Ketika wabah zombie mulai menyebar di sekolah, Violetta berusaha keras untuk menahan perasaannya. Luka hatinya akibat perselingkuhan Zean dan Flora masih segar, dan kini dia terjebak dalam situasi hidup dan mati yang mengharuskan dia untuk tetap fokus. Namun, perasaan sakit hati itu tetap menghantui, mengganggu konsentrasinya setiap kali dia melihat Zean atau Flora di dekatnya.
Di tengah situasi yang genting, Arshanan, cowok yang dikenal dingin dan tidak banyak bicara, justru menunjukkan perhatian yang mengejutkan. Meski jarang berbicara, ia selalu ada di sekitar Violetta, seolah memastikan gadis itu baik-baik saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puja Andriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 07
Arshanan terus melirik ke arah rumah Flora dari balik kaca mobil, menunggu dan memperhatikan keadaan sekitar yang tampak lengang, sementara disisi nya, Violetta tampak menyandarkan punggungnya ke jok mobil dengan gusar sambil menggigit bibir bawahnya.
"Kayaknya aman," gumam Arshanan setelah tidak juga mendapati tanda-tanda bahaya ataupun Zean dan Flora kembali dari rumah itu. Arshanan menghembuskan napasnya lega kemudian beralih menatap Violetta disisi nya, "Ayo, gue anter lo pulang."
Violetta hanya menganggukkan kepala nya tanpa mengatakan apapun. Ia menegakkan posisi duduknya, memasang kembali sabuk pengamannya, sementara Arshanan bergegas menghidupkan mesih mobil dan suara gemuruh mesinnya mengisi keheningan diantara mereka. Arshanan baru saja akan menginjak pedal gas ketika suara teriakan tiba-tiba terdengar.
Arshanan maupun Violetta lantas menoleh ke arah rumah Flora. Disana, mereka mendapati Zean dan Flora berlari tergesa-gesa ke arah mobil. Wajah kedua nya dipenuhi ketakutan dan Flora bahkan terlihat hampir tersandung kalau saja Zean tidak dengan sigap membantunya dan kembali menariknya agar tetap berlari.
Kedua nya bergegas masuk kembali ke dalam mobil dengan napas tersenggal-senggal, "Ayo cepetan jalan!!" Desak Flora dengan panik. Zean juga tampak sama paniknya.
Arshanan maupun Violetta tak perlu repot-repot bertanya ada apa, sebab di detik berikutnya, zombie-zombie yang mengejar Zean dan Flora muncul dari perkarangan rumah dan bergerak cepat ke arah mereka.
Lantas saja, Arshanan langsung menginjak pedal gas dan membawa mobil yang mereka naikin melaju cepat meninggalkan perkarangan rumah Flora.
Mobil SUV hitam yang membawa ke-empat remaja itu melaju semakin jauh meninggalkan rumah Flora, menyusuri jalanan kota yang kini terasa seperti dunia yang asing dan mengerikan. Hujan kembari mengguyur dengan deras, menciptakan suara monoton di atap mobil dan menambah berat suasana di sekitar mereka. Flora meringkuk di kursi belakang, sesekali menoleh ke belakang melalui kaca jendela, menatap nanar rumahnya yang perlahan menghilang dari pandangan. Air matanya lolos tanpa Flora sadari. Ia mengeratkan pelukan tangannya di kedua lututnya yang sedari tadi di tekuk. Pikirannya begitu kalut. merasakan kecemasan ketika memikirkan dimana keberadaan keluarganya.
Sementara itu, di kursi depan, Violetta terlihat bergeming saja, tatapannya kosong, ia tidak berhenti menatap ke luar jendela, ke jalanan kosong yang hanya menyajikan bayangan gelap dari bangunan-bangunan yang terlihat rusak, mobil-mobil yang terpakir terbengkalai dan langit yang masih diguyur hujan. Violetta menggigit bibir bawahnya, menahan perasaan gemuruh yang campur aduk, tangannya bahkan sampai menggenggam erat sabuk pengamannya, seolah itu satu-satunya hal yang membuatnya merasa terkoneksi dengan dunia yang masih tersisa. Pikirannya melayang jauh, ke hari-hari biasa sebelum semua kekacauan ini terjadi, tentang kehidupannya yang mewah, rutinitas sekolahnya, teman-temannya, dan tentu saja keluarganya. Ayahnya adalah seorang jendral tentara, yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya. Jika mereka berhasil sampai kerumahnya, ayahnya pasti membuat tempat perlindungan yang aman. keluarganya pasti baik-baik saja.
