Alana Jovanka (25), perempuan yang dikhianati oleh kekasih dan sahabatnya. Pengkhianatan dan hinaan yang ia terima, membuatnya nekat membalaskan dendam dengan cara menikahi pria yang kaya raya. Alana akhirnya sepakat menjalani proses pernikahan kontrak dengan Dave Dirgantara yang sedang mencari istri sementara demi menggagalkan perjodohan yang diatur orang tuanya, dengan sebuah kesepakatan tidak akan ada cinta diantara keduanya.
Sayangnya, semua tak semudah yang Alana kira. Setelah pernikahannya dengan Dave, semakin banyak masalah yang menimpanya, yang berdampak pada hubungannya dengan Dave. Kala orang-orang terdekat Dave mulai mengusiknya, berusaha memisahkan keduanya. Lantas akankah perpisahan menjadi jalan terbaik bagi keduanya? Persaingan bisnis akan menjadi bumbu intrik dalam novel ini.
Simak ceritanya, jangan lupa masukan ke rak biar gak ketinggalan update.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arsyazzahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Firasat
Mobil Pajero milik Dave membelah jalanan padat ibu kota. Malam Minggu pukul delapan malam, jalanan kota tampak tersendat macet, akibat curah hujan yang cukup deras mengguyurnya sejak sore hari. Kini ketika hujan telah reda tampak kendaraan memadati lalu lintas, hingga membuat kemacetan cukup panjang.
"Zain, apa tidak ada jalan pintas?" tanya Dave seraya mengalihkan pandangannya dari iPad di tangannya sesaat.
"Mohon maaf tuan. Kalaupun ada kita juga sudah tidak bisa bergerak mundur," jawab Zain sambil menatap ke arah spion di mana tampak dibelakangnya pun tampak penuh.
Alana masih terdiam, duduk di kursi sebelah Dave. Namun, pandangannya mengarah ke luar di mana gerimis masih mengalir. Cuaca dan lalu lintas yang macet saat itu kembali membuka kenangan pahit untuknya. Ia masih ingat kala dirinya berjuang melajukan motornya ke apartemen Edo, demi memberikan sebuah kejutan ulang tahun. Namun, bukan Edo yang terkejut justru dirinya yang mendapatkan kejutan yang jauh lebih menyakitkan. Kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya dekatnya sendiri, bahkan sampai saling bercumbu mesra. Bukan hanya itu yang membuat Alana merasa sakit, perkataan Tisa yang begitu menggores hatinya. Kala perempuan itu mengatakan tidak akan ada lelaki yang mau dengannya karena ibunya mempunyai penyakit gangguan jiwa. Mengingat hal itu, Alana menjadi tak sabar untuk menunjukkan pada Tisa. Jika ini ia bisa mempunyai lelaki yang jauh lebih tampan, dan mapan dari Edo. Meskipun semua hanyalah sebatas pernikahan kontrak, apapun itu yang pasti ia bisa membalas dendam pada perempuan itu, hingga membuat hatinya terasa puas. Kini Alana mengepalkan kedua tangannya geram.
Dave mematikan iPadnya menyimpannya, kemudian menoleh ke arah Alana yang sejak tadi terus memandang ke arah luar. Saat ia ingin membuka mulutnya, matanya tertuju pada tangan Alana yang nampak terkepal di atas kursi. Lelaki itu menduga ada sesuatu yang tengah perempuan itu pikirkan, hingga membuat hatinya merasa marah.
"Apakah pemandangan di luar jauh lebih indah, Alana?" tanya Dave memecah lamunan Alana.
Alana tersentak kemudian menoleh ke arah Dave. "Emm itu. Aku hanya tengah melihat kemacetan di luar. Tampaknya hujannya kembali deras," kilah Alana berusaha bersikap biasa.
Dave mengangguk, padahal ia tahu perempuan itu tengah berdusta. "Oh aku pikir kau tengah melamun kan mantanmu," tebak Dave kemudian. "Barangkali kau mempunyai kenangan manis dengannya di saat cuaca hujan seperti ini," sambungnya.
Zain sesekali akan melirik ke belakang lewat spion mobil miliknya. Menyimak obrolan keduanya.
Alana tersenyum mendengarnya. "Untuk apa? Bahkan seribu kenangan manis pun akan ikut lenyap, bila mana orang yang kita sayangi pun menciptakan kenangan yang buruk," sahut Alana memukul telak Dave. Entahlah ia mendadak tidak suka bila Dave terlalu mengungkit masa lalunya, padahal ia sendiri tengah berjuang melupakannya.
"Aku paham," sahut Dave.
Alana mengipas-ngipaskan tangannya di sisi wajahnya.
"Apakah terasa panas?" tanya Dave.
Alana mengangguk. "Sedikit. Aku merasa sedikit gerah."
Dave kemudian bergerak menambah suhu AC dalam mobilnya. Mobil tampak bergerak lambat.
"Sepertinya alam pun tidak merestui kita ke mansion utama," kata Dave.
"Tapi, Tuan Jonas sudah menelpon terus. Katanya semua orang sudah berkumpul Tuan," jawab Zain. Yang memang sejak tadi menggunakan earphone di telinganya, guna menjawab panggilan secara otomatis.
"Baguslah. Karena itulah yang aku inginkan!" ujar Dave santai.
"Tuan, anda yakin?" tanya Zain lagi.
"Tentu saja!" sahutnya seraya menoleh ke arah Alana yang nampak acuh tak mengerti dengan obrolan keduanya. "Kau siap kan Alana?"
"Iya Dave. Aku udah siap dari tadi." Alana menjawab seraya mendaratkan punggungnya di kursi.
Dave mengangguk, sejenak menatap penampilan Alana yang malam ini tampak memukau dengan gaun hitam yang lentur, mengikuti postur tubuhnya.
Mobil memasukkan area pekarangan yang cukup sepi, menuju mansion utama. Tidak ada rumah penduduk di sana, sepanjang jalan hanya terisi pohon cemara yang hanya tersorot temeram lampu.
Beberapa saat tampak mobil berhenti tepat di pintu gerbang berwarna hitam yang menjulang begitu tinggi. Setelah melakukan pemeriksaan, mobil baru kembali diperbolehkan masuk.
Jarak dari pintu gerbang menuju halaman depan pun tampaknya terasa begitu jauh. Alana sampai heran, ia pikir jika ia di minta untuk tinggal di sana, pasti akan cepat kurus membayangkan harus jalan kaki dari gerbang menuju mansion.
Tiba di depan, Alana kembali menatap takjub pada bangunan megah yang Dave katakan sebagai mansion utama. Namun, bagi Alana itu seperti sebuah istana. Tampak penjaga berjejeran, dan delapan pilar tinggi menghiasi depan bangunan itu.
"Kau gugup Alana?" tanya Dave ketika sudah turun dari mobil.
Perempuan itu menolehkan ke arah Dave, dan mengangguk. "Iya. Kita balik aja ya. Aku tiba-tiba jadi insecure, perasaan aku tidak enak," ujar Alana.
semoga sukses ya thor .