Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 18
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Kecanggungan begitu kentara Rania rasakan saat tatapan elang wanita bermarga Park itu duduk di hadapannya. Sudah 10 menit berlalu sejak kedatangan Yuuna, tapi tidak ada satu pun kata-kata terucap dari suami ataupun calon tunangannya tersebut.
Rania ingin sekali pergi dari sana. Namun, bagaimana bisa seorang istri meninggalkan suaminya bersama wanita lain? Pikirnya. Jauh dari lubuk hatinya paling dalam Rania ingin menggagalkan pertunangan mereka. Tetapi, apalah daya ia tidak mempunyai kekuatan apapun.
"Yuuna? Kapan kamu datang?"
Suara tegas sang ibu mertua menyadarkan. Lagi-lagi jadian itu seperti de javu yang terus terulang.
Sepertinya waktu bahagia yang ia rasakan beberapa saat lalu menguap bagaikan asa tak tercapai.
"Eommanim? Baru saja aku datang. Rencananya hari ini aku ingin mengantar oppa terapi," jelasnya saat Park Gyeong duduk di sampingnya.
Sontak penjelasan Yuuna membuat atensi Rania langsung mengarah padanya. Ia tidak percaya mendengar penuturannya. Bahkan selama ini ia melihat Yuuna seolah tidak peduli dengan keadaan Jim-in.
"Benarkah? Eomma senang mendengarnya."
Sang nyonya membelai pipinya pelan tidak mengindahkan sorot mata kekecewaan dari sang menantu.
Sedangkan Jim-in sedari tadi menahan gejolak dalam dada. Entahlah apa yang tengah terjadi pada dirinya sekarang. Sulit diungkapkan dengan kata-kata.
"Aku tidak ingin oppa sampai jatuh cinta pada istrinya. Aku harus mencegahnya." Benak Yuuna diam-diam memperhatikan ekspresi Rania.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya kali ini Yuuna ikut mendampingi Jim-in ke rumah sakit. Rania yang tengah menyetir sesekali melihat ke arah kaca spion yang ada di atasnya. Ia sama sekali tidak menyukai cara Yuuna memperlakukan sang suami. Kecemburuan begitu membuncah, ingin sekali ia melempar barang kepada mereka.
Sekarang ia seperti seorang supir yang tengah mengantarkan pasangan pengantin baru. Seringain muncul tat kala pikrian tersebut melintas begitu saja.
"Kenapa Tuan diam saja saat Yunna menggenggam tangannya? Ya Allah kalian bukan mahram. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau melihat suamiku disentuh wanita lain," benak Rania.
"Ekhemm!!"
Ia pun terbatuk untuk mengalihkan perhatian mereka.
Seketika itu juga Jim-in langsung menghempaskan tangan Yuuna yang berada di atasnya.
"Wae?" tanya Yuuna tidak tahu malu.
"Aku.... aku sedang tidak ingin disentuh."
Gugup Jim-in seakan mengerti gertakan kecil Rania.
Seketika tawa pun menggema di sana "Oppa lucu sekali. Bukankah dulu kita sering bersentuhan?" jawabannya sontak mengejutkan pasangan suami istri tersebut.
Sekilas Rania menolehkan kepalanya ke belakang melihat reaksi sang suami. Jim-in tidak mengatakan apapun. Lidahnya kelu teringat kembali kenangan saat hari-hari itu.
"Kamu pasti tidak akan percaya Rania-ssi jika suamimu ini dulu begitu perhatian. Di masa lalu dia bahkan memperlakukanku dengan sangat lembut." Yuuna mencondongkan badannya ke depan menggoda Rania.
"Saya tidak peduli masa lalu Tuan Muda. Yang jelas saat ini beliau adalah suami saya!" tegasnya. Jim-in tertegun mendengarnya.
Yuuna pun kembali menarik diri tanpa berkata apapun lagi.
...🌦️🌦️🌦️...
Dokter Hafidzuan aka Seok Jin tertegun melihat kedua wanita yang saat ini bersitegang membantu sang pasien. Ia menatap tidak percaya dengan keadaan ruangan terapinya siang ini. Hal itu menjadi pengalaman pertamanya menangkap kilatan kebingungan dari Park Jim-in.
Ia pun menghela napas berat dan melipat tangan di depan dada.
"Mau sampai kapan kalian seperti itu? Bisa-bisa mengganggu ketengan rumah sakit. Biarkan aku saja yang membantunya kali ini," ucap Seok Jin menengahi pertengkaran mereka.
Rania dan Yuuna pun menatapnya tidak percaya.
"Wae? Aku dokternya di sini," jelasnya membuat mereka tersadar.
"Baik kita mulai terapinya sekarang."
Ajak Seok Jin mengulurkan kedua tangannya membantu Jim-in.
