S 2. "Partner"
Kisah lanjutan dari Novel "Partner"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca novel ini. Agar bisa mengikuti kisah lanjutannya.
Bagian lanjutan ini mengisahkan Bu Dinna dan kedua anaknya yang sedang ditahan di kantor polisi akibat tindak kejahatan yang dilakukan kepada Alm. Pak Johan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk lolos diri dari jerat hukum. Semua taktik licik dan kotor digunakan untuk melaksanakan rencana mereka.
Rencana jahat bisa menjadi badai yang menghancurkan kehidupan seseorang. Tapi tidak bagi orang yang teguh, kokoh dan kuat di dalam Tuhan.
¤ Apakah Bu Dinna atau kedua anaknya menjadi badai?
¤ Apakah mereka bisa meloloskan diri dari jerat hukum?
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Menghempaskan Badai"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. MB 18
...~•Happy Reading•~...
^^^Flashback.^^^
^^^Setelah Lianty meninggalkan suaminya di kamar, Pak Gustav jadi emosi. Sebab istrinya yang tidak bisa mengertinya sebagai Papa dari anak-anaknya. Juga istrinya meninggalkan ia begitu saja di kamar.^^^
^^^Padahal menurutnya, yang diminta tidak berlebihan. Mereka punya rumah besar dan ada kamar yang bisa menampung anak-anaknya. Apa lagi sekarang mereka sedang mengalami kesulitan. Dia sebagai seorang Papa tidak bisa menutup mata melihat penderitaan anak-anaknya.^^^
Dalam suasana hati yang tidak baik, tiba-tiba bunyi telpon mengagetkannya. Ketika melihat nama yang telpon, ia segera merespon dengan cepat. Setelah menerima telpon, ia turun dari tempat tidur lalu menuju ruang makan untuk mengambil minuman, supaya bisa menurunkan tensi emosinya.
Sedangkan Lianty masih berada di kamar Felix, sambil berbaring di samping putranya dan menunggu. Apa yang akan dilakukan oleh suaminya.
Setelah menunggu sekian lama dan suaminya tidak menyusulnya, Lianty segera bangun lalu berjalan keluar dari kamar Felix menuju kamarnya. 'Apa dia tertidur?' Tanya Lianty sambil melihat suasana rumah yang sepi.
Ketika membuka pintu kamar dan melihat Pak Gustav tidak ada di sana, Lianty mengeryit, heran. Dia jadi memeriksa kamar mandi. Ketika melihat kamar mandi juga kosong, dia menuju kamar yang pernah dipakai oleh Oseni dan Gina. 'Mungkin Mas Gustav sedang periksa kamar itu buat anak-anaknya mau tinggal.' Pikirnya dan makin emosi.
Namun saat melihat kamarnya juga kosong, alisnya makin bertaut, heran. 'Kemana orang itu?' Lianty bertanya sendiri, sebab suaminya tidak seperti itu.
Lianty menutup pintu kamar, lalu berjalan cepat ke ruang makan untuk mencarinya. 'Mungkin sedang makan atau minum.' Pikirnya lagi. Namun alisnya kembali bertaut saat tidak menemukan suaminya di sana.
Lianty ke belakang untuk memanggil ART. "Mbak, bapak ke mana?" Tanyanya kepada salah satu ART yang datang menemuinya.
"Tadi bapak keluar rumah setelah minum di sini, Bu." Jawab ART takut-takut, sebab mendengar nada suara nyonyanya yang tidak seperti biasa.
"Keluar rumah? Apa ada bilang sesuatu?" Lianty makin heran, sebab suaminya tidak mungkin keluar rumah tanpa pamit padanya.
"Tidak, Bu. Bapak hanya minum, lalu keluar begitu saja." ART menjelaskan yang dilakukan Pak Gustav sambil menunjuk ke arah pintu depan dengan jempolnya.
"Tolong lihat Felix, ya. Jangan sampai dia bangun dan minta sesuatu." Lianty penasaran dengan apa yang dilakukan suaminya.
"Iya, Bu." Jawab ART lalu berjalan mengikuti nyonyanya. "Kalau Felix belum bagun, biarkan saja. Temani saja, supaya kalau bangun tidak menangis." Lianty tahu kebiasaan putranya yang suka menangis kalau terbangun dan sendiri.
"Iya, Bu." ART kembali menjawab lalu berjalan menuju kamar Felix.
Rasa penasaran membuat Lianty segera menuju pintu utama untuk melihat apa yang dilakukan suaminya di halaman. Namun dia makin heran, melihat mobil masih ada, tapi suaminya tidak terlihat di mana pun.
Lianty kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil ponsel. 'Mungkin Mas Gustav pamit lewat telpon.' Lianty coba berpikir positif.
