Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. DelapanBelas
Pagi itu, Enzio dan Viona sudah bersiap untuk pergi ke butik perhiasan ternama di kota. Hari ini mereka akan memilih cincin pertunangan. Meskipun begitu, ada satu hal yang masih menggantung di benak Enzio.
Anna.
Wanita itu masih belum menjawab lamarannya. Tidak menolak, tapi juga tidak menerima. Dia memilih mengabaikan seolah lamaran itu tidak pernah ada.
Tentu saja, ini membuat Enzio sedikit tidak sabar. Tapi dia tetaplah Enzio—pria dengan wajah dingin dan datar yang tidak mudah menunjukkan emosi.
Selesai sarapan, mereka berdua bergegas menuju mobil. Sebelum berangkat, mereka berpamitan pada Kania yang berdiri di depan rumah, mengawasi mereka dengan tatapan lembut.
Saat itulah Kania melihat Anna di taman, menyiram bunga dengan tenang.
Sebuah ide muncul di benaknya.
“Anna!” panggilnya.
Anna menoleh, sedikit terkejut. “Ya, Nyonya?”
“Temani Enzio memilih cincin,” perintah Kania.
Anna membeku di tempat. “Tapi Nyonya, saya rasa saya tidak bisa.”
Kania tersenyum, tapi sorot matanya tidak memberikan ruang untuk penolakan.
“Aku tahu selera Enzio sejak kecil. Aku yakin kamu juga tahu. Viona mungkin tidak terlalu mengerti seleranya.”
Viona yang mendengar perkataan itu langsung memucat. “Tante, aku–”
“Tidak perlu khawatir, Sayang,” Kania menatap Viona sekilas. “Kamu tetap yang memilih, tapi tidak ada salahnya ada yang menemani dan memberi pendapat.”
Anna ingin menolak, tapi tatapan Kania yang penuh keyakinan membuatnya tidak punya pilihan.
“Baik, Nyonya,” jawabnya akhirnya.
Tatapan Viona langsung berubah tajam, jelas menunjukkan ketidaksukaannya.
Sementara Anna, ia menghela napas. Ini pasti akan menjadi perjalanan panjang.
•••••••
Di dalam mobil, Anna duduk di kursi penumpang belakang, sementara Viona dengan sengaja duduk di kursi depan, tepat di samping Enzio.
Viona mengambil kesempatan ini untuk membuat Anna cemburu.
Dengan suara manja, dia bersandar pada lengan Enzio. “Zio, cincin seperti apa yang kamu inginkan untuk pertunangan kita?” tanyanya, suaranya dibuat-buat.
Enzio yang fokus menyetir hanya menjawab singkat, “Sesuatu yang sederhana.”
Viona merajuk. “Ini hari pertunangan kita. Aku ingin sesuatu yang mewah dan berkilau, yang membuat semua wanita iri saat melihatnya.”
Anna tetap diam di belakang, menatap keluar jendela tanpa ekspresi. Tak terima diabaikan, Viona melirik ke arah Anna melalui kaca spion.
“Kamu tahu, Anna,” ujarnya tiba-tiba dengan nada mengejek. “Tidak semua wanita cukup beruntung mendapatkan pria seperti Enzio. Hanya wanita dari keluarga terpandang yang pantas bersanding dengannya.”
Anna mengangkat alis, lalu menatap Viona dengan datar.
Viona tersenyum puas, mengira telah berhasil memancing reaksi dari Anna.
“Kamu harus tahu tempatmu, Anna,” lanjutnya. “Gadis sepertimu tidak seharusnya berharap lebih.”
Anna tetap diam. Alih-alih tersinggung, dia malah tersenyum tipis, membuat Viona sedikit tidak nyaman.
“Tenang saja, aku tidak berharap apapun,” balas Anna akhirnya, suaranya terdengar santai. “Aku tidak tertarik pada hal-hal yang bukan milikku.”
Viona terkejut. Dia mengira Anna akan marah atau setidaknya menunjukkan ekspresi tidak nyaman.
Tapi tidak.
Anna tetap tenang. Terlalu tenang, hingga Viona mulai merasa frustasi. Enzio yang sejak tadi diam, mencuri pandang ke arah Anna melalui kaca spion.
Ada sesuatu dari ketenangan Anna yang membuatnya terkesan. Keberanian gadis itu dalam menghadapi ejekan Viona tanpa menunjukkan kelemahan membuatnya semakin tertarik.
Dia mengerti maksud Viona, tapi justru Anna yang keluar sebagai pemenang dalam percakapan ini.
Tanpa sadar, sudut bibir Enzio terangkat sedikit.
Dia selalu tahu Anna berbeda.
Dan hari ini, dia semakin yakin bahwa gadis itu memang spesial dengan kekurangan yang dia miliki.
•••••••
Sesampainya di toko perhiasan termewah di kota, Viona semakin menjadi. Dia menempel pada Enzio, seolah ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa pria itu adalah miliknya.
