Aku menyukaimu! Tapi, Aku tahu Aku tak cukup pantas untukmu!
Cinta satu malam yang terjadi antara dia dan sahabatnya, membawanya pada kisah cinta yang rumit. Khanza harus mengubur perasaannya dalam-dalam karena Nicholas sudah memiliki seseorang dalam hatinya, dia memilih membantu Nicholas mendapatkan cinta sang gadis pujaannya.
Mampukah Khanza merelakan Nicholas bersama gadis yang di cintai nya? Atau dia akan berjuang demi hatinya sendiri?
Ayo ikuti kisah romansa mereka di sini! Di Oh My Savior
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 : Keluarga harmonis
Sialan, harusnya Nic memaksa ingin mengantarku kan, mengapa dia malah memilih bersama gadis itu,' gerutu Cherry dalam hati.
"Nona, kita akan pergi kemana sekarang? Hari ini anda tak memiliki agenda apa pun." Ucap sang asisten sembari melirik Cherry dari kaca spion.
"Pulang saja!" Jawab Cherry ketus. Sang asisten pun mengangguk patuh. Dering telpon membuat Cherry seketika menunjukan ekspresi wajah tegang.
"Ha-halo Tuan," ucap Cherry dengan suara tergagap.
[Bagaimana kabarmu sayang?] Tanya sang penelpon dari sebarang sana.
"A-aku baik Tuan," jawab Cherry tampak keringat dingin mulai membanjiri pelipisnya.
[Oh, baguslah. Jaga dirimu jangan sampai terluka, kau adalah asetku sayang.] Ujarnya lagi, Cherry nampak mengepalkan tangannya.
"Tentu Tuan, aku akan menjaga diri dengan baik." Cherry berusaha bersikap biasa agar sang penelpon tak menyadarinya.
[Ingat tugasmu, lakukan dengan baik.] Suaranya terdengar tegas berbeda dari sebelumnya.
"Ba-baik Tuan!" Setelah itu Ia pun mengakhiri sambungan telponnya. Tubuh Cherry nampak menggelepar, napasnya terengah-engah seolah dia telah lari ribuan meter.
"Nona," Dia nampak menunjukan wajah khawatirnya.
"Tak apa David, aku baik-baik saja." Cherry menghela napas menetralkan kembali keadaan. David pun mengangguk tanda dia mengerti, namun tetap saja dia merasa khawatir pada Cherry, namun dia harus tetap bersikap profesional Cherry adalah atasannya dia harus bersikap sebagaimana mestinya.
"David, jangan memandangku dengan cara seperti itu, aku tahu kau merasa kasihan padaku," ucap Cherry sembari melempar pandang keluar jendela.
"A-apa yang anda katakan Nona, aku tidak berpikir begitu," David berdalih.
Hmph, Cherry mendengus seberapa pun David berdalih Cherry masih dapat melihat dari cara David memandangnya, hubungan mereka tidak seperti yang terlihat oleh orang-orang, "David, kita sudah berteman sejak lama, jadi berhentilah mengasihani ku."
"Aku tidak mengasihanimu, justru aku kagum padamu." David membantah.
"Hmph, rasa kagummu itu buanglah jauh-jauh, kau tahu benar siapa diriku." Cherry mendengus sembari tertawa pelan, dia seolah menertawakan dirinya sendiri.
"Tapi aku--," ucapan David seketika terhenti saat Cherry mengangkat tangannya tanda menyuruh David untuk diam, dia sudah malas membahas sesuatu yang seharusnya tak perlu di bahas.
***
Khanza dan Nic mengantar Arra pulang ke rumahnya, Khanza dan Nic pun singgah sebentar untuk bertemu Daren dan Anna.
"Nic, Khanza, kemarilah!" Daren nampak tersenyum senang menemui dua orang yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri.
Khanza dan Nic pun memeluk Daren sekilas, itu yang sering mereka lakukan saat mereka bertemu, "bagaimana kabarmu Nak?" Daren menepuk pundak Nic dan menatap wajah tampan tersebut, anak yang dulu Ia besarkan kini telah menjelma menjadi pria rupawan.
"Aku baik Papi." Nic tersenyum.
"Dan si cantik Khanza, apa kabarmu Nak? Lama gak ketemu kamu makin cantik aja, gimana hubungan kalian?" Tanya Daren tiba-tiba membuat Khanza tak bisa berkata-kata.
"Papi kami hanya berteman, lagi pula aku sudah punya pacar sekarang." Jawab Nic.
Daren melirik Khanza meminta jawaban lewat tatapan mata, Khanza hanya diam sambil menatap ke arah lain, "wow kau hebat juga, gadis beruntung mana yang mampu menarik perhatianmu?" Daren nampak tertarik.
"Papi ingat dengan gadis asuhannya tetangga kami dulu?" Daren nampak berpikir menjelajahi ingatannya yang tertimbun lama.
"Ya, ya aku ingat, gadis berambut panjang yang sering mengekorimu itu kan, siapa namanya?"
