Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19 Sulit Menerima Semuanya
Saat Rania membuka matanya, ringisan langsung terdengar merasakan pusing di kepalanya. Ia menoleh melihat jam di dinding yang sudah menunjukan pukul empat sore, ternyata Ia lama juga tidur. Rania turun dari ranjang melihat keluar jendela yang langsung melihatkan ke halaman belakang.
"Ini mimpi, kan?" tanyanya seorang diri.
Ingin sekali tadi saat bangun Rania berada di rumah Neneknya, tapi tidak seperti yang Ia harapkan.
Ceklek!
Mendengar pintu kamarnya yang terbuka, membuat Rania terkejut dan langsung menoleh. Bukankah tadi Ia kunci? Kenapa bisa terbuka? Ternyata Candra yang masuk, membuat Rania dilanda rasa panik. Terlihat Candra pun yang terkejut melihat dirinya.
"Aku kira kamu tidur," ucap Candra sambil mengusap tengkuknya.
"Baru bangun," jawab Rania pelan. Tunggu, kenapa juga Ia malah menjawab? Seharusnya bersikap acuh.
Candra melangkah mendekat, membuat Rania semakin panik entah apa yang harus dilakukan. Tetapi saat Ia akan pergi, Candra menahan tangannya. Rania pun melepas cepat tangannya itu, rasanya enggan sekali disentuh. Hanya Rania tidak pergi, walau dengan mengalihkan pandangan.
"Aku akan ceritakan semuanya, kamu tolong dengar dulu ya," ucap Candra memohon, hanya ingin memperjelas semua karena khawatir perempuan itu semakin berprasangka buruk dengan dugaannya sendiri.
"Tapi benarkan kalau aku istri kedua kamu? Dan perempuan tadi itu, istri pertama kamu?" tanya Rania pahit.
Dengan berat hati, Candra pun mengangguk, "Iya."
Kedua mata Rania kembali berkaca-kaca, tapi Ia berusaha tidak menangis karena tidak mau Candra tahu betapa rapuhnya dirinya sekarang. Selain itu Rania juga ingin mendengar semua penjelasan Candra, pasti banyak yang ingin pria itu katakan, setidaknya Rania harus bertahan sebentar dan tidak cengeng.
"Aku dan Livia sudah menikah lima tahun," ucap Candra mulai menceritakan.
Rania langsung menatap Candra dengan terkejut, Ia sampai tidak bisa berkata-kata mengetahui fakta itu. Selama itu? Anehnya Rania tidak mendengar apapun berita mengenai Candra pernah menikah, mungkin orang desa pun sama sepertinya.
"Lalu kenapa kamu mau nikahin aku? Apa hanya karena kasihan sudah memperkosa aku dan sekarang aku hamil?" tanya Rania lirih.
"Awalnya begitu, tapi setelah aku pikirkan memang sepertinya menikahi kamu adalah hal yang tepat," jawab Candra jujur.
"Kenapa?"
"Ya karena aku memang harus bertanggung jawab Rania, apalagi kamu sampai hamil." Setelahnya Candra menghela nafas berat, emosinya sangat campur aduk sekarang. Candra harus tetap tenang agar masalah ini pun bisa jelas.
"Lalu bagaimana dengan istri pertama kamu itu? Kamu tidak memikirkan perasaan dia?" tanya Rania merasa aneh sendiri. Anehnya, kenapa Rania malah memikirkan perempuan itu? Lalu bagaimana dengan dirinya sendiri?
"Aku sudah meminta izin Livia, dan dia memberikan." Saat mengatakan itu, Candra terlihat tenang sekali.
"Apa?" tanya Rania tidak percaya, semudah itu?
"Sebelum menikah dengan kamu, aku tentu harus minta izin pada Livia. Dia memang sempat menolak, tapi aku ingin bertanggung jawab dan tidak lari dari kesalahan aku itu," lanjut Candra.
Kepala Rania menggeleng, "Gak mungkin istri pertama kamu itu memberikan izin dengan semudah itu."
Merelakan suami menikah lagi itu pasti sangat berat, bahkan walau hanya ada main api saja sudah tidak terima, apalagi sampai menikah kedua kali. Tetapi Rania mencoba mengingat lagi reaksi Livia yang santai saat bertemu dengannya di kolam tadi, membuatnya semakin bertanya-tanya. Apakah benar Livia memberikan izin?
"Kenapa kamu gak cerita ini dari awal? Kamu bohongi aku dan semua orang," tanya Rania pilu. Mungkin Candra menduga dirinya orang kampung, jadi mudah dibohong-bohongi. Sakit sekali jika benar begitu, padahal Rania tidak selemah itu.
"Maaf Rania, tapi pernikahan kita tetap sah kok," ucap Candra enteng.
"Kalau aku tahu kamu sudah punya istri, aku.. Aku gak mau," geleng Rania.
"Apa maksud kamu Rania? Lalu bagaimana dengan bayi itu?"
Sebelah tangan Rania terulur menyentuh perutnya, "Aku bisa menjaga dia sendiri," jawabnya. Ya mungkin Rania akan merawatnya sendiri saja, sungguh Ia tidak mau sekali menjadi madu dari suami orang lain.
"Jangan bercanda, aku gak akan biarin," dengus Candra tidak terima, tatapannya pun menjadi tajam.
"Apa?"
"Itu anak aku juga, tentu dia harus tahu siapa Papanya. Aku juga ingin ikut merawat dan membesarkan dia. Masa saja aku biarkan kalian hidup serba kekurangan, sedangkan aku hidup mewah di sini." Suara Candra terdengar lebih tinggi karena emosinya terpancing saat Rania mengatakan akan merawat sendiri.
