Lintang Pertiwi hanya bisa diam, menyaksikan suaminya menikah kembali dengan cinta pertamanya. Ia gadis lugu, yang hanya berperan sebagai istri pajangan di mata masyarakat. Suaminya Dewa Hanggara adalah laki-laki penuh misteri, yang datang bila ia butuh sesuatu, dan pergi ketika telah berhasil mendapatkan keuntungan. Mereka menikah karena wasiat dari nyonya Rahayu Hanggara, ibunda Dewa juga merupakan ibu angkatnya. Karena bila Dewa menolak semua harta warisan,akan jatuh pada Lintang. Untuk memuluskan rencananya, Dewa terpaksa mau menerima perjodohan itu dan meninggalkan Haruna Wijaya kekasihnya yang sudah di pacari selama dua tahun.
Akankah Lintang bisa meluluhkan hati Dewa? Atau suaminya akan lebih memilih Haruna. Dan jangan lupa,ada seorang secret admire yang selalu ada bila Lintang bersedih.
Yuk! Pantengin terus kelanjutan dari cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Haruna tergolek lemah, di ranjang sebuah klinik bersalin. Ia mengalami pendarahan ketika tanpa sengaja bertubrukan dengan seorang pria. Frans yang ternyata adalah sepupu Dewa, laki-laki yang enggan ia temui walau dalam mimpi sekali pun. Sebenarnya semua adalah kesalahan Haruna yang berjalan tanpa melihat kiri kanan, sedangkan Frans saat kejadian tengah berbalas pesan dengan temannya. Maka terjadilah situasi dimana keduanya bertubrukan, Haruna terjatuh ke belakang dengan bokong mencium aspal di parkiran cafe. Sementara gawai Frans terlempar mengenaskan, sehingga layarnya retak. Tetapi dari semua kejadian itu, Haruna yang paling menderita, ia terpaksa menjalani kuretisasi. Karena mengalami pendarahan hebat, pasca terjatuh. Untungnya dengan cepat Frans membawa Haruna ke klinik yang terdekat, guna mendapatkan pertolongan. Namun untung tak dapat di raih, malang tak dapat di tolak, janin yang di kandung Haruna harus menjadi korbannya.
Frans segera mengirim WhatsApp pada Dewa,untuk mengabarkan keadaan Haruna. Dalam waktu singkat Dewa sudah berada di depan klinik, dan menjumpai Frans yang tengah menunggunya.
"Ada apa dengan Haruna?" tanya Dewa, dengan raut wajah cemas.
"Ia terjatuh, ketika berpapasan dengan ku" jawab Frans.
"Bagaimana bisa?"
"Ketika sedang berjalan, Haruna maupun aku tidak melihat ke depan. Aku sedang berbalas pesan dengan mitra bisnis ku, sementara Haruna berjalan tergesa-gesa tanpa melihat kanan-kiri."
"Ya Tuhan, bagaimana keadaan Haruna?" tanya Dewa, sambil mengusap wajahnya kasar.
"Lihat saja sendiri, tapi aku harap kamu sabar menghadapinya" saran Frans. "Aku pulang dulu " pamitnya, keluar dari klinik.
Dewa melangkah ke ruang yang sudah Frans tunjukkan, ia membuka pintu kamar tempat Haruna di rawat. Terlihat sang istri tengah terlelap, wajahnya pucat dengan mata tertutup rapat. Dewa duduk, sambil menggenggam tangan yang terkulai. Tangannya membetulkan letak selimut yang melorot, serta rambut yang menutupi bagian matanya. Gerakan tangan Dewa, membuat Haruna terjaga. Ia menatap nanar, wajah Dewa. Sambil terisak, Haruna membawa tangan yang menggenggamnya ke atas perut.
"Hiks...hiks...hiks! Dia udah gak ada, Yang" bisiknya lirih
"Shut! Jangan nangis, sabar ya" bujuk Dewa lembut. Dengan sebelah tangannya, di usap-usapnya kepala Haruna sayang.
"Aku takut, kamu gak sayang dan cinta lagi ."
"Siapa bilang? Ada atau gak adanya baby, aku tulus mencintaimu. Kita bisa punya anak lagi, lain waktu."
"Gara-gara Lintang, aku kehilangan calon bayi kita."
"Kenapa bisa begitu? Bukankah, kamu pamit ingin menjumpai managermu?" tanya Dewa beruntun.
"Aku memang hendak bertemu dengan Mariska, tetapi di cafe ada Lintang bersama dengan selingkuhannya."
"Selingkuhan yang mana?" alis Dewa bertaut, dengan kening mengerut.