Iris kecilnya menatap sang dokter tajam. Ia pun menepis bantuan itu dan berusaha sendiri menggapai kedua besi pembatas di hadapannya. Urat ketegasan mencul di pelipisnya. Jim-in tidak percaya ternyata sesusah itu untuk bangkit dari duduk. Selama ia menjalani terapi selalu ada Rania yang setia mendekap dan membantunya.
Tidak lama kemudian, ia akhirnya berhasil meninggalkan kursi roda. Peluh bermunculan di dahi tertutup anak rambut halus itu dengan napas naik turun mengatur pengap yang mendera.
Perlahan Jim-in mulai melangkah. Senyum mengembang di wajah tampan sang dokter. Beberapa meter dari keberadaan mereka, kedua wanita yang datang bersama Jim-in memperhatikannya dalam diam.
"Kamu pasti kecewa terapi kali ini tidak ada dekapan hangat istrimu," goda Seok Jin tepat di sampingnya.
Jim-in menoleh masih dengan sorot mata dingin. SeokJin pun tertawa pelan melihatnya.
"Jangan menatapku seperti itu. Emm, dia siapa?" Tunjuknya menggundakan ibu jari ke arah samping kiri.
Jim-in mengerti sinyal tersebut. "Kim Yuuna," jawabnya singkat. Seketika ia jadi teringat dengan ucapan Rania seminggu yang lalu.
"Dia calon tunanganmu?"
"Bagaimana hyung tahu?"
"Waktu aku berbicara dengan Rania, dia mengatakannya. Apa kamu tidak melihat sedikit saja ketulusan cinta dari istrimu?" bisiknya lagi. Ruangan berbentuk segiempat itu hening. Mereka sengaja berbisik-bisik saat berbicara.
Jim-in terdiam lalu menundukan kepalanya dalam.
"Seminggu ini aku bisa merasakannya."
Jarang sekali Jim-in bisa terbuka dengannya. Selama ia menjadi pasien dari dokter Seok Jin baru kali ini pria itu mengungkapkan hal pribadi. Jim-in sudah menganggapnya lebih dari seorang dokter.
"Itu tandanya kamu mulai menerima Rania. Atau mungkin kamu sudah jatuh cinta?"
Tatapan horor terpancar, sontak hal tersebut mengundang tawa dari Seok Jin lagi.
Suara menggelegar itu pun menyadarkan kedua wanita yang sedari tadi terus diam memperhatikan mereka. Rania merasa menyesal tidak membantu suaminya kali ini.
"Apa kamu mencintai Tuan Muda, Park Jim-in?"
Akhirnya Rania membuka suara.
"Aku mencintainya."
"Seberapa besar? Apa kamu bisa berada di samping Tuan saat dia membutuhkanmu, seperti sekarang? Apa kamu bisa sabar dengan perkataan kasarnya? Apa kamu bisa bertahan menerima perlakuan dinginnya? Apa kam-"
"Aku bisa. Karena dia tidak seperti itu padaku. Sebelum dia bersamamu, bukankah oppa sudah bersamaku? Aku lebih tahu tentang dia dibandingkan dirimu."
Perkataannya sontak menusuk tepat ulu hati Rania. Ia membungkam, mengunci mulutnya rapat-rapat. Benar apa yang dikatakan Yuuna, jika wanita itu lebih dulu hadir dalam kehidupan sang tuan daripada dirinya.
"Benar. Aku tidak mengenal Tuan sama sekali. Pertemuan pertama saja tidak ada kesan yang bermakna. Siapa aku? Bukan siapa-siapa Tuan. Sepertinya Yuuna wanita yang bisa mendampinginya dengan baik. Bukan aku. Wanita asing yang tidak pantas bersanding dengannya," monolog Rania dalam diam.
Sedari tadi tanpa ia sadari Yuuna memperhatikannya. Ada sorot kekecewaan melingkupi matanya. Senyum mengembang di wajah cantik Yuuna.
"Kamu tidak usah khawatir. Setelah kita bertunangan aku yang akan mengurusinya. Ahh, kalau bisa pernikahan kami dipercepat saja, agar kamu bisa melepaskan oppa. Aku tidak sabar dengan hari itu."
Kebahagiaan semu melintasi kepala Yuuna. Wanita itu menengadah melihat langit-langit ruangan dengan bayangan yang belum tentu terjadi.
Rania menatapnya tidak percaya. Bagaimana bisa wanita yang menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya berkata seperti tadi? Pikirnya. Seketika ketakutan merayap dalam dada. Ia khawatir kejadian yang tidak diharapkan akan menjadi kenyataan.
"Ya Allah, apa hamba akan dimadu? Aku tidak mau." Benaknya lagi seraya menggeleng-gelengkan kepala berhijabnya memikirkan ketakutan.
Cinta datang pada siapa saja yang dikehendakinya, tanpa mengenal waktu dan situasi. Berharap cinta mampu mengubah seseorang menjadi lebih baik.
...🌦️BIMBANG🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