Dikhianati menjadikannya penuh ambisi untuk balas dendam.
Semua bermula ketika Adrian berniat memberi kejutan untuk kekasihnya dengan lamaran dadakan. Tak disangka, kejutan yang ia persiapkan dengan baik justru berbalik mengejutkannya.
Haylea, kekasih yang sangat dicintainya itu kedapatan bermesraan dengan pria lain di apartemen pemberian Adrian.
Dendam membuat Adrian gelap mata. Ia menjerat Naomi, gadis belia polos yang merupakan bekas pelayan kekasihnya.
Tadinya, Adrian menjerat Naomi hanya untuk balas dendam. Tak disangka ia malah terjerat oleh permainannya sendiri. Karena perlahan-lahan kehadiran Naomi mampu mengikis luka menganga dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : MEMINTA IZINMU
Tidak ada yang menyenangkan jika segalanya dilalui dalam keadaan terpaksa. Mungkin saat ini Naomi merasa berada di persimpangan. Tidak tahu harus ke mana dan harus apa. Bukan hal mudah baginya menerima kehidupan baru dalam lingkungan yang tak menginginkan keberadaannya.
Di mana dirinya dianggap sebagai bakteri yang berbahaya. Terlebih ibu mertua dan Erica sudah terang-terangan menabuh genderang perang. Yang berarti kehidupan Naomi di rumah itu akan semakin terancam.
Bagaimana dengan Adrian?
Lupakan! Bukankah ia hanya menjadikan Naomi sebagai mainan? Cepat atau lambat Adrian pasti akan mengembalikannya pada Madam Leova jika sudah bosan nanti? Begitu pikir Naomi.
“Kapan aku bisa keluar dari situasi seperti ini?”
Naomi masih terduduk seorang diri ketika mendengar suara panggilan seseorang.
“Nona, sudah waktunya sarapan. Tuan sudah menunggu Anda di ruang makan,” ucap seorang pelayan.
Sebenarnya, Naomi sangat malas jika harus satu meja dengan mereka semua. Kumpulan orang-orang yang akan menenggelamkannya ke dasar bumi terdalam. Namun, ia tetap harus mengikuti alur yang ditetapkan Adrian tanpa melawan jika masih ingin bernapas.
“Baik, aku akan masuk,” jawabnya sambil tersenyum ramah.
Ia merasakan lemas pada tungkai kakinya. Begitu tiba di ruang makan, semua orang tampak sudah siap. Adrian juga sudah rapi dengan setelah pakaian kerja.
Sementara Ibu menghunus tatapan kebencian yang sepertinya tak akan berubah hingga kiamat tiba. Tentu saja sangat berbeda dengan makhluk cantik berduri di sebelahnya, yang senantiasa menerbitkan senyum ramah, namun menyimpan pisau belati tajam di belakang punggungnya.
“Kamu dari mana saja sepagi ini?” Adrian membuka suara setelah Naomi duduk di sebelahnya. Pagi ini ketika terbangun, ia tak menemukan Naomi di sisinya.
“Aku habis dari taman belakang. Mencari udara segar.” Memang benar kata Naomi, sebab udara dalam rumah membuat dadanya sesak.
“Adrian, kamu mau sarapan apa? Mau aku ambilkan sandwich?” tawar Erica. Seperti biasa dengan suara lembut dan senyum semanis madu.
Bukannya menjawab, Adrian malah melirik Naomi yang duduk di sisi kanannya. Namun, istrinya itu tak menunjukkan reaksi apapun.
“Aku mau roti panggang dengan selai coklat,” pinta Adrian.
Senyum kembali mengembang sempurna di bibir Erica. Tangannya mengulur demi meraih selembar roti panggang yang lezat.
Kamu benar-benar keterlaluan, Naomi Claire. Kamu bahkan diam saja saat ada wanita lain yang mencoba melayaniku.
“Aku tidak memintamu," ujar Adrian membuat sepasang tangan Erica menggantung di udara. "Aku meminta Naomi yang melakukannya,” sambungnya.
Mendadak senyum di wajah Erica meredup dan berganti menjadi raut penuh kecewa. Roti panggang ditangannya ia letakkan kembali. Jangan lupakan wajah cantik yang sudah sekusut kanebo kering.
Bukan hanya kali ini. Adrian sudah kerap kali menolak dirinya dengan berbagai alasan. Namun, Erica tak pernah menyerah.
Naomi menatap Adrian dan Erica bergantian sebelum akhirnya meraih selembar roti panggang dan mengoles selai coklat sesuai keinginan Adrian.
Sarapan pun berlalu dalam kebisuan Naomi. Entah mengapa lidahnya terasa kaku untuk berucap.
“Adrian, sebentar lagi ulang tahun Erica. Ibu ingin membuat sebuah pesta yang meriah untuknya,” ucap Ibu. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ia selalu membuat pesta saat Erica berulang tahun.
“Terserah Ibu saja. Kenapa harus meminta izinku?” jawab Adrian santai.
“Baiklah. Tapi kamu juga bisa datang, kan?” lanjut ibu.
“Kita lihat saja nanti.” Adrian belum tahu akan sempat datang atau tidak, sebab belum memeriksa lagi agendanya.
“Tapi aku sangat berharap kamu bisa datang, Adrian." Erica bergelayut di lengan Adrian. "Tahun lalu kamu tidak datang karena menghabiskan waktu dengan Haylea. Aku rasa kali ini Naomi tidak akan keberatan kalau kamu menemaniku. Iya kan, Naomi?” Erica menatap Naomi dengan senyum penuh makna.
Adrian terdiam, menunggu akan seperti apa jawaban Naomi. Apakah ia akan menolak atau justru sebaliknya.
Meskipun merasa tercekik, namun Naomi masih berusaha untuk menahan diri.
“Senyummu itu benar-benar tidak enak dipandang, Nona Erica! Aku salah karena mengira kita bisa menjadi teman,” ucap Naomi dalam batin.
Naomi menarik napas dalam. Tatapannya lurus menikam Erica di balik kacamata tebalnya.
“Bagaimana kalau aku keberatan? Apa kamu akan tetap meminta suamiku menemanimu?”
.
.
.