Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra.
Hidup tak selalu mudah, tidak juga selamanya susah. Keduanya hadir secara bergantian, berputar, dan akan berhenti saat takdir memerintahkan.
Percayalah, selepas gulita datang akan ada setitik harapan dan sumber penerangan. Allah sudah menjanjikan, bersama kesulitan ada kemudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 15
...بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم...
..."Saling melengkapi kekurangan, dan menyempurnakan kelebihan, itulah yang dinamakan dengan pernikahan."...
...—🖤—...
ZAYYAN mengetuk kamar Harini beberapa kali. Dengan masih terkantuk-kantuk karena baru tidur sebentar dan telah melakukan perjalanan jauh, Harini memaksakan diri untuk menghampiri sang putra.
"Apa sih, Yan? Ibu masih ngantuk berat ini," oceh Harini berusaha membuka kedua matanya.
Zayyan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia ragu dan bingung untuk menjelaskan duduk perkaranya pada sang ibu.
"Apa?"
"Ehm..., itu..., Bu..., anu..., Zalfa..., datang bulan Zayyan nggak ngerti. Bantuin Zalfa mau yah, Bu?" ungkap Zayyan terbata-bata.
"Zayyan! Zayyan! Kamu ini ada-ada aja. Nggak bisa emang bantuin istri kamu sendiri?"
"Sama Ibu aja, Zayyan nggak berani. Nggak ngerti juga, cuma bantuin Zalfa ganti baju dan sejenisnya. Kalau urusan bersihin seprei Zayyan bisa handel," bujuk Zayyan.
Harini mengikat rambutnya asal lalu mengikuti langkah sang putra menuju ke kamar.
"Gendong Zalfa ke kamar mandi coba, siapkan baju ganti sama pembalutnya juga," pinta Harini saat sudah mendapati Zalfa tengah menahan sakit di atas ranjang.
"Jangan digendong, Mas, pakai kursi roda aja. Baju Mas kotor nanti kena darah," larang Zalfa sungkan.
"Darah bisa Mas cuci," sahut Zayyan langsung menggendong Zalfa dan mendudukkannya di kloset duduk.
"Hari pertama yah? Biasa minum kiranti buat pereda nyeri?" tanya Harini.
Zalfa mengangguk malu. "Maaf yah, Bu, aku hanya bisa merepotkan Ibu."
Harini mengelus penuh sayang puncak kepala Zalfa yang masih tertutup khimar. "Kamu ini kayak sama siapa aja. Nggak usah sungkan kalau sama Ibu."
"Aku nggak enak tiap mau ke kamar mandi atau ganti pakaian selalu merepotkan Ibu."
"Ya udah kalau gitu nanti Ibu suruh Zayyan aja. Maafin anak Ibu, belum bisa jadi suami yang baik buat kamu," tutur Harini di tengah kegiatan membantu sang menantu.
"Jangan sama Mas Zayyan, aku malu, Bu."
Harini geleng-geleng kepala dan terkekeh pelan. "Dibantu sama Ibu sungkan, sama Zayyan malu. Terus yang bantu kamu siapa?"
Zalfa hanya bisa terdiam dan menunduk dalam. Dia merasa tidak berguna, yang ada malah merepotkan saja.
Harini mengangkat wajah Zalfa lembut. "Ibu tuh sayang banget sama kamu, Ibu seneng saat tahu Zayyan mau menikahi kamu. Nggak ada yang direpotkan sama sekali. Berhenti berpikiran seperti itu yah, Nak."
Zalfa mengangguk pelan dan tersenyum tipis.
"Kalau di depan suami, nggak papa auratnya terbuka. Nggak perlu pake kerudung juga, kan udah halal," katanya memberi sedikit nasihat.
"Aku masih malu, Bu."
Harini mengangguk maklum. "Ibu nggak akan maksa kamu. Sesiapnya kamu aja, semua butuh waktu. Apalagi kalian yang baru menikah dan nggak melewati proses pacaran terlebih dahulu."
"Makasih yah, Bu, udah mau ngertiin aku."
Harini mengangguk seraya tersenyum lebar. "Sudah selesai, sudah bersih, wangi, dan juga cantik."
"Tugas Ibu selesai, sekarang giliran kamu," imbuh Harini saat dirinya keluar dari kamar mandi dan langsung kembali ke kamarnya.
"Makasih banyak yah, Bu. Maaf ngerepotin Ibu terus," sahut Zayyan menahan langkah Harini. Dia sangat tidak enak hati.
Harini menepuk pundak sang putra. "Ibu nggak merasa direpotkan sama sekali. Tapi, mulai sekarang kamu harus bisa belajar untuk mengurus Zalfa. Ingat tujuan kamu menikahi dia untuk apa? Kasihan Zalfa, sungkan sama merasa nggak enak sama Ibu."