Violetta mengusap pipinya yang terasa basah, ia menghembuskan napasnya dengan panjang, berusaha membuat pikirannya menjadi tenang. Violetta menekan kepercayaan pada dirinya sendiri bahwa keluarga nya baik-baik saja, bahwa rumah mereka masih aman, namun zombie-zombie yan bergerak di luar sana, di bawah guyuran hujan dengan penuh ancaman agak membuat nya merasa ragu. Ada banyak hal yang belum mereka ketahui dan hal itu membuat hati nya merasa sesak.
Di tengah kekalutannnya, Suara isakan Flora dari kursi belakang memecah keheningan, namun Violetta enggan menoleh ataupun melirik meski ia tahu Flora sedang merasakan kekhawatiran yang sama dengannya. Ia belum me-maafkan Flora dan sepertinya tidak akan pernah.
Ketika memasuki perumahan mewah dimana Violetta tinggal, Arshanan mengurangi kecepatan mobilnya. Meski perumahaan dimana Violetta tinggal terlihat jauh lebih teratur, lebih terawat daripada perumahan dimana Flora tinggal. Suasana di sekitarnya tetap saja sama-sama terasa penuh ancaman. tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitar, begitu senyap seolah semua penghuni nya sudah menghilang. Setiap rumah-rumah yang mereka lewati tampak kosong tanpa cahaya lampu yang menyala.
Violetta menegakkan posisi duduknya. Matanya mengamati dengan tatapan tajam ke setiap sudut, mencari setiap pergerakan di sekitar, setiap ancaman yang bisa saja muncul dari rumah-rumah yang gelap itu. Violetta ingin merasa aman di rumahnya, namun perasaan takut ketika melihat situasi di sekitar seolah menggerogot pikirannya, Apa yang akan mereka temui disana? Apakah keluarganya menunggunya dengan keadaan baik-baik saja? Apa rumahnya masih utuh? Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi isi kepalanya
Arshanan yang sedari tadi terlihat paling tenang dan fokus mengemudi, nyata nya ia juga merasakan kekhawatiran yang sama. Diam-diam ia berharap bahwa kekacauan ini tidak sampai di kota dimana keluarga nya tinggal. Arshaan memang tinggal terpisah dengan keluarganya, merantau demi pendidikan dan beasiswa nya.
Arshanan menggenggam erat setir, berusaha tetap fokus mengemudi meski matanya terlihat lelah oleh kegelapan dan rintik hujan yang terus membasahi kaca depan mobil, sementara Violetta yang duduk di sampingnya terus memberi arahan dengan suara pelan, menunjukkan kemana arah menuju rumahnya.
"Nanti di ujung jalan, kita belok kanan," ujar Violetta seraya jari telunjuknya menunjuk ke depan, searanya nyaris tenggelam oleh suara hujan yang turun semakin deras.
Arshanan yang mendengarkan intruksi dari Violetta hanya menganggukan kepalanya tanpa mengatakan apapun. Membawa mobil yang ia kemudikan mengikutin arahan yang cewek di sampingnya arahkan.
Malam semakin larut, langit yang kelam tersa semakin menelan cahaya, mengakibatkan atmosfir yang terasa di sekitar semakin terasa lebih sunyi dan menegangkan. Jalan yang mereka lalui sepi dan hanya terlihat bayangan samar pohon-pohon besar yang bediri diam di tepi jalan.
Sementara itu, Zean dan Flora di kursi belakang terlihat bergeming dan terdengar sesekali helaan napas gusar Flora yang baru saja berhasil menghentikan isakkan tangisnya. Kedua nya terlihat tenggelam dalam pikiran masing-masing. Flora merapatkan pelukannya sendiri, mencoba melawan dingin yang menyeruak masuk ke dalam mobil, sementara Zean memeluk tongkat baseball nya dengan kepala tertoleh ke luar jendela mobil, tatapannya terlihat kosong.
"Jauh lagi?" Arshanan melirik seperkian detik ke arah Violetta saat melontarkan tanya.
"Enggak kok," Violetta menyahut singkat. Matanya bergerak memperhatikan sekitar kemudian raut wajahnya berubah tegang dan tanpa sadar ia menggenggam ujung kursi dengan erat ketika mobil mereka semakin dekat dengan rumah Violetta.
"Itu rumah gue," Violetta berseru, namun suara antusias nya tidak bisa menyembunyikan perasaan gelisahnya. Ayahnya memang seorang jendral tentara, dan ayahnya sudah pasti berusaha membuat rumah mereka aman. Tapi mengingat situasi hari ini yang sungguh kacau balau, pemikirannya itu jadi agak meragu.
Arshanan melambatkan laju mobilnya, mengamati rumah-rumah besar di sisi kiri dan kanan jalan yang terlihat seperti bayang-bayang gelap, kosong dan tak bersahabat. Gerbang rumah-rumah itu tertutup rapat dan beberapa di antaranya terlihat rusak.
