Follow Ig @ rii-ena
Cerita ini mengkisahkan tentang Firda, seorang mahasiswi tingkat satu yang dengan iseng menggagalkan pernikahan Bujang.
Pria dewasa yang dijuluki si bujang lapuk.
Tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Firda yang menyebabkan pernikahan dirinya yang gagal, Bujang membalas permainan yang Firda buat dengan menikahinya malam itu juga.
Bagaimana pernikahan yang mereka jalani selanjutnya? Apakah Firda akan menyerah dan bercerai dengan Bujang yang katanya sudah aki-aki atau justru malah Firda jadi jatuh cinta.
Lalu Bujang sendiri? Masihkah dendam pada Firda karena sudah mengacaukan pernikahannya atau justru bersyukur? ikuti terus cerita mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Cuma Di Gigit Nyamuk
"Waalaikumussalam," jawab Bujang sambil membuka pintu rumah.
Umi menatap wajah Bujang yang sedikit keruh dengan dahi berkerut.
"Semua sudah oke kan, Mi?" tanya Bujang sembari mengambil tentengan dari tangan Umi.
Bujang tidak tahu apa isinya, tapi sepertinya yang berhubungan dengan perlengkapan untuk acara resepsi pernikahan dirinya dengan Firda.
"Sudah, kedua adikmu juga ikut mempersiapkannya. Kamu tenang saja! Kali ini Umi, Hana dan Faiza lebih semangat, karena Insya Allah tidak gagal lagi. Lah wong dia sudah jadi istrimu, ini kan cuma resepsinya saja."
"Umi pasti capek, sini aku pijitin!" Bujang hendak mengambil tangan Uminya tapi Umi menolak.
"Umi mau mandi saja, Mish. Bentar lagi magrib. Capek sedikit nggak apa-apa, asal kamu bisa segera bahagia itu sudah cukup bagi Umi dan Abah."
"Aku bahagia, Mi, apa Umi kira karena aku terlambat bertemu jodohku terus aku kelihatan seperti orang stress? Kayaknya iya sih." Bujang terkekeh.
Umi juga ikut tertawa sambil berjalan masuk ke dalam kamar.
"Abah dan Umi mengganggu kamu ya, Mish? Maaf, tahu gitu Abah menginap saja di rumah Faiza atau Hana."ucap Abah sembari minum air putih dalam wadah yang terbuat dari stainless ukuran jumbo, yang selalu ada di atas meja makan. Wadah tempat air minum khusus untuk dan milik Abah.
Wajah Bujang langsung memerah, dia sangat tahu kemana arah pembicaraan Abahnya. Melihat perubahan wajah anak sulungnya Abah terkekeh.
"Sabar Mish! Sebentar lagi magrib, tanggung kan?" goda Abah masih tertawa kecil lalu ikut melangkah ke dalam kamar menyusul Umi.
"Abaaah...." panggil Bujang semakin malu, dia hanya bisa mengusap belakang kepalanya yang terasa dingin.
Abah kayak nggak pernah muda saja.
Bujang juga kembali masuk ke dalam kamarnya sendiri. Dilihatnya Firda menelungkup diatas ranjang memainkan ponselnya, Bujang semakin resah. Posisi Firda membuat Bujang semakin sakit kepala, dia buru-buru masuk ke dalam kamar mandi untuk berwudhu.
Lebih baik ngobrol dengan pak takmir dari pada di dalam, godaannya semakin berat.
"Bang, kok cepat sekali berangkat ke masjidnya? Baru juga jam berapa? Belum ada tuh rekaman mengaji yang di putar."
Firda sudah duduk manis menatap Bujang dengan tampilan baju Koko dan bawahan memakai kain sarung.
"Nggak apa-apa, lebih cepat kan lebih baik. Daripada terlambat?"
"Iya tapi mau ngapain? Abang belum menjelaskan padaku perihal banyaknya bercak kemerahan di dada dan di perutku, kalau masih ditunda-tunda aku tanya sama Umi, nih!" ancam Firda.
"Tapi Abang udah Wudhu, Fir, kuatir batal, bisa jadi mandi lagi."
"Apa hubungannya?"
Bujang akhirnya ikut duduk di sebelah Firda, menatap lekat-lekat sosok yang beberapa hari ini membuatnya sakit kepala.
"Kamu benar-benar nggak tahu?"
Firda menggeleng.
"Sudah pernah pacaran?"
Firda menggeleng lagi.
"Ya, sudah, kalau begitu pejamkan matamu!" perintah Bujang.
Sebenarnya dia sendiri sudah deg-degan. Baru kali ini hendak melakukannya saat Firda dalam keadaan sadar, bagaimana kalau Firda marah! Tapi Firda yang terus mendesaknya, sementara dianya juga sangat ingin. Jadi gimana dong?
"Untuk apa?"
"Sudah tutup saja matamu, nanti kamu juga akan tahu."
Firda nggak mau, dia tetap ingin tahu Bujang mau ngapain. Dia butuh penjelasan, bukan memejamkan mata.
