Anara Bella seorang gadis yang mandiri dan baik hati. Ia tak sengaja di pertemukan dengan seorang pria amnesia yang tengah mengalami kecelakaan, pertemuan itu malah menghantarkan mereka pada suatu ikatan pernikahan yang tidak terduga. Mereka mulai membangun kehidupan bersama, dan Anara mulai mengembangkan perasaan cinta terhadap Alvian.
Di saat rasa cinta tumbuh di hati keduanya, pria itu mengalami kejadian yang membuat ingatan aslinya kembali, melupakan ingatan indah kebersamaannya dengan Anara dan hanya sedikit menyisakan kebencian untuk gadis itu.
Bagaimana bisa ada rasa benci?
Akankah Anara memperjuangkan cintanya?
Berhasil atau berakhir!
Mari kita lanjutkan cerita ini untuk menemukan jawabannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama eNdut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda Kok Bangga!
Mobil yg mereka tumpangi sampai di depan sebuah gerbang besi yang begitu tinggi dengan ukiran burung elang bersayap emas yang membentang memenuhi luas pagar tersebut. Tiba-tiba saja Vian meminta Arland untuk menghentikan mobilnya. Vian menatap ukiran elang secara intens, Nara yang melihatnya lantas mengikuti arah pandang suaminya.
"Ada apa Mas?".
"Maaf Bos, apa anda mengingat sesuatu?", sambung Arland yang juga penasaran.
"Tidak aku hanya familiar dengan ukiran burung itu", jawab Vian tanpa mengalihkan perhatiannya dari objek yang di lihatnya.
"Pantas jika anda merasa familiar Bos, karena desain dari pagar itu anda sendiri yang membuatnya".
"Benarkah? Aku tidak mengingatnya".
"Benar Bos".
"Tidak apa Mas, aku yakin seiring berjalannya waktu ingatan Mas Vian pasti kembali".
"Iya Sayang".
Sesaat kemudian mobil itu mulai melaju kembali memasuki pagar yang terbuka setelah Arland menghidupkan klakson.
Nara menautkan jari-jari tangannya, perasaannya seketika menjadi gugup saat mobil itu berjalan masuk.
Ternyata jarak antara pintu pagar dengan rumah Vian cukup jauh hingga Nara bisa melupakan sedikit kegugupannya dengan memandangi area taman yang memanjang di pinggiran jalan masuk utama.
"Indah sekali", gumam Nara yang ternyata masih bisa di dengar oleh Vian, laki-laki itu juga cukup terkejut karena tak menyangka jika dirinya sekaya ini, ia benar-benar melupakannya.
Hingga akhirnya mobil yang membawa mereka melewati jalan memutar dengan kolam air mancur berada di tengahnya yang menjadi akhir jalan masuk utama. Mata Nara melebar saat mendapati s bangunan mewah yang Nara yakini jika ini bukan sebuah rumah melainkan sebuah istana. Rumah besar berlantai dua dengan gaya eropa modern ini memiliki dua pilar utama yang terlihat begitu kokoh dan megah. Cat berwarna putih dengan garis emas di setiap sisi menambah kesan elegan pada bangunan tersebut. Nara sangat kagum melihatnya begitu juga dengan Vian yang sama kagumnya dengan Nara namun laki-laki itu bisa dengan mudah menyembunyikan ekspresinya.
"Ayo sayang", ucap Vian membuyarkan lamunan Nara. Tanpa Nara sadari Vian sudah keluar dari mobil dan berdiri sembari mengulurkan tangan untuknya.
"Ah, iya Mas". Nara menyambut uluran tangan Vian dan berjalan bergandengan. Di depan pintu seorang lelaki yang terlihat berusia lebih dari enam puluh tahun sudah berdiri menyambut kedatangan mereka, dia adalah Pak Adam, seorang kepala pelayan yang sudah mengabdikan dirinya bekerja di sana selama empat puluh tahun lebih.
"Selamat datang Tuan Muda dan Tuan Arland", sapanya sembari membungkuk hormat.
"Kau kurang menyapa satu orang lagi Pak Adam", ucap Arland yang langsung menggeser tubuhnya, karena Nara berada di belakangnya.
"Se-selamat sore Pak", ucap Nara terbata. Ini pertama kalinya Nara menginjakkan kakinya di atas lantai marmer.
Adam yang melihat Nara lantas meminta maaf dengan menundukkan kepalanya kemudian mengucapkan selamat datang untuk gadis itu. Arland memimpin semuanya untuk masuk kedalam. Gandengan tangan Vian masih menyatu erat dengan tangan Nara.
Sesampainya di dalam ternyata bukan hanya kedua mertuanya saja yang menyambutnya pulang melainkan satu pasang paruh baya yang terlihat lebih tua dari keduanya, dia adalah Farhan kakak kandung dari Papa Agam bersama istrinya Ratna. Serta seorang pria yang lebih muda yakni Egi adik dari papa Agam yang saat ini menyandang status duda. Mereka berdiri saat Vian dan Nara melangkah masuk ke dalam.
