Menjalin asmara bertahun-tahun tak menjanjikan sebuah hubungan akan berakhir di pelaminan.
Begitulah yang di alami oleh gadis bernama Ajeng. Dia menjalin kasih bertahun-tahun lamanya namun akhirnya di tinggal menikah oleh kekasihnya.
Namun takdir pun terus bergulir hingga akhirnya seorang Ajeng menikahi seorang duda atas pilihannya sendiri. Hingga akhirnya banyak rahasia yang tidak ia ketahui tentang suaminya?
Bagaimanakah Ajeng melanjutkan kisahnya??
Mari kita ikuti kisah Ajeng ya teman2 🙏🙏🙏
Selamat datang di tulisan receh Mak othor 🙏. Mohon jangan di bully, soale Mak othor juga masih terus belajar 😩
Kalo ngga suka ,skip aja jangan kasih rate buruk ya please 🙏🙏🙏🙏
Haturnuhun 🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Ikhlas Yang Sesungguhnya
Bhumi menanyakan Khalis di sela istirahatnya. Bagaimana pun juga ada rasa khawatir dengan anaknya. Bukan khawatir kalau Ajeng akan mencelakai Khalis. Tapi lebih pada sikap Khalis apakah tidak merepotkan Ajeng.
Namun setelah bertukar pesan, Bhumi merasa lega. Khalis sedang tidur siang dan tadi sarapan bersama Ajeng cukup banyak. Jadi, setelah bangun nanti barulah Ajeng mengajak Khalis makan siang.
"Senyum terus, lagi jatuh cinta ya?" tanya salah seorang rekan Bhumi. Bhumi tersenyum tipis.
"Apaan sih bang!" sahut Bhumi malu-malu.
"Keliatan banget muka orang jatuh cinta hehehe!"
"Ini bang, Khalis sama Ajeng. Cewek yang aku kasih tahu ke Abang kemarin."
''Oh ya?" tanya teman Bhumi.
"Huum."
Karena mereka sudah cukup dekat, Bhumi pun mengatakan niatnya untuk pisah dari rumah orang tuanya. Demi kebaikan dirinya juga Khalis.
Tapi yang membuat Bhumi bingung tentu lah mencari pengasuh Khalis. Yang bisa di titipi Khalis malam hari ketika dirinya piket malam. Tidak mungkin kan kalau harus menitipkan pada Ajeng lagi di malam harinya? Bahkan Ajeng sendiri pun bekerja.
"Kalo kata abang mah ya, kamu jangan buru-buru ngekost dulu. Di pikir matang-matang Mi. Kecuali...ini kecuali lho. Kamu sudah menikah lagi. Untuk sekarang mungkin kamu masih harus bersabar menghadapi keluarga toxic kamu itu."
"Bang, gaji kita berapa sih? Kalau semua pengeluaran jadi tanggung jawab ku, aku yang ngga punya tabungan buat masa depan anak ku nanti. Oke lah, ngga seharusnya aku perhitungan dengan keluarga ku. Tapi..."
"Abang paham! Kamu juga harusnya mikirin diri kamu sendiri Mi. Kamu masih muda, butuh pendamping. Ngga cuma mikirin Khalis, tapi kebutuhan kamu sendiri!"
Obrolan dua pria dewasa itu terus berlanjut sampai mereka selesai makan siang.
Di satu sisi, Ega masih terus di interogasi oleh Pak Yos. Dia mau tahu dimana kostan Ajeng.
Meski kemarin-kemarin Ajeng memperkenalkan seseorang sebagai pacarnya, Pak Yos masih belum gentar untuk mendekati Ajeng.
Entah ia benar-benar menyukai Ajeng atau sekedar obsesi.
"Kamu sebagai sahabat nya masa iya ngga tahu Ga. Ngga mungkin kan?" tanya Pak Yos.
"Ya kan bapak liat, saya sekarang di sini. Saya ngga tahu Ajeng di mana, lagi ngapain. Ya kan pak?" balas Ega.
"Kamu pasti ngga setuju kan saya deketin Ajeng karena kamu suka sama saya?" tanya pak Yos penuh percaya diri.
"What??? Duh pak, ngga usah kepedean juga kali. Ya kali semua bakal mau sama pak Yos."
"Dasar jomblo!" kata pak Yos ketus.
"Biarin. Saya jomblo terhormat karena itu pilihan. Kalo bapak jomblo kan karena takdir. Ngga ada yang mau sama pak Yos!" sahut Ega berapi-api.
Ega memang terkenal bar-bar. Susah untuk di dekati kaum Adam meski secara fisik dia memang cantik tak beda jauh dengan Ajeng. Tapi karena ceplas ceplosnya itu yang suka bikin orang darah tinggi.
"Ishhh....!" Pak Yos memilih meninggalkan Ega. Teman-teman Ega hanya menggeleng pelan. Baru kali ini Ega bicara sekeras itu pada atasannya.
Tapi ya...namanya juga Ega!
Lo hutang budi sama gue jeng! Gue udah jadi tameng Lo saban hari ! Batin Ega.
💐💐💐💐💐💐💐
"Calon manten belom cuti?" tanya reken Ranu dan Novita.
Dua calon mempelai itu hanya tersenyum tipis. Masalahnya tinggal tiga hari lagi mereka akan melangsungkan pernikahan. Dan baru mulai besok mereka baru akan cuti.
"Besok baru cuti pak", kata Novita.
"Pasti deg-degan ya pak Ranu. Tenang, kalo udah selesai ijab qobul juga rasanya plong! Pasti nyesel ngga nikah dari dulu-dulu. Ya ngga?" tanya rekan Ranu dan Novita pada yang lain.