"Tidak apa, walaupun aku orang biasa tapi aku akan berikan apapun untuk bayi ini. Dari pada dengan kamu, kan? Mungkin kami akan tertekan." Rania tersenyum miris baru menyadari hal itu, entah bagaimana masa depannya.
Candra merasa tertohok mendengar itu, seolah Ia diberitahu sebuah kenyataan jika kebahagiaan bukan hanya tentang kekayaan saja, tapi juga keluarga yang harmonis. Candra mencoba tetap bersabar, Ia harus bisa meluluhkan hati Rania. Memang sangat sulit, tapi Candra tahu Rania tidaklah sekeras kepala itu.
"Tapi tetap saja aku yang harusnya bertanggung jawab, kalau tidak mungkin dosa aku semakin besar." Candra belum mau kalah dan masih membujuk Rania.
"Kamu juga berdosa karena membohongi aku Candra," balas Rania dengan tatapan getirnya, bibirnya sampai bergetar menahan tangisan.
Saat Rania menyebut namanya langsung, membuat Candra tersentak merasa Rania sedikit lebih berani. Tetapi Candra tahu jika perempuan itu hanya sedang emosional, Candra dapat memaklumi nya.
"Sekali lagi maaf Rania, saya tahu saya salah karena tidak mengatakan ini dari awal," ucap Candra lagi meminta maaf.
Rania menghapus sekilas air matanya yang sedikit menetes, Ia sudah berusaha tetap kuat sekarang, tapi tetap saja cengeng. Ingin sekali Rania mengamuk melampiaskan semua kekesalan dan amarahnya pada Candra. Tetapi Rania juga merasa lelah secara batin dan fisik. Rania tidak tahu harus bersikap bagaimana lagi, kenyataan ini terlalu berat untuk bisa Ia terima.
"Aku mau pulang," ucap Rania pelan. Kepalanya menunduk menyembunyikan wajahnya yang kusut.
"Pulang kemana? Di sini kan rumah kamu," tanya Canda bingung, perasaannya mulai tidak enak.
"Enggak, aku gak mau di sini. Aku mau pulang aja ke desa lagi, aku gak betah di sini." Rania menggeleng sambil memohon ingin dipulangkan. Ia memang baru pindah dan merasa nyaman, tapi saat mengetahui fakta ini membuatnya langsung merasa mundur tidak kuat menjalani lagi.
"Jangan bercanda Rania, kamu gak akan pergi dari sini!" tegas Candra dengan kedua tangan terkepal.
"Kenapa gak bisa? Lepasin aku, cerain aku."
"Rania!" bentak Candra tanpa sadar sanking terkejutnya dengan perkataan perempuan itu.
Kali ini Rania tidak bisa menahan tangisannya lagi, apalagi saat mendengar bentakan dari Candra. Ia terlalu sakit hati mengetahui fakta ini, tidak bisa menerima saja sudah dibohongi sebesar ini oleh laki-laki yang sudah Ia berikan kesempatan. Kepercayaannya pada Candra pun mulai ragu lagi, mau berapa kali pria itu mengecewakannya?
"Rania jangan bicara begitu, aku mohon," ucap Candra frustasi sendiri, suaranya sudah melemah lagi karena sadar tadi terlalu berlebihan. Melihat Rania yang menangis begitu, membuat Candra tidak enak hati.
"Hiks tapi aku gak mau begini, aku gak bisa," isak Rania sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.
"Kenapa gak bisa?" tanya Candra bodoh.
"Aku gak mau jadi orang ketiga di pernikahan orang lain," lirih Rania.
Kernyitan terlihat di kening Candra, "Apa maksud kamu? Kamu bukan orang ketiga di sini Rania," jelasnya.
"Aku orang ketiga, aku sudah masuk dalam pernikahan orang lain hiks!" Itulah yang Rania duga, Ia merasa bersalah dan berdosa.
Tatapan Candra menjadi sendu melihat Rania yang malah menyalahkan dirinya sendiri. Candra pun langsung membawa perempuan itu ke pelukannya, matanya terpejam dan bisa merasakan denyutan sakit di dadanya. "Aku yang salah Rania, bukan kamu. Maafin aku Rania."
Merasakan tubuh perempuan itu melemah dan hampir jatuh, membuat Candra terkejut. Untung saja Ia menahannya, karena kalau tidak Rania akan jatuh ke lantai. Candra menepuk-nepuk pipi Rania, tapi tidak ada tanggapan. Ia pun menggendongnya dan memindahkannya ke ranjang.
"Ya ampun Rania, kamu kenapa?" tanya Candra dilanda rasa cemas. Rambutnya sampai Ia remas merasa bingung sendiri.
Pria itu segera keluar kamar, tapi terkejut karena ada Livia tepat di depan pintu. Sejak kapan istrinya itu di sana?
"Ngapain kamu?" tanya Candra.
"Cuma denger sedikit," jawab Livia acuh, "Aku mau pamit pergi ke Yogyakarta, mungkin di sana sekitar tiga harian."
"Hm hati-hati." Hanya itu yang Candra katakan karena sedang buru-buru.
"Aku akan baik-baik saja, aku kan wanita kuat," ucapnya ditekan di akhir kata. Seperti sebuah sindiran untuk Candra yang tidak peka.
Setelah kepergian istrinya itu, Candra segera menghubungi dokter pribadi keluarganya untuk datang ke rumah. Ia juga mengatakan jika pasien kali ini sedang hamil, jadi mereka bisa membawa obat yang tepat.