kisah ini sekuel dari novel Karma pemilik Ajian Jaran Goyang.
Adjie merasakan tubuhnya menderita sakit yang tidak dapat diprediksi oleh dokter.
Wati sang istri sudah membawanya berobat kesana kemari, tetapi tidak ada perubahannya.
Lalu penyakit apa yang dialami oleh Adjie, dan dosa apa yang diperbuatnya sehingga membuatnya menderita seperti itu?
Ikuti kisah selanjutnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janny
Seorang wanita muda berjalan menapaki perbukitan. Ia memiliki wajah yang cantik dengan kulit yang putih dan bersih.
Wanita muda itu menyandang gelar dokter, dan merupakan adik dari Anton. Ia yang mendengar kondisi kakak iparnya sangat memprihatinkan, mencoba untuk memberikan solusi pada sang kakak
Sesekali ia menghentikan langkahnya. Mengatur nafasnya yang tersengal karena harus menaiki perbukitan yang cukup tinggi.
Ia membawa perbekalan seadanya. Ia baru saja pulang dari luar negeri, dan ia tak menduga jika sang kakak mengalami nasib tragis dengan berakhir dipengasingan.
Mentari yang menyinari alam terasa menghangatkan. Sesekali ia menyeka peluhnya yang bergulir dipelipisnya.
Setelah cukup menguras tenaganya. Ia tiba disebuah rumah yang cukup sederhana dan hanya ada pepohonan yamg menjadi teman mereka.
Ia melihat seorang pria sedang mengayunkan cangkulnya dan membuat pembibitan untuk sayuran yang akan ia tanam.
Wanita itu melangkahkan kakinya menghampiri sang pria yang terlihat tanpa harapan.
"Bang," ucapnya dengan sangat lembut.
Pria itu menghentikan langkahnya. Lalu menatap seseorang yang sedang berdiri dihadapannya.
"Janny, mengapa kau tahu abang ada disini?" tanyanya dengan begitu lirih, namun ada sedikit rasa bahagia yang tersirat dibinar matanya saat melihat sang adik mengunjunginya.
"Tentu saja aku tahu. Bukankah sewaktu kecil kita tinggal disini?" ujarnya dengan senyum tipis.
Pria itu menyeka keringatnya yang mengalir diwajah dan tubuhnya. Ia beranjak meninggalkan lahan pertaniannya dan menuju ke rumah.
Wanita muda itu mengekorinya dari arah belakang. Saat tiba didepan rumah tersebut, ia memandanginya. Teringat olehnya masa kecil dahulu saat mereka bermain bersama sebelum akhirnya pindah ke kota setelah ayah mereka meninggal dunia secara misterius.
Anton duduk diteras, dikursi kayu yang ia buat sendiri.
Wanita muda bernama Janny itu ikut duduk meski tanpa dipersilahkan.
"Bagaimana kondisi kak Mawar?" tanyanya dengan hati-hati. Ia sangat takut menyinggung perasaan sang kakak.
Wanita muda itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Ini ada sate kuah Padang adik bawa untuk Abang, makanlah." ia meletakkan bungkusan tersebut diatas meja dan membuat Anton meliriknya sejenak.
"Apa tujuanmu kemari? Apakah Mande yang menyuruhmu?" tanyanya dengan sinis.
Janny masih diam. Ia mengeluarkan dua kaleng susu steril dan memberikan kepada sang kakak yang tampak sangat sensitif terhadap siapapun.
"Aku datang atas kemauanku sendiri, bukan karena perintah siapapun." Janny membuka tutup kaleng dan meneguk minumannya.
Sesat terdengar suara teriakan Mawar yang sangat keras. Ia meneriakkan kata takut dan membuat Janny terburu-buru meletakkan kaleng minumannya, lalu menerobos masuk ke dalam rumah.
Ia membuka pintu kamar, dan melihat sang kakak ipar yang masih tanpa busana dengan rambut berantakan yang meringkuk disudut kamar.
"Takut, takut," ocehnya dengan menutup wajahnya.
"Astaghfirullah... Kak Mawar," Janny berlari menghampiri wanita cantik itu untuk memberikan rasa nyaman.
"Pergi, pergi, jangan dekat!" teriak Mawar sembari menepis Janny yang berusaha untuk mendekapnya.
Sementara itu, Anton berdiri terpaku menatap sang istri yang kondisinya semakin lama semakin memperihatinkan.
"Tadi sudah abang pakaikan baju, tapi dibukanya lagi, lihatlah itu pakaiannya." tunjuk Anton pada seonggok daster yang terlempar diatas lantai.
"Tak mengapa, Bang. Orang dalam gangguan mental seperti oni memang daya kognitifnya menurunnya, sehingga ia merasa nyaman dengan tanpa busana, yang terpenting tidak ada orang lain ditempat sini," Janny menjelaskan.
