"Ingat Queensha. Aku menikahimu hanya demi Aurora. Jadi jangan pernah bermimpi jika kamu akan menjadi ratu di rumah ini!" ~ Ghani.
Queensha Azura tidak pernah menyangka jika malam itu kesuciannya akan direnggut secara paksa oleh pria brengsek yang merupakan salah satu pelanggannya. Bertubi-tubi kemalangan menimpa wanita itu hingga puncaknya adalah saat ia harus menikah dengan Ghani, pria yang tidak pernah dicintainya. Pernikahan itu terjadi demi Aurora.
Lalu, bagaimana kisah rumah tangga Queensha dan Ghani? Akankah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan
Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Ghani merentangkan tangannya agar merasa lebih baik, banyaknya pekerjaan membuat pegal merasuki persendian terutama pada bagian tangan.
Dasi yang semula terpasang rapih di lehernya kini sudah melonggar. Juga lengan kemeja yang sudah digulung sampai ke siku.
Ghani beranjak dari tempat duduknya, berjalan dengan gontai keluar dari ruang kerjanya. Dengan wajah kusut, dia masuk ke dalam kamar sang putri, Aurora.
Gelap langsung menyapa tatkala dia membuka pintu, lampu dimatikan rupanya. Gegas dia menyusuri saklar kamar dengan tangan dan langsung menekannya saat sudah ditemukan.
Ghani tersenyum setelah melihat Aurora tertidur dengan lelap, tujuannya ke kamar sang putri memang untuk memastikan keadaan gadis kecil itu.
Perlahan, Ghani mendekat ke arah kasur, menatap wajah damai Aurora dengan penuh cinta. Kemudian, mengecup kening putrinya dengan penuh kasih sayang.
“Tidurlah, Sayang.” Ghani berbisik di telinga Aurora, membuat gadis kecil itu menggeliat dan membuka mata. Sontak hal itu membuatnya sedikit terkesiap. “Nak, kenapa bangun? Papa mengejutkanmu?”
Aurora tersenyum, menggeleng. “Enggak, Pa. Aurora terbangun karena bermimpi.”
Tertarik dengan perkataan putrinya, Ghani memutuskan untuk duduk di tapi ranjang. “Mimpi? Mimpi apa, Nak?”
“Tadi aku lihat Mama Queensha berantem, terus bangun deh.”
Dahi Ghani berkerut mendengar penjelasan putrinya. Pernyataan itu seperti yang terjadi siang ini. “Tunggu, memangnya hari ini Mama Queensha kenapa? Kok, kamu bisa mimpi seperti itu?”
Aurora tampak berpikir, gadis kecil itu seperti mengingat sesuatu. “Mungkin karena tadi lihat Mama Queensha berantem di sekolah.”
Helaan napas kasar langsung keluar dari mulut Ghani. “Benar ternyata, wanita kampungan itu berbuat onar tepat di depan Aurora. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana malunya Aurora di sana,” gumamnya, berpikir buruk tentang sang istri.
“Tadi Mama berantem karena Tante Anne jahat sama Mama Queensha, Pa.” Aurora langsung memasang wajah murung setelah mengatakan hal itu.
Suara parau bekas tidur Aurora kembali menyita perhatian Ghani. “Maksud kamu?”
“Tadi, Tante Anne itu jelek-jelekin Mama sama Nenek, di depan semua orang. Terus bentak Mama juga. Makanya Mama marah, terus langsung berantem deh." Aurora menceritakannya dengan singkat, tetapi mampu membuat Ghani merasakan lemas seluruh tubuh mendengar pernyataan itu.
“Sebentar, maksud kamu ... Nenek?” Ghani masih mencoba menerka, otaknya belum bisa menerima pernyataan itu sepenuhnya ternyata.
“Iya, Nenek. Mama dari Mama Queensha. Aku dengar katanya Mamanya Mama Queensha udah meninggal.”
Kembali ditampar dengan pernyataan gadis kecil itu, Ghani semakin merasa tak berdaya. Dia paham yang dimaksud nenek itu adalah ibu kandung Queensha. Karena wanita itu pernah bercerita jika ibu yang telah melahirkannya sudah tiada.
“Apa saja yang mereka katakan saat bertengkar dengan Mama?” tanya Ghani, mengorek informasi lebih dalam dari putrinya.
“Banyak, Pa. Intinya, mereka terus ngejelekin Nenek. Berkali-kali bahkan sampai Mama marah besar.” Aurora menjelaskan dengan wajah polosnya, berbeda dengan Ghani yang mendengarkan sejak tadi hatinya begitu merasa bersalah pada sang istri.
Dia sudah salah paham dengan Queensha. Harusnya, dia mendengarkan lebih dulu penjelasan wanita itu sebelum mengambil kesimpulan.
