Apa jadinya ketika seorang mantan Casanova jatuh cinta pada seorang gadis yang polosnya tingkat dewa?
"Kau tahu tidak apa artinya cinta?"
"Tahu,"
"Apa?"
"Kasih sayang dari orangtua pada anak mereka."
Jleebb
Akan bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Mampukah seorang CIO MORIGAN STOLLER menaklukkan hati sang pujaan hati yang terlalu lambat menyadari perasaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 18
Di atas ranjang, Cio terus bolak-balik karena merasa gelisah. Hatinya tak tenang sejak pria bernama Royen terang-terangan mengajak Elil kenalan. Sebagai sesama pria, nalurinya berkata ada ketertarikan di diri pria tersebut. Dan itu membuat Cio menjadi kesal.
"Kenapa aku harus sampai seperti ini sih. Aku sendiri yang mati-matian menolak saat Ibu berkeras ingin menjodohkanku dengan Elil, tapi kenapa sekarang aku jadi begini?" ujar Cio sambil menjambak rambutnya sendiri. Tak puas, dia bangun kemudian menyandarkan punggung ke kepala ranjang. "Bagaimana jika b*jingan itu mencari tahu tentang Elil kemudian menemuinya tanpa sepengetahuanku? Tidak lucu kalau Elil sampai menerima kemunculannya. Masa iya seorang Casanova kesayangan sejuta wanita terbuang begitu saja. Dunia pasti akan langsung mencemoohku!"
Dugaan negatif yang memenuhi kepala Cio membuatnya tak tahan. Tak peduli waktu yang telah menunjukkan pukul dua dini hari, dia memutuskan untuk mendatangi kontrakan Elil. Cio ingin memastikan kalau gadis itu tidak sedang menggatal.
Mengendarai mobil kesayangannya, dengan kecepatan tinggi Cio melaju menuju tempat tujuan. Begitu sampai, dia bergegas keluar dan langsung membuka pintu rumah Elil. Pandangannya kemudian tertuju ke arah ranjang di mana ada gadisnya yang tertidur dengan kondisi tangan terbungkus perban.
"Kasihan," Cio tersenyum tipis. Perlahan-lahan dia menutup pintu kemudian mendekat ke arah Elil. Tatapan Cio begitu dalam, hingga akhirnya terpaku pada dua gundukan daging yang kelihatannya mulai sedikit membesar. "Apa Rachel dan Samantha mendapat perlakuan khusus dari Elil? Mereka mulai tumbuh subur. Ini perkembangan yang sangat baik. Sumber mata air mulai terlihat."
Sraakk
Cio dengan cepat menoleh ke arah jendela saat tak sengaja mendengar seperti ada langkah seseorang di sana.
(Oh, rupanya b*jingan itu benar mencari tahu tentang Elil. Lancang! Siapa dia sehingga berani ingin melakukan hal buruk pada gadisku. Sampah sialan!)
Untung saja Cio datang ke kontrakan Elil. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada gadis ini. Tak mau membuat kebisingan yang bisa mengganggu tidur makhluk cantik yang polosnya menyentuh level dewa, Cio memutuskan untuk langsung keluar mengejar orang misterius tersebut. Dia sangat yakin tamu tak diundang ini adalah orang suruhan Royen.
"Keluarlah! Aku tahu kau masih bersembunyi di sekitar sini!"
Sunyi. Tak ada pergerakan apapun setelah Cio berkata demikian. Masih berusaha sabar, dia kembali meminta orang tersebut agar menampakkan diri. Cio cukup sadar diri akan waktu yang masih tengah malam. Dia tak mau mengusik istirahat orang-orang yang tinggal di sekitar kontrakan.
"Sekali lagi aku minta kau keluarlah. Biarkan aku melihat seperti apa wajah sampahmu itu. Atau jika tidak, kau akan sangat menyesal karena sudah berani mengintai gadisku!" gertak Cio sambil terus mengawasi keadaan. Ekor matanya tampak tajam menelisik setiap sudut gelap yang kemungkinan menjadi tempat bersembunyi orang tersebut.
Cukup lama Cio menunggu, hingga akhirnya orang yang dia incar muncul menampakkan diri. Sosok pria bertubuh besar dengan stelan seperti preman tampak menyeringai ke arahnya. Ekspresi Cio cukup kaget, tapi tak lama kemudian sebuah smirk muncul menghiasi bibir.
"Preman kampung rupanya. Ada apa? Apa yang sedang kau cari dengan mengintai kamar gadisku?" cecar Cio santai. Bukan musuh yang berat juga. Sekali gorok, preman kampung ini pasti langsung mati. Cihh.
"Gadismu? Hihihi. Tuan, apa kau tidak salah mengklaim Nona Elil? Kau datang dengan mengendarai mobil yang begitu bagus. Aku tak yakin kau benar-benar menganggapnya sebagai gadismu," ejek si preman sambil terkekeh lucu.
"Berisik! Suara tawamu sangat buruk, mirip burung gagak yang sedang batuk."