Hujan benar-benar reda ketika mobil berhenti di depan pelataran rumah Violetta yang besar dan megah, namun tak jauh berbeda dengan rumah-rumah di sekitarnya yang tampak gelap dan sunyi, memberikan kesan mencengkam. Terlihat pula pintu depannya terbuka sedikit, seolah itu memberi petanda bahwa sesuatu telah terjadi di dalam.
Violetta keluar dari mobil lebih dulu. Ia tidak mengatakan apapun, namun matanya berkaca-kaca menatap ke arah rumahnya yang tampak kosong . Perasaan takut, cemas, dan harapan bercampur menjadi satu di hatinya. Violetta tahu kalau ia harus masuk, tapi Violetta juga tahu apa yang mungkin ia temui di dalam sana.
Arshanan, Zean dan Flora menyusul Violetta keluar dari dalam mobil dengan gerakan hati-hati. Ketiga nya serempak menghidupkan senter ponsel mereka. Cahaya dari senter itu menerangi jalan setapak menuju pintu depan rumah, tetapi tetap tidak cukup untuk mengusir kegelapan dan rasa takut yang menyelimuti mereka.
Violetta baru saja akan mengambil langkah, namun pertanyaan yang di lontarkan Arshanan sejenak membuatnya berhenti,
"Lo yakin mau masuk?" Arshanan berdiri di samping Violetta ketika melontarkan tanya, cowok itu menatap ke arah rumah Violetta dengan tatapan penuh waspada.
Violetta tidak langsung menjawab, ia tampak menggigit bibirnya, menahan air matanya yang hampir jatuh, "Gue harus masuk," jawabnya dengan nada pelan, namun terdengar tegas, " Gue harus tahu apa yang terjai sama keluarga gue."
Zean mengangkat tongkat baseball nya di satu tangan yang tidak memegangi ponselnya yang sedang menyalakan senter, seolah ia bersikap waspada jika sesuatu yang buruk seperti misalnya Zombie tiba-tiba muncul dan menyerang mereka.
Flora yang berdiri paling dekat dengan Zean lantas memegang lengannya dengan erat. Wajah cewek itu terlihat pucat, jelas sekali menunjukan bahwa ia ketakutan.
Violetta mengambil angkah lebih dulu, kemudian yang lainnya mengikuti. Cahaya senter dari ponsel mereka bergerak-gerak, memantulkan bayangan di dinding dan lantai yang kini terlihat kotor dan penuh jejak lumpur. atmosfir terasa mencengkam ketika mereka mendekati pintu depan, angin dingin dari sisa-sisa hujan bertiup pelan, membuat bulu kuduk mereka meremang.
Ketika mereka sampai di depan pintu, Violetta berhenti sejenak untuk menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, ia mencoba mengumpulkan keberaniannya, sementara itu, Arshanan yang berdir di sebelahnya menaruh tangan di bahu Violetta, seolah ia mengatakan pada cewek itu bahwa ia bersamanya.
Violetta menoleh pada Arshanan sebentar, sebelum ia mendorong pintu depan rumahnya perlahan.
Sementara itu, Zean yang berdiri di depan mereka, diam-diam mendengus seraya membuang pandangan ke arah lain, menahan gemuruh cemburu di dadanya.
Pintu yang di dorong Violetta berderit, menciptakan suara yang terdengar begitu nyaring di tengah keheningan. Dari balik pintu terihat ruangtamu yang luas dab gelap, Furnitur mewah masih ada di tempatnya, tetapi semua nya tampak berantakan. Beberapa sofa terbalik, vas bunga pecah di lantai, dan karpet besar yang biasanya terhampar rapi kini terlipat dan kotor, bahkan ada darah di beberapa bagian lantai yang sukses membuat tubuh Violetta bergetar melihatnya.
Ke-empatnya melangkah perlahan, di dalam rumah, suasana nya lebih mencekam. Setiap langkah kaki mereka terdengar jelas, gema kecilnya menyebar di ruangan besar itu. Bau lembab bercampur dengan sesuatu yang lebih tajam-bau darah yang samar.
"Papa," Violetta memanggil, suara nya terdengar serak, " Mama," suara nya menggema, tetapi tidak ada jawaban. Hanya kesunyian yang menyelimuti mereka, membuat jantung mereka berdetak lebih cepat.
Mereka terus melangkah perlahan, menerangi setiap sudut dengan cahaya senter. Masing-masing dari mereka memegang tongkat baseball, waspada terhadap setiap suara atau gerakan yang mencurigakan. Rumah yang dulu menjadi tempat perlindungan bagi Violetta kini terasa seperti tempat yang asing dan berbahaya.