Di dunia yang dikuasai oleh kultivasi dan roh pelindung, seorang putri lahir dengan kutukan mematikan—sentuhannya membawa kehancuran. Dibuang oleh keluarganya dan dikhianati tunangannya yang memilih saudara perempuannya, ia hidup dalam keterasingan, tanpa harapan.
Hingga suatu hari, ia bertemu dengan pria misterius yang tidak terpengaruh oleh kutukannya. Dengan bantuannya, ia mulai membangkitkan kekuatan sejatinya, menyempurnakan kultivasi yang selama ini terhalang, dan membangkitkan roh pelindungnya, **Serigala Bulan Biru**.
Namun, dunia tidak akan membiarkannya bangkit begitu saja. Penghinaan, kecemburuan, dan konspirasi semakin menjeratnya. Tunangan yang dulu membuangnya mulai menyesali keputusannya, sementara sekte-sekte kuat melihatnya sebagai ancaman.
Di tengah pengkhianatan dan perang antar kekuatan besar, hanya satu hal yang pasti: **Pria itu akan selalu berada di sisinya, bahkan jika ia harus menghancurkan dunia hanya untuknya**.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 : Bangunan yang Tidak Pernah Ada
Langkah kaki mereka bergema di tanah lembab saat pria itu terus membimbing Xiaolin melewati kegelapan hutan. Keheningan yang mencekam hanya diiringi suara ranting-ranting yang patah di bawah kaki mereka. Udara semakin dingin, menusuk tulang, tetapi Xiaolin tidak tahu apakah itu karena hawa malam atau sesuatu yang lain—sesuatu yang tidak terlihat, tapi terus mengintainya dari kegelapan.
Di kejauhan, kabut yang pekat mulai memudar, memperlihatkan siluet sebuah bangunan besar di pinggir desa. Xiaolin mengerutkan kening. Itu aneh. Dia tahu betul letak desa ini, tetapi dia tidak pernah melihat bangunan itu sebelumnya. Sebuah paviliun tua, berdiri dengan kesunyian yang menyeramkan. Atapnya melengkung dengan ukiran naga yang telah lapuk dimakan waktu, dindingnya tertutup sulur tanaman liar, dan lentera merah tergantung di depannya, berayun pelan seolah tertiup angin yang tidak ada.
Perasaan ganjil menyelimutinya. Seharusnya, jika ada bangunan sebesar ini di desa, warga pasti mengetahuinya. Namun, mereka tidak pernah menyebutkan apa pun tentangnya. Seakan tempat ini baru saja muncul dari dalam kegelapan. Xiaolin menoleh ke pria di sampingnya, ingin menanyakan apa sebenarnya tempat ini, tetapi sebelum satu kata pun keluar dari bibirnya—
Pria itu menghilang.
Tidak ada suara. Tidak ada pergerakan. Hanya kabut hitam yang berputar di tempat dia berdiri sebelumnya, sebelum perlahan-lahan menyatu dengan udara, menghilang tanpa jejak.
Jantung Xiaolin berdegup lebih cepat. Dia melangkah mundur secara refleks, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Tidak ada tanda-tanda kepergiannya, seolah pria itu memang tidak pernah ada di sana sejak awal. Namun, hawa dingin yang masih menggantung di udara menjadi bukti bahwa Xiaolin tidak sedang berhalusinasi.
Xiaolin menoleh kembali ke bangunan di hadapannya. Sekarang, pintu kayu besar itu terbuka sedikit, memperlihatkan kegelapan di dalamnya. Seolah menunggunya untuk melangkah masuk.
Dada Xiaolin terasa sesak. Dia menggigit bibirnya, menekan perasaan gelisah yang mulai menguasainya. Haruskah dia masuk? Atau haruskah dia berbalik dan kembali ke desa?
Tetapi, bahkan sebelum dia bisa mengambil keputusan, suara samar terdengar dari dalam. Suara yang terdengar seperti bisikan, memanggil namanya.
Xiaolin menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum melangkah lebih jauh ke dalam bangunan yang terbengkalai itu. Setiap langkah terasa berat, seiring dengan rasa cemas yang terus berkembang. Langit di luar mulai gelap, dan udara di dalam bangunan terasa dingin, menambah kesan suram yang menyelimuti tempat itu. Langkah kakinya menggema di koridor yang panjang, menuju aula besar yang tak terawat.
Begitu memasuki aula utama, Xiaolin terhenti, matanya terbelalak melihat pemandangan yang mengerikan di depannya. Sepuluh pengantin yang sebelumnya dilaporkan menghilang kini berdiri tegak di tengah aula, mengenakan jubah pengantin putih yang serupa. Mereka tidak bergerak sedikit pun, hanya berdiri seperti patung-patung hidup yang terbuat dari porselen. Wajah mereka tertutup oleh tirai tipis, namun ada sesuatu yang sangat dingin dan menakutkan dari ekspresi yang tak tampak itu.
Xiaolin terdiam, merasa tubuhnya membeku di tempatnya. Rasa takut tiba-tiba merayapi tulang punggungnya. Mungkinkah mereka ini... pengantin yang hilang itu?
Dengan jantung yang berdebar kencang, Xiaolin mundur sedikit. Matanya tidak bisa lepas dari mereka, tetapi dia tahu bahwa dia harus keluar dari tempat ini. Sesuatu yang aneh dan berbahaya terasa mengintai, dan dia merasa jauh dari siap untuk berhadapan dengan itu.
Namun, sebelum ia berbalik dan melangkah mundur, sekelebat bayangan gelap melintas di salah satu sudut ruangan. Xiaolin mengernyit, berusaha melihat lebih jelas, tapi bayangan itu menghilang dengan cepat. Hatinya semakin berdebar.
"Tidak," gumamnya, "Aku harus memberitahu kepala desa."
Dengan terburu-buru, Xiaolin berbalik dan melangkah menuju pintu keluar. Tetapi saat tangannya menyentuh gagang pintu, dia merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu terasa mengalir di dalam dirinya, seolah-olah dunia sekitar mulai menghilang.
Tiba-tiba, kilatan cahaya muncul dari jari manisnya. Xiaolin terkejut dan menatap tangan kanannya. Di sana, cincin dengan permata merah yang indah tiba-tiba muncul, melingkar erat di jarinya, seolah-olah sudah ada di sana sejak lama. Dia tidak pernah mengenakan cincin itu sebelumnya, dan untuk sesaat, rasa pusing melanda kepalanya.
"Cincin ini..." Xiaolin bergumam, bingung. "Aku tidak pernah... bagaimana bisa?"
Kilatan itu perlahan meredup, tetapi kehangatan yang aneh dari cincin itu tetap terasa. Xiaolin merasakan bahwa benda itu sepertinya lebih dari sekadar perhiasan. Apakah ini sesuatu yang berhubungan dengan pria misterius itu? Pria yang mengantar dia kembali ke desa setelah kejadian aneh yang terjadi sebelumnya? Semua ini terasa terhubung dalam cara yang tidak bisa dia jelaskan.
Sambil menatap cincin itu dengan bingung, Xiaolin tahu satu hal: perjalanan ini belum berakhir. Sesuatu yang lebih besar dan lebih berbahaya sedang menantinya. Kini, dia harus kembali ke desa, tetapi dengan perasaan yang semakin gelisah tentang apa yang telah dia temui di dalam bangunan itu... dan cincin yang tidak dikenalnya.