"Kau .... "
"Jangan keras-keras. Nanti gadisku bangun." Cio melangkah perlahan mendekati preman tersebut. Sama sekali tak terlihat ada gurat kemarahan di wajahnya. Namun, sebenarnya ini adalah tanda bahaya. Dibalik sikap tenang yang Cio tunjukkan, ada amarah yang sedang berontak meminta agar dilepaskan. "Katakan padaku. Kau datang atas keinginanmu sendiri atau atas perintah orang lain?"
"Apa hakmu bertanya seperti itu? Terserah aku ingin melakukan apa di daerah sini. Aku ketuanya," sahut si preman dengan angkuh.
"Oh, ketuanya ya?"
"Ya. Kenapa? Ada masalah?"
"Sebenarnya tidak akan ada masalah seandainya kau mau menjawab jujur. Tetapi melihat gayamu yang begitu sombong, aku jadi tertarik untuk menjadikan hal ini sebagai suatu masalah."
"Kau mau apa hah! Jangan coba-coba melawanku atau aku akan membuatmu pulang tanpa nyawa!"
"Uhh takut sekali."
Semakin lama jarak antara Cio dengan si preman semakin dekat. Menyadari dirinya dalam bahaya, si preman segera mengeluarkan belati yang terselip di balik baju. Cio santai, sama sekali tak gentar melihat kilatan benda tajam tersebut. Baginya belati adalah benda yang gunanya tidak terlalu banyak selain hanya untuk menyakiti orang. Jadi tak ada yang perlu dia takutkan sekali pun preman ini berhasil melukainya.
Sreett
"Rasakan itu. Hahahaha!"
"Sudah ku bilang jangan berisik. Kenapa bebal?"
Plaaakkkk
Satu pukulan melayang kuat di wajah preman itu hingga membuatnya jatuh tersungkur. Bibirnya robek, yang mana langsung membuatnya meludah darah. Kesal, preman itu segera bangkit dan kembali melakukan serangan. Namun, kali ini dia salah lawan.
Tap
"Hanya ini yang bisa kau lakukan?" cibir Cio sembari menahan belati yang ditujukan ke perutnya. "Bodoh. Harusnya kau menyelidiki kelemahan dari pihak musuh sebelum melakukan penyerangan. Kalau sudah begini, pada siapa kau akan meminta tolong? Lihatlah, senjatamu hanya bisa menggores sedikit kulit tubuhku. Pernah terpikir tidak kalau pada akhirnya yang kau lakukan akan menjadi boomerang untuk dirimu sendiri?"
Jlebb
"Akhhhhh!!"
"Syuttt, aku tidak suka pada orang yang berisik. Tenanglah. Setelah ini aku akan mengirimmu pada kematian yang penuh kenangan," Seringai lebar muncul di bibir Cio ketika melihat darah mulai keluar dari mulut si preman. Sengaja dia menambah tekanan agar belati masuk semakin dalam ke perutnya. "Elil milikku. Kau tidak seharusnya melakukan tindakan menjijikkan seperti tadi. Lihatlah akibatnya sekarang. Kau harus kehilangan nyawa akibat memandang remeh keberadaanku."
Wajah si preman mulai pucat seiring banyaknya darah yang mengalir keluar. Sungguh, dia tak menyangka kalau tindakan cabulnya akan berakibat fatal. Andai waktu bisa diputar, dia tak akan sudi menerima pekerjaan dari Tuan Hetler. Gara-gara orang tua itu kebebasannya jadi terenggut. Dia tak akan bisa lagi menikmati hal-hal menyenangkan di dunia ini.
"Kemari dan bawa sampah ini ke markas. Jangan lupa juga bersihkan semua jejak yang tertinggal. Sekarang!" perintah Cio lewat telepon. Posisinya sekarang masih berdiri dengan tangan terus menekan belati. Preman kampung di hadapannya sedang sekarat.
Cio bersenandung kecil sambil menunggu detik-detik nyawa si preman lepas dari badan. Sungguh pemandangan yang sangat menarik. Dia tak menyangka akan kembali mengukir pahatan dari tubuh manusia. Bedanya yang sekarang berjenis kelamin laki-laki, tidak seperti kebiasaannya yang suka membuat patung manekin dari tubuh wanita cantik.
"Tuan," Dua orang penjaga datang kemudian membungkuk hormat.
"Bawa sampah ini. Aku mau menemani gadisku dulu. Kasihan, dia pasti terganggu setelah apa yang terjadi,"
"Baiklah."
"Ingat, yang bersih. Aku tidak mau orang-orang heboh jika melihat ada darah yang tercecer di tempat ini," pesan Cio kemudian mengibaskan tangan. Dia lalu meminta tisu untuk membersihkan kedua tangannya. "Ck, aku butuh Elil untuk mengobati tanganku."
"Anda terluka,"
"Aku sengaja melakukannya. Dengan begini aku jadi punya kesempatan diperhatikan oleh Elil. Sudah, kalian lekas bereskan masalah ini sebelum ada yang melihat. Aku mau masuk dulu."
Seperti tak terjadi apa-apa, Cio melenggang masuk ke kamar kontrakan Elil. Dia sudah tak sabar ingin bermanja pada gadis itu dengan memamerkan luka yang tidak seberapa.
***