“Pa, Ma”, sapa Vian dengan meraih tangan kedua orang tuanya, Nara yang berada di sampingnya juga melakukan hal yang sama. Kejadian tersebut membuat Farhan dan Ratna melempar pandang. Sudah lama sekali mereka tidak melihat pemandangan ini di mana sikap manis Vian yang telah lama menghilang kini muncul kembali dan menyaksikannya secara langsung di depan mata mereka. Saat ini selain sikap Vian yang membuat mereka terkejut ada hal lain yang juga menambah keterkejutan mereka yakni kedatangan Vian yang menggandeng seorang gadis cantik bersamanya. Mama Arin yang sadar jika Nara menjadi pusat perhatian semuanya segera mendekat ke arah anak dan menantunya tersebut. Apa lagi Arin juga menyadari jika Nara terlihat tidak nyaman di perhatikan demikian oleh Ratna yang tengah menelisik penampilan gadis itu.
“Selamat datang sayang, pasti kalian sangat lelah setelah perjalanan jauh, Pak Adam tolong antarkan keduanya ke kamar mereka”.
Pak Adam mendekat lantas mempersilahkan Vian dan Aya untuk mengikutinya, namun sebelum keduanya melangkahkan kakinya, suara seseorang menghentikannya.
“Tunggu, kenapa kalian buru-buru sekali? Apa kau tidak ingin menyapaku Vian?".
Vian tersenyum, lantas menoleh, "Bukan begitu Paman Farhan, aku berniat mengantarkan istriku ke atas untuk istirahat setelahnya kita bisa mengobrol bersama. Baiklah jika begitu kita permisi dulu". Tanpa menunggu respon dari Farhan, Vian yang masih menggandeng tangan Nara segera mengajaknya untuk pergi mengikuti Pak Adam yang sudah lebih dulu berjalan di depan mereka.
“Bukankah Vian mengalami amnesia? Tetapi kenapa dia mengingat namaku dan juga Vian menyebut perempuan tadi sebagai istrinya. Jadi benar jika hilangnya Vian dalam beberapa waktu ini karena mengurus pernikahannya?", batin Farhan bertanya-tanya, ia terdiam menatap kepergian kepoakannya itu.
"Ada apa Mas Farhan? Apa kau kecewa? Hah, sudah ku bilang padamu jika Vian baik-baik saja, kau bisa lihat sendiri kan?", ucap Papa Agam kepada Farhan yang sejak tadi terdiam memandang punggung Vian yang kini sudah tidak terlihat lagi.
"Kecewa, tentu saja tidak. Keponakanku baik-baik saja tentu aku bahagia", sanggah Farhan yang tentu saja itu adalah kebohongan.
"Syukurlah, aku berharap jika kau jujur mengatakannya Mas".
Hubungan adik dan kakak ini bisa di katakan kurang baik, semua berawal dari terpilihnya Vian sebagai CEO perusahaan, menyingkirkan Arka yang notabenya anak dari Farhan. Awal kedatangan Farhan kemari sebetulnya ingin memastikan kabar yang ia dengar dari seseorang mengenai kesehatan Vian yang mengalami amnesia, jika itu benar maka kedudukan Vian sebagai CEO perusahaan akan di gantikan oleh Arka karena menurut Farhan, Vian tidak akan mampu menjalankan perusahaan dengan kondisinya saat ini. Namun apa yang terjadi saat ini malah membuatnya terkejut, angannya menjadikan anaknya sebagai CEO kembali gagal.
"Aku sudah melihat Vian, sebaiknya kita pulang Ratna". Ratna mengambil tas jinjing bermerk mahal miliknya yang berada di atas meja dan lekas berdiri, setelah pamit keduanya pun pulang dengan wajah yang terlihat kesal.
"Apa Vian benar-benar baik-baik saja Mas?", tanya Egi yang mulai angkat bicara setelah lama terdiam menyaksikan kedua kakaknya berbicara.
"Iya, seperti yang kau lihat Gi".
"Syukurlah jika itu benar Mas. Jadi apa perempuan tadi juga benar-benar istri Vian?", tanya Egi kemudian.
"Astaga, bukankah Vian tadi sudah mengatakannya".
"Iya iya, aku mendengarnya aku hanya ingin memastikannya Mas. Baiklah jika begitu, Mas Farhan sudah pergi sekarang aku juga pamit pergi ya Mas, aku ada janji setelah ini", ucap Egi sembari melihat jam di pergelangan tangannya.
"Kau itu sudah tidak muda lagi Gi, sudah saatnya kau mencari seorang istri yang nantinya bisa menemani serta merawat mu kelak, jangan bermain-main lagi", ucap Arin mencoba menasehati adik iparnya.
"Ah Mbak Arin, susah mencari wanita baik sepertimu Mbak, biarkan aku menikmati status dudaku dulu bersama wanita-wanitaku Mbak".
Sama halnya dengan Vian, Egi menduda karena bercerai, istrinya ketahuan berselingkuh setelah satu tahun pernikahan mereka. Egi yang awalnya seorang laki-laki baik dan setia kini menjadi seorang pemain wanita.
"Sudahlah Ma, biarkan orang gila ini, biarkan dia menikmati masa dudanya sampai tua. Jadi duda kok bangga”, ucap Papa Agam yang di susul gelak tawa oleh Egi.