Pria itu hanya mendenguskan nafasnya dengan lemah. Ia merasa tak begitu sangat frustasi menghadapi masalah hidupnya.
"Bang, tolong ambilkan air minum. Bantu aku memberi obat penenang pada ka Mawar, agar ia dapat tidur," pinta gadis tersebut dengan sangat hati-hati.
Anton tak menjawab. Namun ia menuruti permintaan sang adik, dan pergi ke dapur untuk mengambil secawan air yang diminta.
"Pergi! Pergi!" teriak Mawar dengan tiba- tiba dan mencakar Janny yang saat itu sedang lengah.
"Aaaw...," pekik gadis cantik tersebut, lalu mengusap pipinya yang terasa perih akibat cakaran sang kakak ipar yang tiba-tiba berubah menjadi bengis.
Tak berselang lama, Anton tiba dengan secawan air putih yang ia masak dengan menggunakan kayu bakar. Melihat adiknya meringis kesakitan, ia hanya dapat mencebikkan bibirnya. "Sudah abang bilang jangan ikut campur, tapi kamu gak dengar!" ia menyodorkan air yang diminta.
"Sudahlah, hanya luka kecil, bantu aku meminumkan obat trihexyphenidyl dan lansoprazole ini untuk menenangkan kak Mawar," pintanya pada sang kakak.
Pria itu hanya menurut, dan membantu sang adik untuk memberikan obat tersebut pada sang istri.
Setelah berhasil dengan obatnya, keduanya keluar kamar dan membiarkan Mawar dengan dunianya.
"Bang, sebaiknya kak Mawar dibawa ke rumah sakit. Ia akan sembuh jika ditangani dengan tepat," pinta Janny pada sang kakak.
"Kamu pulang saja, jangan campuri urusan kakak," usir pria tersebut dengan nada tak suka.
"Mengapa begitu sangat keras kepala? Apakah luka hatimu begitu dalam? Jangan membuat hal yang berhubungan dengan kemusyrikan!" ucapnya dengan nada penuh penekanan.
Anton menatap tajam pada sang adik dengan tatapan yang tak suka.
"Bang, jangan meneruskan ilmu hitam warisan keluarga, kamu tidak ingin ada tumbal lainnya-bukan?!" Janny berusaha untuk mengingatkan kembali.
"Diamlah! Tumbalnya sudah jelas, dan korbannya juga jelas! Ia harus membayar semuanya!" Anton terlihat bersungguh dalam ucapannya.
Janny beranjak bangkit. Ia merasa jika sang kakak sangatlah keras kepala. "Andai bukan dia pelakunya! Maka kamu akan menyesal seumur hidupmu!" gadis itu tampak kecewa, namun ia memutuskan untuk menginap malam ini.
Sementara itu Adjie masih mengerang kesakitan. Dibagian batang anunya, terasa seperti ada sebuah pisau silet yang menyayat-nyayat hingga membuatnya berteriak dan mengundang para tetangga untuk ingin tahu apa yang terjadi.
Wati yang tadinya ingin meninggalkan pria itu, merasa tak tega dengan penderitaan yang dialami oleh sang suami. Bagaimanapun, Adjie selalu memberikannya uang yang cukup semasa masih sehat dahulu.
Beberapa tetangga yang tadinya menggunjing mulai menjenguk. Sebagian mereka berspekulasi jika Adjie terkena penyakit HIV and aids, akibat videonya yang pernah beredar dengan bermain bersama beberapa orang pria.
Wati membawa bangkai ular yang malam tadi ia bunuh dan melemparkannya ditempat sampah. Saat bersamaan, seorang tetangga yang melihatnya menghampirinya. "Mbak, kalau ada ular masuk rumah dan dalam kondisi hamil, sebaiknya diusir, jangan dibunuh, dan taburkan bubuk belerang atau kapur barus untuk mengusirnya," saran sang tetangga padanya.
"Namanya juga sudah takut, mana ingat lagi buat ngusir, ya main hantam sajalah," jawab Wati.
Wanita itu menggelengkan ke0alanya. Ia menyesali tindakan Wati yang ceroboh. Sebab petuah orang tempoe doe loe sangat pamali membunuh hewan saat sedang mengandung.
"Terserah deh, Mbak. Saya cuma mengingatkan, asal jangan menyesal dikemudian hari." wanita itu berlalu pergi, sedangkan Wanita hanya menganggap semua itu cuma mitos belaka.
ternyata kamu kembang desa tapi kekurangan. sehingga orang semena-mena sama kamu...😥
yang pasti bukan Mande kan... jauh dari kriteria...
tapi masalahnya, kenapa mereka teriak-teriak dirumah Mande . minta pertanggungjawaban...
ada apakah gerangan...???
eh maksdnya bukan anton yg hebat, tapi para jin2 nya yg hebat
begu ini apa?