Tetapi ketika melihat tidak ada pesan atau panggilan tidak terjawab dari suaminya, Lianty emosi. 'Kemana dia? Apa kembali ke kantor?' Lianty bertanya dalam hati setelah berpikir, karena waktu masih menunjukan jam kantor. Tapi kalau ke kantor, mengapa tidak pakai mobil?' Lianty jadi bertanya sendiri, karena ragu dengan yang dipikirkannya.
Ketika mau telpon Pak Gustav untuk menanyakan keberadaannya, hati kecilnya melarang. Sehingga dia meletakan lagi ponselnya dan menarik nafas panjang. 'Mungkin dia masih emosi, atau tersinggung dengan kata-kataku. Biarkan dia tenang, baru bicara dengannya.' Lianty mengingatkan dirinya.
Namun rasa penasaran terus menggangunya dan ingin tahu keberadaan suaminya, kerena permasalahan sebelumnya. 'Telpon Papah saja, daripada menahan rasa penasaran yang bikin kesal. Mungkin Papa ada di kantor dan tahu keberadaan Mas Gustav.' Ada suara dari dalam hati yang menyarankan dia untuk menelpon Papahnya.
Namun ada suara lain yang mengingatkan agar dia tidak menelpon. 'Kalau ada di kantor. Kalau gak ada, Papah akan balik bertanya tentang Mas Gustav. Situasi akan makin runyam, kalau kakak juga tahu dan ikut campur.' Kata suara hati Lianty lagi.
^^^Lianty jadi membatalkan niat untuk telpon, sebab memikirkan banyak pertanyaan Papah dan kakaknya yang akan bertanya penyebab dia mencari suaminya. Mengapa tidak langsung telpon dan bertanya pada suaminya.^^^
^^^Dia berjalan ke ruang keluarga dan duduk diam di sana sambil memikirkan penyebab dan asal muasal ketidak tenangannya. Emosinya kembali naik, mengingat kemunculan anak-anak suaminya yang akan mengganggu keharmonisan rumah tangganya.^^^
Bayangan Oseni dan Gina kembali muncul dan silih berganti mengganggunya. Sehingga dia menarik nafas berulang kali untuk mengusir bayangan buruk yang diakibatkan oleh kedua anak tirinya.
Tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Lianty segera berdiri menuju ruang tamu untuk melihat. Dia berdiri di depan jendela kaca dan memperhatikan ke jalanan di depan rumah.
Ketika melihat suaminya turun dari mobil disusul oleh Gina, jantungnya seakan berhenti berdetak. Dia menghembuskan nafas berulang kali untuk menenangkan detak jantungnya, sambil terus memperhatikan mereka lewat jendela kaca.
Perubahan wajah Gina yang cerah saat turun dari mobil dan menjadi sedih saat Papanya melihat ke arahnya untuk menyuruhnya masuk, membuat Lianty mengepalkan tangannya dengan kuat. Semua drama yang dimainkan beberapa tahun lalu saat Papanya pulang ke rumah kembali mengganggu dan membuatnya sakit hati.
Lianty yakin, suaminya sudah terpengaruh oleh drama yang sedang dimainkan anaknya. Dia segera membuka pintu rumah dan berdiri tegak di teras menyambut Pak Gustav yang sedang merangkul bahu Gina untuk masuk ke rumah.
Pak Gustav dan Gina sangat terkejut melihat Lianty berdiri di teras sambil melihat mereka dengan wajah kaku. Lianty hanya berdiri di depan pintu yang sudah ditutup di belakangnya.
"Kau sudah bangun?" Tanya Pak Gustav yang kebingungan mau berkata apa kepada Lianty yang sedang menatap tajam ke arahnya.
"Kau melihat aku tidur?" Tanya Lianty tanpa melihat Gina yang sedang salah tingkah.
"Tadi aku kira kau tidur." Pak Gustav berkata sambil menuju teras dan sudah melepaskan tangan dari bahu Gina.
"Ini aku ajak Gina untuk tinggal di sini, karna tadi dia telpon takut ditinggal sendiri dan mau bertemu denganmu." Pak Gustav coba berbicara baik dan menjelaskan. Gina menelponnya karena takut sendiri dan terus menangis, sehingga ia pergi mengambilnya.
Pak Gustav berpikir, kalau Gina sudah ada dalam rumah saat istrinya bangun, tidak mungkin diusir. Jadi Pak Gustav pergunakan kesempatan istrinya yang sedang tidur dengan Felix untuk pergi menjemput Gina.
Sontak Lianty melihat suaminya bergantian dengan Gina. "Sepertinya kalian tidak mengerti bahasaku. Atau kalian lupa kata-kataku? Itu tidak berubah, apa pun alasannya." Lianty berkata serius dengan nada yang dinaikan.
"Saya benar-benar menyesal, kok. Saya minta maaf." Gina berkata pelan dengan nada sedih sebagaimana yang diminta Papanya untuk bersikap baik kepada Mama Felix.
...~°°°~...
...~●○♡○●~...