“Sayang, ayo kita lihat koleksi berlian yang paling mahal,” ucapnya sambil menggandeng lengan Enzio erat.
Enzio hanya menatapnya dingin, tapi tetap mengikuti langkah Viona ke dalam butik.
Namun, perhatiannya terus saja terarah pada Anna.
Gadis itu berdiri agak jauh dari mereka, hanya memperhatikan tanpa niat untuk ikut campur.
Viona semakin besar kepala. Dia bahkan menyodorkan tasnya ke Anna dengan santai. “Pegang ini,” perintahnya, seolah Anna adalah asisten pribadinya.
Anna menatap tas itu sekilas, lalu melirik Viona dengan ekspresi datar. “Maaf, aku bukan asisten mu,” jawabnya tenang.
Viona mendengus kesal, tapi tidak bisa membantah karena saat itu, pegawai butik sudah datang menyambut mereka.
Saat Viona sibuk memilih-milih cincin dengan mata berbinar, Enzio justru menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya.
Mata Anna berhenti pada satu cincin yang dipajang di etalase.
Cincin sederhana, tidak sebesar berlian pilihan Viona, tapi desainnya anggun dan elegan.
Enzio melangkah mendekatinya. “Kamu menyukainya? Jika mau ambillah,” ucapnya.
Anna tersentak, tidak menyangka Enzio tiba-tiba muncul di sampingnya.
Dia menggeleng cepat. “Harganya pasti mahal,” gumamnya, lalu berbalik dan berjalan keluar butik, berniat melihat-lihat di luar.
Enzio menatap punggung Anna yang menjauh, lalu tersenyum tipis.
Viona kembali menghampiri Enzio dengan senyum penuh kemenangan, memamerkan sebuah cincin berlian besar yang berkilauan di jarinya.
“Zio, lihat! Aku suka yang ini. Bagaimana denganmu?” tanyanya, matanya berbinar.
“Hmm.” Enzio hanya melirik sekilas dan mengangguk tanpa minat. Tidak ada pujian, tidak ada tatapan terpesona seperti yang diharapkan Viona. Dan sekali lagi, Viona dibuat kesal.
“Zio!!!”
••
••
Setelah selesai berbelanja, mereka memutuskan untuk makan siang bersama di restoran mewah.
Saat pelayan datang mengambil pesanan, Anna tanpa ragu memilih steak. Menu yang kebetulan sama dengan Enzio.
Viona yang duduk di seberang mereka melirik penuh curiga.
Dulu, hanya dia yang tahu makanan favorit Enzio.
Tapi melihat bagaimana Enzio tersenyum tipis ketika melihat pilihan Anna, membuat rasa tidak nyaman semakin menggerogoti hatinya.
Mereka terlihat… akrab.
Sejak kapan?
Viona mengepalkan tangannya di bawah meja.
Saat makanan datang, suasana di meja justru semakin memanas.
Anna dengan santai menikmati steak nya, sementara Enzio sesekali melirik ke arahnya, senyum tipis terukir di bibir pria itu.
“Masih suka steak?” tanya Enzio tiba-tiba, membuat Anna mengangkat alis.
“Ya,” jawabnya singkat sebelum menyuap potongan daging ke dalam mulutnya.
Viona semakin tidak tahan.
Tanpa pikir panjang, dia meraih gelas jus di hadapannya dan berniat menyiramkan isinya ke arah Anna.
Namun, sebelum jus itu melayang, Enzio dengan cepat meraih tangannya dan menghentikan aksinya.
Cengkeramannya erat, sorot matanya tajam.
“Berhenti bersikap seperti anak kecil. Kamu membuatku muak,” tegur Enzio dingin.
Viona terbelalak, wajahnya memerah karena malu dan amarah. Ia menggigit bibirnya, lalu tanpa berkata apa-apa, ia bangkit dan pergi ke toilet dengan langkah menghentak.
Anna hanya bisa menghela nafas pelan. Namun, sebelum dia bisa melanjutkan makannya, sebuah insiden kecil terjadi.
Tangan Anna tidak sengaja menyenggol saus, membuat saus itu berceceran di sudut bibirnya.
Enzio yang melihatnya hanya terkekeh kecil, lalu tanpa aba-aba, dia mendekatkan wajahnya ke arah Anna.
“Mau apa kamu?”
“Gadis ceroboh!”
Sebelum Anna bisa mundur, Enzio sudah membersihkan saus itu dengan lidahnya. Anna membelalak kaget.
“Zio! Ini tempat umum!” bisiknya marah, pipinya langsung memanas.
“Jadi kalau di tempat tertutup boleh?” tanyanya dengan nada menggoda.
Anna terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Entah kenapa pria ini selalu tahu cara membuatnya kehilangan kata-kata.
Enzio sa ae, dasar kang modus😂
yg atu lagi up ya Thor
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️