Ibu kandung Queensha dihina habis-habisan dan dia malah menyalahkan wanita itu, memarahi bahkan menghinanya lagi. Keterlaluan sekali.
“Astagaaa ...,” gumam Ghani, membayangkan bagaimana sakit hatinya di posisi Queensha, lalu dia melirik Aurora. “Nak, kamu tidur lagi, ya. Papa masih ada pekerjaan.”
Aurora mengangguk paham. “Iya, Pa.”
“Papa matikan lampunya lagi, ya? Maafkan papa sudah mengganggumu,” kata Ghani yang langsung diangguki oleh putrinya disertai senyuman.
Lantas, pria tampan berwajah oriental kembali mengecup kening putrinya dan mematikan lampu kemudian keluar dari kamar Aurora dengan raut tak bersahabat.
Ghani mendadak teringat akan nasihat Rayyan, jika dia tidak boleh menyakiti hati wanita. Senantiasa harus menjaga perasaan istrinya, Queensha. Namun, hari ini dia malah melakukan hal itu.
Jauh dalam lubuk hati Ghani, dia menyesal karena telah menambah rasa sakit hati Queensha dengan perkataan yang pasti sangat menyakiti istrinya itu.
Dia berpikir untuk mencari di mana keberadaan wanita itu. Lantas, dia mengedarkan pandangan dan melihat seorang wanita yang menjadi pengurus kebersihan di rumah ini.
“Mbak Tina," panggil Ghani dengan raut yang kusut, lelah, dan khawatir.
Wanita itu menoleh dan langsung menunduk. “Iya, Den. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Tina dengan hati-hati.
“Kamu tahu, di mana Ibu Queensha?” tanya Ghani, dengan mata terus mengedar. Menebak di mana kiranya wanita itu berada.
“Oh, tadi Mbak Queensha meminta saya untuk menyiapkan tempat tidur di ruang tamu, Pak. Beliau istirahat di sana. Dan katanya ... Mbak Queensha sedang tidak ingin diganggu siapapun. Ingin menenangkan diri sampai besok pagi.”
Ghani terkesiap mendengar penjelasan itu. “Lalu, bagaimana dengan Aurora anak saya? Siapa yang akan mengurusnya?”
“Untuk urusan Neng Rora, sudah diserahkan pada Ijah untuk sementara ini, Pak. Karena besok pagi juga hari libur, jadi Mbak Queensha ingin istirahat di sana katanya.” Tina menjelaskan apa adanya, sesuai dengan yang diperintahkan Queensha sebelum wanita itu masuk ke dalam kamar tamu.
Ghani bergeming, lelaki itu tidak tahu harus berkomentar apa. Memang ini karena kesalahannya juga, tidak mau mendengarkan penjelasan dan malah langsung menghina Queensha dengan seenak hati. Kini, wanita itu hanya ingin menyendiri.
“Ya sudah, kamu boleh pergi istirahat.” Ghani memerintahkan wanita di depannya untuk pergi, Tina mengangguk menuruti.
Kini, pikiran Ghani sedang kalut. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Tidak ingin terlalu larut memikirkan hak ini, dia memutuskan ke kamar dan istirahat. Apa pun keadaanya, dia harus tetap kerja esok.
***
Mentari telah menyapa, membangunkan para manusia dari tidur lelapnya. Kini, sepasang ayah dan anak itu tengah sarapan bersama. Hanya ada Ghani dan Aurora di meja makan saat ini.
Arumi berpamitan untuk keluar pagi sekali karena ada urusan, sedangkan Queensha masih belum hadir walau jam sudah menunjukan pukul tujuh pagi.
Ghani merasa kehilangan, karena biasanya yang akan menyajikan makanan adalah istrinya, Queensha. Namun, kini wanita itu tidak hadir kali ini. Membuat hatinya merasa sepi. Ada apa dengan dirinya?
Pagi ini begitu terasa berbeda. Hanya ada mbak Ijah yang menyajikan makanan dan mengurus segala keperluan sarapan Aurora. Biasanya yang melakukan itu Queensha.
Semakin memikirkan, Ghani semakin merasa tidak enak hati. Dia memutuskan untuk menyudahi sarapan kali ini dan pergi ke kamar tamu.
Dengan langkah penuh percaya diri, dia ingin mengutarakan permintaan maaf pada istrinya. Dia sadar, sikapnya kemarin sangat keterlaluan.
Akan tetapi, pada saat sampai di depan pintu kamar tamu dan berniat mengetuk pintu, lidah Ghani mendadak menjadi kelu. Dia berbalik badan dan menghela napas dengan kasar, lalu melangkah tanpa menuntaskan niatnya. Dia merasa gengsi untuk meminta maaf lebih dulu.
"Aah ... nanti juga baikan sendiri," ucap Ghani.
...***...
😂😂😂
Bahkan lulu sampai memperingati ghani harus menjaga queensha 🤔