"Cherry!"
"Ya, ya itu dia Cherry. Kapan kalian bertemu lagi? Bukankah dia pindah keluar negri kan?" Tanya Daren lagi.
"Satu bulan yang lalu, dia sekarang jadi model iklan perusahan kami."
"Oh, dia jadi model sekarang." Daren menganguk-anggukan kepalanya.
Anna datang sembari menggendong si kecil Jade di pangkuannya, dia nampak baru bangun tidur.
"Hay Jade apa kabar?" Khanza menghampiri Jade yang masih nampak lesu di pangkuan Anna.
"Aku baik Kakak," ucap Jade dengan suara cadel khas anak kecil usia tiga tahun.
"Sini Kakak gendong!" Jade pun beralih ke pangkuan Khanza dan menelusupkan diri membawa dirinya senyaman mungkin. Arra datang selepas mengganti pakaian di susul seseorang dari belakang.
"Hey kau!" Pekik Nic nampak terkejut, Nic memang belum tahu jika Darius adalah sepupunya Arra.
"Ah, Nic dia adalah Darius keponakan Papi, dia sepupunya Arra." Daren memperkenalkan mereka, Nic nampak terkejut namun tidak dengan Khanza karena dia sudah mengetahuinya dia malah asik melayani celotehan si kecil Jade.
"Khanza kamu sudah tahu kalau dia keponakan Papi?" Tanya Nic heran karena Khanza tak nampak terkejut sama sekali.
"Ya aku sudah tahu," jawab Khanza acuh dia masih asik bermain dengan Jade.
Setelah perkenalan selesai, mereka pun makan malam bersama, suasana di ramaikan oleh Kakak beradik yang selalu saja ribut, Arra meski dia sudah dewasa sikapnya masih seperti anak kecil manja dan tak mau mengalah pada Jade adiknya membuat Anna memarahinya karena kesal.
"Haish kalian," Daren menghela napas menanggapi keributan yang di buat Arra dan juga Jade, "Anna kau jangan terlalu keras pada Arra," tegur Daren.
"Sayang, itulah mengapa sikap Arra masih saja kekanak-kanakan karena kau selalu saja memanjakannya, dia sudah dewasa sekarang sikapnya itu terlalu berlebihan, dia bahkan selalu bertengkar dengan Jade yang masih kecil." Keluh Anna.
"Ya sudahlah, terserah padamu Nyonya, kau ratunya." Ujar Daren tak ingin berdebat.
Setelah Anna melahirkan Arabella cintanya tumbuh seiring berjalannya waktu, hingga kini mereka mendapatkan putra kedua mereka.
"Nic menginap lah disini malam ini, jarang-jarang kalian datang kemari, lagi pula ini sudah malam." Ujar Daren.
"Daren benar Nic, menginap lah, entah kapan kalian datang lagi kemari." Timpal Anna, sedang Darius dia hanya duduk sembari menyimak perbincangan orang-orang di hadapannya.
"Baiklah, Tante!" Nic pun setuju dan otomatis Khanza pun memilih kata yang sama.
Selepas mengganti pakaian dengan pakaian santai yang di sediakan Anna mereka duduk di ruang keluarga sembari memakan camilan yang telah di sediakan. Nic tengah asik bercanda dengan si kecil Jade, sedang Arra dia tengah merengek pada Daren karena ingin membeli tiket konser boy band favoritnya dan Anna tentu saja sedang menceramahi putrinya dengan berbagai petuah khas Ibu-ibu.
"Keluarga ini sangat menyenangkan bukan?" Ucap Darius tiba-tiba membuat Khanza langsung menoleh.
"Ya, mereka terlihat sangat harmonis. Dibalik kemarahan Tante Anna dia sangat menyayangi Arra dan sikap penyayang Om Daren melengkapinya." Khanza membenarkan.
"Bagaimana dengan keluargamu?" Tanya Darius tiba-tiba.
Khanza tersenyum miris, mengingat fakta seperti apa keadaan keluarganya, dia terlahir dari seorang wanita pelakor membuatnya di benci dari pihak mana pun.
"Emh, aku tak punya keluarga. Keluarga ku sekarang adalah keluarga Nic," Darius nampak tertegun, dia merasa bersalah atas pertanyaannya.
"Ma-maaf, aku tidak tahu hal itu."
"Tak apa, santai saja." Khanza mengulas senyum manis di bibirnya.
"Lalu kau sendiri, seperti apa keluargamu?" Tanya Khanza, sebetulnya dia sudah tahu sedikit tentang Darius dari Arra tadi siang.
"Keluargaku baik, tapi tidak sehangat keluarga Om Daren." Ujaranya, nampak raut kesedihan di wajahnya, namun nampaknya Darius enggan mengatakan apa pun.
"Oh ya, siapa wanita yang bersamamu tadi?" Khanza baru ingat tentang pertemuan tak di sengajanya dengan Darius di restoran tadi.