Alya Zafrina Sadekh 23 thn, wanita yang terlihat biasa saja, di tawarkan oleh Istri CEO yang menjabat sebagai Direktur tempat Alya bekerja untuk pinjam rahimnya dengan imbalan sebesar 2 milyar.
Erick Triyudha Pratama 35 thn sudah menikah selama 10 thn dengan Agnes Rivalia 30 thn, belum juga memiliki anak. Demi mendapatkan seorang penerus keluarga Pratama, akhirnya Agnes mencari karyawan yang tidak cantik yaitu Alya, untuk pinjam rahimnya agar bisa melakukan pembuahan melalui inseminasi bukan melalui hubungan suami istri.
Agnes meminta Alya menjadi madunya, sampai anaknya dilahirkan, setelahnya akan bercerai. Dan Alya baru tahu jika CEO nya memiliki 2 istri, istri kedua bernama Delila Safrin 25 thn, berarti Alya jadi istri ketiga.
Tidak ada rasa cinta antara Alya dan Erick, mereka menikah demi status anak yang akan hadir di rahim Alya. Penuh misteri dari sosok Alya yang berpenampilan tidak cantik.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Alya dengan Erick sebagai istri ketiganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa kamu sebenarnya
Alya dan Alex sudah mulai berbincang masalah kerjasama perusahaan pratama dengan bank B, secara detail Alya menjelaskan dari proyeksi keuangan. Sebenarnya kehadiran Erick di antara Alya dan Alex tidak terlalu banyak membantu, justru Alya yang banyak berperan dalam pertemuan tersebut.
Wanita tersebut sungguh sudah menyiapkan segala bahan pertemuan di tabletnya, sehingga Alex sebagai perwakilan pihak Bank B, merasa puas dengan segala penjabaran yang logis dan tentu berdasarkan data bukan omong kosong semata.
Erick berkali-kali menahan napasnya, melihat teknik Alya bernegosiasi, tutur kata yang berurutan serta suaranya terdengar berbeda di telinganya kali ini.
Siapa kamu sebenarnya!!!
“Baik Pak Alex, hanya ini yang bisa saya jelaskan dan sampaikan, nanti data ini akan segera saya kirim ke email Pak Alex,” ujar Alya.
“Luar biasa Pak Erick, punya karyawan yang sangat berkompeten dalam bidangnya. Saya rasa ke mungkinan proposal kerja sama akan segera di setujui,” ucap Alex.
“Terima kasih Pak Alex atas pujiannya, perusahaan kami memang sangat seleksi dalam menerima karyawan. Dan terima kasih jika pertemuan hari ini bisa menjadi bahan pertimbangan proyek kita ke depan,” jawab Erick.
Cih.....sok muji.....muji...tadi pagi ke mana aja Pak CEO.
“Baiklah kalau begitu, saya akan segera kabarkan untuk kelanjutannya,” ujar Alex.
“Saya tunggu kabar baiknya dari Pak Alex,” tutur Alya.
“Pastinya mbak Alya, pasti kabar baik. Kalau begitu saya pamit kembali ke kantor.....mbak Alya.....Pak Erick,” ujar Alex berpamitan.
“Mari saya antar Pak Alex,” pinta Alya, sambil mempersilahkan Alex untuk berjalan duluan.
Kemudian baru Alya dan Erick mengikuti Alex.
Alya mengantarkan Alex sampai masuk mobilnya yang sudah berada di luar lobby, Erick dengan setianya masih mendampingi Alya. Tapi Alya menghiraukannya, justru malah seakan-akan tidak ada orang di sampingnya.
Mobil yang di tumpangi Alex sudah berlalu, Alya kembali masuk ke dalam lobby Perusahaan. Dan kembali lagi Erick mengekori langkah kaki Alya.
Wanita itu hanya melirik sesaat ke pria yang berada di sampingnya.
Ting........pintu lift terbuka, Alya kembali masuk ke dalam lift dan segera memencet tombol tujuh, lantai divisi finance.
“Hemm........,” Erick kembali berdehem.
“Jika merasa tenggorokan gatal, sebaiknya di bawa minum. Biar tidak terus berdehem, budek lama-lama telinga saya dengar deheman terus,” celetuk Alya tanpa menatap wajah pria ganteng tersebut.
“Kalau begitu nanti tolong ambilkan saya minum dan antarkan ke ruangan saya,” pinta Erick.
“Ya, nanti saya akan bilang office boy untuk mengantarkan minum buat Pak CEO!!” jawab Alya.
“Kok malah kamu menyuruh office boy yang ambil minum,” tegur Erick tidak terima penolakan atas perintahnya.
“Ya, memang tugasnya office boy. Dan saya bukan office boy,” jawab ketus Alya.
Tadi pagi sudah minta buatin kopi, sekarang minta di ambilin air minum.........hello Pak CEO baik-baik aja kan!!!
Ting.......pintu lift terbuka di lantai tujuh, Alya bergegas keluar ruangan, Erick tetap mengikutinya.
Ah bodo amatlah terserah si Pak CEO mau ke mana bukan urusan gue.