Firda juga sudah searching di Mbah google, tapi tidak ada keterangan yang cocok dengan kondisinya.
Bujang dengan cepat kembali menarik pinggang Firda, mendekatkan wajahnya ke leher Firda dan mulai membuat tanda kissmark tepat di bawah rahangnya.
Kedua mata Firda hampir keluar dari cangkangnya. Ada rasa aneh yang menjalari seluruh permukaan tubuhnya saat Bujang menghisap pelan sedikit daging dan kulit di lehernya. Bulu-bulu halus dipermukaan kulitnya terasa meremang, seperti di kejutkan oleh aliran listrik.
Firda tidak sempat mendorong badan Bujang yang lumayan besar untuk ukuran tubuhnya yang standar, karena dia sangat terkejut dengan apa yang Bujang lakukan.
Kejadian itu hanya sebentar, Bujang lalu melepaskan tangannya dari pinggang Firda. Dia gegas keluar dari dalam kamar, dia kuatir tidak bisa mengendalikan diri.
Bujang melangkah cepat ke arah Mesjid untuk kembali berwudhu, jika dia masih berada di dalam kamar bersama Firda kuatir dia akan langsung menerkam Firda dan meluapkan dengan segera apa yang diinginkannya.
Firda yang ditinggalkan begitu saja di dalam kamar hanya bisa melongo, matanya terus menatap kearah pintu kamar yang sudah tertutup. Rasa yang menggelitik masih bisa dia rasakan, pelan tangannya meraba bagian leher yang baru saja di cium oleh Bujang.
"Tadi itu..."
Firda segera bangkit dan berjalan di depan cermin, melihat ke arah lehernya. Ada tanda merah dan hampir sama seperti yang ada di dada dan perutnya.
Firda langsung terduduk lemas di atas kursi tempat dia biasa berdandan. Bukan syok karena Bujang sudah menciumnya hingga sampai ke bagian dalam tubuhnya, tapi panas yang menjalari seluruh tubuhnya saat dia membayangkan hal itu terjadi tadi malam.
Bagaimana aku bisa tidak tahu? Berarti bang Bujang sudah melihat semuanya dong? Aaaa...Bang Bujang curang, ternyata rasanya....
Firda menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dia takut dia yang justru menerkam Bujang duluan, karena ternyata rasanya itu mendebarkan sekaligus ingin minta di ulangi lebih lama lagi.
...*****...
Sambil menunggu Abah dan Bujang yang pulang dari mesjid, Firda membatu Umi menyiapkan hidangan untuk makan malam.
Umi hanya menambahkan telur dadar dan goreng ikan asin, karena siang tadi Umi sudah memasak gulai sayur nangka di campur dengan sedikit tetelan daging sapi.
"Mi, kalau ada sambal terasi, pasti makin ajib ini, Mi." Firda sudah menyedot air liurnya.
Umi terkekeh, Firda memang nggak ada malu-malunya saat menjulurkan lidahnya karena membayangkan makanan yang mengundang selera.
"Tadi Umi mau buat, tapi Abah bilang kamu lagi alergi. Jadi Umi batalkan, apa kamu alergi terasi, Fir?"
"Hah? Alergi?"
Umi mengangguk, Firda baru teringat jika pagi tadi dia berkata pada Bujang minta di antarkan ke rumah sakit karena alergi.
Firda tertawa.
"Nggak kok, Mi, ternyata aku cuma digigit nyamuk."
"Digigit nyamuk? Di kamar kalian ada nyamuk? Benarkah?"
Firda menggaruk-garuk kepalanya, dia tidak tahu mau mengatakan pada pada ibu mertuanya. Tidak mungkin kan kalau pelakunya adalah Bujang, bisa malu dirinya.
Untungnya tidak lama setelahnya Bujang dan Abah sampai di rumah, jadilah Firda selamat dari pertanyaan Umi tadi.
Bujang cuma tersenyum tipis saat beradu pandang dengan Firda, Firda sendiri cepat-cepat mengalihkan tatapannya ke arah lain.
Malu ni ye ?
Pada saat makan, obrolan lancar seperti biasa. Membicarakan hal-hal yang dianggap perlu untuk acara resepsi pernikahan Bujang dan Firda.
Selesai makan, Firda segera mencuci semua piring kotor. Bujang membantu Uminya mengangkat piring-piring ke belakang, tepatnya meletakkan di dekat wastafel. Firda cuma melirik lewat ekor matanya pada Bujang yang terlihat menyembunyikan senyumnya.
"Sudah tahu kan penyebab alerginya? Gimana? Masih takut?"
Firda cuma melengos. Mau menggeleng malu, tapi kalau mengangguk dia juga nggak rela. Habisnya enak sih.
"Abang tunggu di kamar ya, cepat cuci piringnya!" bisik Bujang menggoda Firda sembari meniup leher Firda yang di ciumannya tadi, wajah Firda langsung memerah.
Jika tidak segan dengan Abah dan Umi, pasti Firda sudah mengekori Bujang masuk ke kamar.
...****************...
sandiwara.. film.. sejenisnya..