"Dokter muda, yang datang ke pemakaman ibu" terang Haruna,mulai mempengaruhi pikiran Dewa.
"Masa sih? Setahu ku mereka itu bersahabat, kedekatan Lintang dengan Zian karena sering bertemu di RS."
"Jangan terlalu percaya Dewa, Lintang itu tak selugu penampilannya" ucap Haruna pelan. "Buktinya ia bisa memprovokasi pengunjung, supaya menghujat diri ku. Ia mengatakan bahwa aku pelakor, dan merebut mu darinya."
"Benarkah? Kurang ajar sekali Lintang, sudah di beri kemewahan oleh ibu ku, masih juga membuat mu celaka" hidung Dewa, kembang-kempis menahan amarah. Ia pasti akan membuat perhitungan dengan Lintang.
'Yes, kena kamu Lintang' Haruna bersorak dalam hati. Sebagai seorang pelakon, ia dengan mudah bisa memerankan tokoh seorang teraniaya. Ia memang merasa menyesal kehilangan bayinya, tetapi bila dengan cara ini ampuh, untuk mengusir Lintang dari hidup dan pikiran Dewa maka pengorbanannya amat sangat setimpal.
****
Hari itu setelah bertemu dengan Zian, Lintang kembali ke rumah hanya untuk membereskan pakaiannya saja. Rumah dalam keadaan sepi, yang terlihat hanya Pak Jaja yang sedang bermain kartu, di pos dengan suami Bik Inah. "Assalamualaikum, Pak" salam Lintang, pada dua paruh baya tersebut.
"Waalaikumsalam, Non Lintang baru pulang" sapa Pak Jaja hormat.
"Iya Pak. Kenapa lampu teras belum menyala, Pak?"
"Enggak tau, saya Non. Padahal Den Dewa ada di rumah, beliau baru saja datang."
"Ya udah ga pa-pa, saya masuk dulu Pak" pamit Lintang, sambil berjalan menuju rumah.
Ruang tamu dalam keadaan gelap, ketika Lintang membuka pintu. Ia berjalan ke arah saklar lampu, sembari meraba-raba dinding. "Cetrek" lampu menyala seketika, saat tangan Lintang menekan saklar.
Hampir ia menjerit, ketika matanya menangkap sosok Dewa sedang duduk sambil bersedekap.
"Darimana saja,kamu?" tanya Dewa, dengan suara lantang.
"Aku habis dari cafe, kak."
"Huh!" dengus Dewa keras. "Bertemu dengan selingkuhan mu, bukan" tebaknya asal.
"Jangan sembarangan menuduh, kak" ucap Lintang kesal. "Pasti Haruna, yang memberitahu kak Dewa.
"Iya. Dan karena mu, Haruna sekarang ada di klinik karena keguguran."
"Astaghfirullah, lalu gimana keadaan Haruna?" Lintang membekap mulutnya, karena terkejut.
"Hentikan sandiwara mu! Pasti kamu senang, mendengar Haruna keguguran" seru Dewa marah, ia lalu menghampiri Lintang. Di cengkeramnya tangan Lintang, untuk kemudian diremasnya dengan keras.
"Dengar Lintang Pertiwi, mulai detik ini kamu bukan istri ku lagi. Aku menalak mu dengan talak tiga, dan segera tinggalkan rumah malam ini juga" dengan satu tarikan nafas, Dewa mengucapkan kata talak untuk Lintang. "Dan satu lagi, seandainya kita bertemu jangan sapa atau anggap aku kakak mu. Hubungan kita hanya cukup sampai di sini, aku memutuskan ikatan persaudaraan kita."
"Deg!" jantung Lintang serasa berhenti bergetar, kalimat panjang yang di ucapkan Dewa, membuatnya limbung untuk sesaat. Lintang memegang pinggiran sofa, sebagai penyangga tubuhnya. Mendengar kata demi kata yang jelas dan nyaring di heningnya malam, hatinya hancur berkeping-keping. Walau pernah terucap kata pisah dari Dewa, tetapi mendengar langsung ikrar talak darinya seakan mendengar guntur di siang bolong.
Dewa segera beranjak dari tempat duduknya, ia tak sanggup menatap mata Lintang yang berkaca-kaca. Sungguh ia sebagai suami telah gagal mempertahankan biduk rumah tangganya, di tambah dengan posisi seorang kakak yang telah ditanggalkannya. Tentu amarah juga kesedihan, bercampur dalam hati Lintang. Sebelum berlalu, sekali lagi Dewa memandang sekilas wajah yang berlinang air mata.
****
yg ad hidupx sendirian nnt x