Mentari, yang akrab disapa Tari, menjalani hidup sebagai istri dari Teguh, pria yang pelit luar biasa. Setiap hari, Tari hanya diberi uang 25 ribu rupiah untuk mencukupi kebutuhan makan keluarga mereka yang terdiri dari enam orang. Dengan keterbatasan itu, ia harus memutar otak agar dapur tetap mengepul, meski kerap berujung pada cacian dari keluarga suaminya jika masakannya tak sesuai selera.
Kehidupan Tari yang penuh tekanan semakin rumit saat ia memergoki Teguh mendekati mantan kekasihnya. Merasa dikhianati, Tari memutuskan untuk berhenti peduli. Dalam keputusasaannya, ia menemukan aplikasi penghasil uang yang perlahan memberinya kebebasan finansial.
Ketika Tari bersiap membongkar perselingkuhan Teguh, tuduhan tak terduga datang menghampirinya: ia dituduh menggoda ayah mertuanya sendiri. Di tengah konflik yang kian memuncak, Tari dihadapkan pada pilihan sulit—bertahan demi harga diri atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan yang sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurulina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Namun, Bayu yang sudah biasa dengan perdebatan seperti ini hanya tersenyum kecil dan melanjutkan makannya. "Terserah kalian deh, yang penting Bayu udah bilang. Kalau kalian nanti nyesel, jangan salahkan aku," katanya sambil mengangkat bahu, seolah tidak peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain.
Teguh hanya diam, menatap makanan di depannya, seolah berpikir tentang semuanya. Ia tahu bahwa ada ketidakadilan dalam rumah tangganya, namun ia selalu bingung bagaimana harus menghadapinya. Ia lebih memilih untuk diam dan mendengarkan apa kata ibunya, meski hatinya merasa tidak tenang.
Tari yang tadi hanya diam, akhirnya keluar dari kamarnya dan bergabung dengan mereka di meja makan. Ia merasakan ketegangan yang masih ada di udara, tapi ia memilih untuk tidak menambah masalah. "Maaf ya mas, Bu, Sinta, Bayu... aku cuma masak seadanya," kata Tari, mencoba meredakan suasana.
"Udah, jangan dipikirin Tari. Yang penting kamu makan aja," jawab Bayu dengan nada yang lebih lembut, mengingat kembali apa yang ia katakan sebelumnya tentang masalah nafkah dan hak-hak istri.
Tari tersenyum sedikit, "Iya, makasih Bayu."
Namun, dalam hatinya, ia tetap merasa perasaan yang campur aduk. Ia ingin ada perubahan dalam keluarga ini, tetapi ia tahu hal itu tidak akan mudah. Semua kebiasaan buruk yang sudah tertanam kuat dalam keluarga ini takkan mudah diubah begitu saja. Tapi, setidaknya ada sedikit harapan ketika Bayu mendukungnya.
Setelah makan, suasana pun sedikit lebih tenang, meskipun ketegangan masih terasa. Tari melangkah keluar dari meja makan dengan pikiran yang lebih ringan. Ia merasa sedikit lega bahwa ada seseorang yang mengerti, meskipun itu hanya Bayu, sang adik ipar.
Tari menatap Teguh dengan perasaan yang campur aduk. Dalam hatinya, ia merasa kesal dan kecewa dengan perlakuan suaminya, namun ia tahu ia tidak punya banyak pilihan selain menurut. Ia mengingat kembali percakapan sebelumnya dengan Bayu, tentang hak-hak istri yang harus dihargai. Tapi kenyataan yang dihadapinya sekarang seolah berbicara lain.
***
"Mas, aku capek," kata Tari dengan pelan, mencoba untuk menghindar.
Teguh menggelengkan kepalanya, "Ah, jangan begitu Tari. Aku butuh kamu, kita sudah lama nggak seperti ini," ujarnya dengan nada memelas, mulai mendekatkan dirinya lagi.
Tari menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan ketenangan. “Aku capek Mas, betul-betul capek. Banyak pikiran. Nanti, ya? Nanti saja.”
Teguh tampak kesal, namun ia mencoba menahan emosinya. “Kamu nggak ngerti apa yang aku rasain, Tari. Aku kerja keras, dan kamu seharusnya bisa sedikit mengerti.”
Tari terdiam sejenak. Ia ingin berargumen, ingin menjelaskan perasaannya, tapi ia tahu itu tidak akan mengubah apa pun. Pada akhirnya, ia merasa terjebak dalam sebuah rutinitas yang tak ada habisnya. Di luar keinginan dan harapannya, ia masih harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, bahkan meski dalam hatinya ia merasa kosong.
"Ya sudah, mas. Kita tidur aja," jawabnya akhirnya, mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
Teguh yang mendengar jawabannya hanya mengangguk, meskipun wajahnya masih terlihat kesal. Tari merasa lelah, lelah dengan perasaan yang tidak terucapkan dan lelah dengan hubungan yang tak kunjung membaik. Ia berharap suatu hari nanti akan ada jalan keluar, namun untuk saat ini, ia hanya bisa pasrah menjalani hidup ini.
Tari merasa hatinya makin kesal, namun ia berusaha menahan diri. Terkadang ia merasa seperti seorang robot dalam rumah tangganya, melakukan segala sesuatu tanpa bisa mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.
Semangat thor