Jam mengajar selesai. Para guru dan yang lain pun pulang ke rumah masing-masing. Sedang Ranu dan Novita berboncengan menggunakan sepeda motor milik Ranu. Ya, pagi tadi Ranu menjemput Novita.
"Mas, habis kita nikah nanti mau tinggal di mana? Di rumah bapak ku atau rumah kamu?" tanya Novita saat mereka perjalanan pulang.
"Aku maunya kamu aja gimana '', jawab Ranu tanpa minat. Masalahnya, kalau mereka tinggal di rumah orang tua Ranu sudah pasti saat Ajeng pulang mereka akan bertemu. Bukan Ranu tak mau bertemu dengan mantan kekasihnya itu. Tapi rasanya tak sampai hati jika harus menunjukkan kemesraannya dengan Novita di depan Ajeng.
Tapi...kalau tinggal di rumah orang tua Novita, ia merasa harga dirinya jatuh. Seorang PNS sepertinya masa iya numpang di rumah mertua? Ya...walau pun masih baru menikah juga!
"Ckkk...kamu pasti mau di rumah ibu mu ya? Biar bisa ketemu Ajeng kalo dia pulang?" tuduh Novita. Ranu menoleh ke belakang mendengar ucapan calon istrinya tersebut.
"Bisa ngga sih, ngga nuduh sembarangan seperti itu? Masih kurang yang aku lakukan ke kamu, iya?" balas Ranu.
Novita memberengut kesal. Rasanya percuma memiliki Ranu kalau hatinya masih saja tentang Ajeng dan Ajeng terus!
Ranu menurunkan Novita di depan rumahnya. Halaman rumah mereka sedang ramai oleh para pekerja yang mendirikan tarub/tenda hajatan.
"Aku pulang!" pamit Ranu tanpa menunggu balasan dari Novita. Novita menggenggam erat kedua tangannya.
Hanya hitungan jari mereka akan manjadi pasangan suami istri. Tapi justru sikap Ranu semakin berubah sejak memutuskan hubungannya dengan Ajeng.
"Nduk, Ranu ngga mampir?" tanya Bu Anshor.
''Ngga Bu, udah kesorean. Di rumahnya kan juga lagi pasang tarub!" jawab Novita. Tidak mungkin kan ia bicara jujur kalau Ranu sedang bersikap dingin padanya.
''Vita masuk Bu!" pamit Novita pada ibunya. Perempuan gempal itu pun mengiyakan. Ia tahu putrinya lelah mengajar sejak pagi.
Ranu pun tiba di rumahnya setelah lima menit perjalanan dari kediaman pak Anshor. Sama seperti rumah Novita, di rumahnya pun sedang ramai.
Hanya saja tarub yang di pasang tak sebesar di tempat Novita. Ranu pun memarkirkan sepeda motornya. Ia menyapa beberapa tetangganya yang sedang membantu pasang tarub.
Namun matanya tertuju pada sosok lelaki dewasa yang sedang mengobrol dengan beberapa laki-laki seusianya.
Lelaki itu tampak tertawa seperti biasa seperti yang lainnya. Yang Ranu tak habis pikir, dia masih mau membantu di acara gotong royong ini.
Ranu menghela nafas panjang. Lalu ia melangkahkan kakinya menuju ke tetangganya yang sedang mengobrol.
"Assalamualaikum!" sapa Ranu. Semua yang ada di sana pun menjawab salam Ranu tanpa terkecuali.
Tatapan Ranu langsung tertuju pada sosok lelaki yang ia hormati selama ini. Ya, Pak Amri. Bapak dari mantan kekasihnya selama bertahun-tahun ia pacari.
Dan dengan lapang dadanya, Pak Amri masih mau membantu acara hajatan di rumahnya walaupun ia telah mengecewakan putrinya, juga dirinya.
"Baru pulang pak guru?" sapa tetangga yang lain.
"Iya Lik!" jawab Ranu. Mata Ranu beralih pada pak Amri yang terlihat biasa saja. Tak ada raut kebencian di sana.
"Pak Amri...bisa bicara sebentar?" tanya Ranu. Pak Amri pun mengangguk pelan. Ia mengikuti Ranu yang sedikit menjauh dari para tetangganya yang sedang duduk itu.
"Kenapa Nu?" tanya pak Amri.
"Ranu minta maaf pak. Sudah mengecewakan bapak, juga....menyakiti Ajeng!" kata Ranu menunduk.
"Iya, tentu kami memaafkan nak Ranu. Meski kami sangat kecewa. Tapi...semua memang harus terjadi seperti ini. Kalian memang tidak di takdirkan berjodoh. Bapak yakin Ajeng pasti sudah ikhlas. Semoga kamu dan Novita bahagia dunia akhirat. Oh iya, jangan sungkan untuk sekedar menyapa bapak atau pun Ajeng kalau suatu saat nanti kalian bertemu!"
Pak Amri menepuk pelan bahu pemuda yang ia kenal dari kecil. Apalagi ketika ia beranjak dewasa hingga memiliki hubungan dengan putrinya.
"Bapak mau ke sana lagi ya! Kasihan yang lain!" pamit Pak Amri.
Ranu mengiyakan dengan anggukan. Ia hanya bisa memandangi punggung tegap lelaki matang itu. Wajah dan sikapnya ramah, menurun pada Ajeng meski Ajeng cenderung tak mudah akrab dengan orang baru terlebih lawan jenis
Tapi dengan Bhumi....dia nyaman-nyaman saja. Ya kan???
💐💐💐💐💐💐
terimakasih 🙏🙏🙏
km tuh cm gede mulut doank resti... tpi kenyataan nol besar... krja gaji cm cukup buat beli make up... tpi songongmu g ktulungan...
biar tau rasa tuh ibumu yg pilih kasih...