Ruang divisi finance kembali heboh, ketika Erick masuk kembali ke ruang divisi finance.....ternyata Rio masih berada di ruang finance menggantikan Erick yang meninggalkan sidaknya.
Wanita berkacamata itu masuk ke dalam ruangannya, menghempaskan bokongnya di kursi kerjaannya.
Dan ternyata Erick juga masuk ke dalam ruangannya, dan duduk di sofa single dengan menyilangkan kakinya.
“Ya Allah.......kenapa seharian ini harus bertemu dengan Pak CEO ini......apa dosaku!” gumam Alya sendiri.
“Gak usah ngomong sendiri, di sini ada orangnya......kenapa tidak bilang langsung,” sahut Erick.
Alya mendengus kesal, kenapa juga pria itu harus menyahutin omongan dia sendiri.
“Sekarang Pak CEO ada keperluan apa di ruangan saya, apa ada yang bisa saya bantu. Tapi alangkah baiknya Bapak bisa menemui Pak Fatur jika ingin lebih tahu masalah keuangan perusahaan Bapak,” Alya berusaha sopan.
“Saya hanya ingin melihat kamu bekerja saja, jadi silahkan lanjutkan pekerjaannya. Dan anggap saja saya tidak ada di sini,” jawab Erick.
Beberapa staf finance mondar mandir di depan ruangan Alya sambil mengintip keadaan di dalamnya.
Sesuai dengan perkataan Erick, Alya benar-benar tidak menganggap Erick berada di ruangannya, dimanfaatkannya waktu dua jam yang tersisa sebelum waktu jam kerja berakhir, untuk menyelesaikan pekerjaannya tanpa bicara.
Sedangkan Erick benar-benar tidak suka dengan keadaan hening di dalam ruangan Alya, wanita itu tidak pernah melirik ke arah pria itu, justru pria itu yang sering menatap wanita yang tidak terlalu cantik itu.
TOK......TOK......TOK....
“Masuk......” jawab Alya.
“Permisi Pak Erick.....,” ujar Fitri yang melewati Erick.
“Mmm.......,” gumam Erick.
“Ada apa Fitri...?” tanya Alya.
“Ini mau anterin beberapa surat untuk vendor, butuh tanda tangan loe,” ujar Fitri.
“OK thanks, nanti gue cek dulu.”
“OK.....sip.....gue balik ke meja.”
“Eeh.... Fitri, gue minta tolong ya bilangin ke Office Boy surut beli minuman larutan ya, dua kaleng rasa melon,” pinta Alya.
“Oooh OK, buat siapa?” tanya Fitri.
“Buat orang yang lagi sakit tenggorokan, dari tadi cuma bisa berdehem doang. Kasihan nanti lama-lama tenggorokannya lecet,” balas Alya sambil melirik ke arah Erick, sedangkan kedua netra Erick sudah melotot membalas lirikan Alya.
Erick paham siapa yang di maksud Alya, adalah dirinya sendiri. Karena sepanjang pria itu berada di ruangan Alya, kerjaannya hanya berdehem saja, untuk menarik perhatian Alya.
Setelah Fitri keluar, kembali hening ruangan Alya.
“Kamu ngataiin saya tadi sakit tenggorokan ya?”tanya Erick.
Alya mengangkat kepalanya sedikit, dan menatap ke arah Erick dulu,”Kapan saya bilang seperti itu?” balik tanya Alya.
“Barusan!!!” seru Erick.
“Memangnya tadi saya sebut nama Pak CEO kah? Rasanya tidak deh. Sepertinya Pak CEO harus cek telinganya ke Dokter THT deh Pak,” celetuk Alya.
“Alya......!” suara Erick meninggi.
“Pak CEO please saya lagi menyelesaikan pekerjaan, sedang tidak mau bertengkar. Mending Bapak bertengkar sama Bu Agnes, lebih enak lagi......apalagi kalau bertengkar di atas ranjang......huuh pasti heboh deh,” ledek Alya.
Haduh kenapa jadi keluar kata ranjang.......astaga......otak gue mulai error nih.
Wajah Erick sudah mulai memerah antara sedang menahan marah atau karena kata ranjang.
“Mbak Alya, ini pesanannya,” tanpa mengetuk....si Mamat masuk ke ruangan Alya.
“Eeh....maaf ada Pak Erick, punten ya Pak,” ujar Mamat yang baru engeh, sambil meletakkan plastik belanjaannya di atas meja kerja Alya.
“Hemm......,” Erick kembali berdehem.
“Makasih ya Mas Mamat.”
“Sama-sama mbak Alya,” Mamat buru-buru keluar ruangan.
Alya beringsut dari duduknya dan mengambil satu kaleng larutan rasa melon, dan melap kaleng tersebut dengan tisu.
“Silahkan di minum Pak CEO, biar tidak selalu berdehem,” ujar Alya sambil memberikan kaleng minuman larutan.
Dengan malasnya Erick menerima kaleng yang masih di pegang Alya.
“Biasakan bilang.........terima kasih Pak,” celetuk Alya sambil lalu, kembali ke kursi kerjanya.
“Terima Kasih,” sahut Erick terpaksa.
Sepertinya dalam satu hari ini gue berasa kayak di selidiki ya sama nih Pak CEO!!!