gempita berkerut. "Loh, kenapa ada di kamar ini?"
"Oh, aku enggak bisa tidur. Jadi bersih-bersih kamar."
"Aneh banget. Biasanya kamu olahraga kalau enggak bisa tidur."
"Bersih-bersih juga olahraga, Sayang."
"Oh, ya, tas siapa yang ada di sofa?" tanya Gempi.