Zayyan mengangguk pelan. Lalu segera menemui Zalfa dan menggendong sang istri untuk kembali ditidurkan di atas ranjang.
"Seprai kotornya udah Mas ganti, Mas juga udah mandi, sekarang kamu bisa istirahat lagi. Mas mau tahajud dulu," katanya lantas menepuk lembut puncak kepala Zalfa.
Tadinya Zayyan berencana untuk mengajak Zalfa salat tahajud berjamaah, tapi pada saat bangun dia dikejutkan dengan banyaknya darah yang mengotori seprei. Kepanikan Zayyan semakin menjadi, kala mendengar rintih kesakitan Zalfa. Alhasil dengan terpaksa dirinya membangunkan Harini untuk membereskan kekacauan.
"Makasih yah, Mas. Maaf juga karena selalu merepotkan."
"Jangan ngomong gitu terus, Mas nggak suka," pinta Zayyan cukup tegas.
Setelahnya Zayyan bergegas menggelar sajadah dan menunaikan salat tahajud, tak lupa dia pun sejenak membaca Al-quran.
"Malah ngelamun, bukannya tidur," tutur Zayyan saat sudah duduk di sisi sang istri.
"Aku lebih memilih untuk menyaksikan pemandangan indah, dibandingkan harus terlelap. Mubazir tahu, Mas."
"Udah mulai jago gombal yah kamu."
Zalfa tertawa kecil. "Ketularan Mas Zayyan."
Refleks Zayyan menjawil hidung Zalfa. "Aduhh, maaf kelepasan. Mas nggak sengaja, Fa," katanya memohon ampun.
"Nggak usah minta maaf, aku halal untuk Mas pegang," sahut Zalfa tersipu malu, kepalanya langsung menunduk dalam.
Zayyan menangkup wajah sang istri lembut, pandangan mereka saling bertemu. "Hari ini, kan Mas masih libur. Mas mau kursus sama Ibu, supaya bisa merawat kamu. In syaa allah Mas akan berusaha untuk mengurus kamu dengan sebaik mungkin. Bantu Mas yah, Mas masih harus banyak belajar."
"Aku yang seharusnya melakukan itu, bukan Mas. Aku sudah lalai dengan kewajibanku sebagai istri."
Zayyan menggeleng kuat dan menggenggam tangan Zalfa. "Niat Mas menikah untuk beribadah dan mencari rida Allah. Bukan untuk menjadikan kamu sebagai pendamping yang harus melayani segala kebutuhan Mas. Nggak kayak gitu."
"Oh, ya besok, kan Mas udah mulai kerja lagi. Kalau perlu apa-apa jangan sungkan bilang sama Ibu yah," tukasnya.
"Mas kerjanya delapan jam, masuk jam delapan pulang jam empat sore. Sebelumnya, kan Mas tinggal di resort, Mas terbiasa memasakan sarapan, makan siang, dan juga makan malam untuk Mbak Nayya. Mulai besok Mas akan membicarakan masalah ini sama Mbak Nayya, karena, kan nggak mungkin Mas berangkat pagi-pagi buta, pulang larut malam," terang Zayyan agar tidak terjadi kesalahpahaman.
"Nggak papa kok, kalau emang itu termasuk kerjaan Mas juga. Aku nggak keberatan sama sekali."
"Sekarang, kan Mas udah nggak tinggal di resort. Waktu Mas nggak se-fleksibel dulu yang bisa dengan mudah keluar masuk dapur, meskipun di luar jam kerja. Lagi pula sekarang, kan Mas ada istri. Mana bisa Mas betah berlama-lama di luar, padahal ada bidadari yang nunggu di rumah," tuturnya ditutup dengan sebuah gombalan.
"Mas ini makin menjadi-jadi aja gombalannya. Belajar dari mana sih?" sahut Zalfa heran.
"Naluri, bawaan diri." Zayyan tertawa puas.
"Spesial untuk Tuan Putri, mau dimasakan apa hari ini?"
Zalfa mengetukkan jarinya di dagu, seolah tengah berpikir. "Sepiring cinta juga segelas kasih sayang."
Tubuh Zayyan menggigil bukan main. Istrinya ini pintar sekali menggombal, mana efeknya sangat luar biasa pula.
Zalfa tertawa dengan begitu puasnya. "Ya Allah, Mas muka kamu merah semua itu, sampai ke telinga juga. Alergi gombalan yah?"
Zayyan tak kuasa untuk menahan diri, dia langsung menggelitiki istrinya tanpa ampun. Zalfa benar-benar menggemaskan.
...🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤...
love sekebon🥰