Ini Kisah Anak Loli
Lita kini yatim piatu, ibunya meninggal dunia saat melahirkannya sementara ayah biologisnya hingga detik ini dirinya tidak tahu.
Kakek Neneknya juga telah meninggal dunia karena kecelakaan di hari perpisahan sekolah Lita di bangku SMP, harta warisan milik keluarganya habis tak bersisa untuk membayar hutang Kakek Nenek.
Dan akhirnya Lita menikah dengan seorang pria yang begitu meratukan dirinya dan membuatnya bahagia, namun ternyata semua kebahagiaan itu hanya sebentar.
Ikuti ceritanya yuk!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Aku bisa memiliki usaha toko sembako yang sukses dan Lita memiliki usaha toko baju, yang mendukung kestabilan finansial kita semua"
Wajah Doni memerah, urat di pelipisnya menonjol. Di ruangan yang sempit itu, setiap hembusan napas Doni keluarkan terasa seperti membuang bara panas hingga terasa di sekitar.
"Sekarang aku sudah tidak punya tabungan lagi, Des. Bahkan semua uang tabungan Lita dan anak-anak sudah terpakai, hanya untuk memenuhi keinginanmu buat beli rumah ini"
Doni mengeluh, suaranya terdengar bergetar menahan amarah. Desi menoleh ke arah Doni dengan tatapan tajam, dengan suara meninggi penuh emosi Desi marah pada Doni.
Karena Doni sekarang menyalahkan dirinya, Desi tahu dirinya tak akan hamil jika bukan Doni yang memulainya. Namun Doni membantah, karena perselingkuhan tidak akan terjadi jika tidak ada kemauan di kedua belah pihak.
Suara Doni kembali terdengar bergetar mencoba mengumpulkan ketenangan yang sudah berantakan, Desi masih menatap Doni dengan tatapan tajam dan cemas bercampur amarah memenuhi ruang antara mereka.
"Dari pada kamu bengong dan merenung seperti ini, mending keluar cari kerja. Kamu kan pinter, harusnya bisa cari cara mendapatkan penghasilan lagi" kata Desi dengan suara meninggi sembari tangannya bergerak menunjuk ke arah Doni
"Kalau perlu, toko sembako di kota Y itu di jual saja, uangnya bisa buat buka usaha disini" usul Desi dengan santai membuat Doni menghela napas berat, raut wajahnya mencerminkan keputusasaan.
"Di jual? Jangan g*la, Desi. Karena ikut saranmu, aku sekarang gak punya rumah. Tabungan apalagi kendaraan, semua hartaku habis tanpa sisa"
Doni menyahut dengan nada suara yang tajam seraya tangannya mencengkeram erat-erat, Desi tak bergeming kedua matanya bersinar tegas menatap sorot mata Doni.
"Terus mau dapat uang dari mana, Mas? Kalau mengandalkan toko sembako itu saja, gak cukup buat kebutuhan sehari-hari. Apalagi untuk biaya persalinan aku nanti, aku gak mau lahiran di puskesmas atau klinik kecil yang standarnya gak jelas. Aku maunya lahiran di rumah sakit yang besar dan mewah"
Doni menghela napas panjang, kedua matanya terpejam sesaat. Andai dirinya bisa memutar kembali waktu, pastinya dirinya tidak akan termakan pada rayuan setan dan berselingkuh dengan istri dari mendiang adiknya.
"Harusnya aku hanya setia pada Lita" gumam Doni mengutuk diri sendiri
Lita, wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi istrinya. Yang tak pernah menuntut lebih, yang selalu menerima bagaimana pun kondisi keuangan mereka.
Desi menyimak dengan tatapan tajam, dirinya tak terima jika Doni memikirkan Lita terus. Doni pun meminta Desi untuk mengakhiri perdebatan mereka, dengan alasan kepalanya pusing dan ingin beristirahat.
Doni pun beranjak dari ruangan tersebut, langkahnya gontai menuju kamar yang di tempati nya. Desi mengigit bibirnya, dengan sinis mencetus Doni pusing karena terus memikirkan Lita dan menyesal telah menceraikannya.
Langkah Doni terhenti kemudian menoleh ke arah Desi dengan tatapan tajam, meminta Desi untuk jangan lagi membahas tentang Lita terus karena saat ini Doni benar-benar sedang pusing.
"Jangan sampai aku naik darah dan meninggalkan kamu juga Azura" kata Doni, suaranya meninggi hampir hilang kendali
Desi terpaku sejenak, rasa sakit menyelimuti wajahnya saat suara bentakannya masih bergema di telinga. Dari sudut mata, bulir bening mulai merembes mengalir menuruni kedua pipinya.
"Kamu jahat, Mas. Kamu bentak aku hanya gara-gara Mbak Lita, aku sedang hamil. Hamil anak kamu, Mas" kata Desi sambil isak tangis mengguncang tubuhnya
"Apa kamu lupa janjimu pada Mas Dodi dulu? Kamu berjanji akan menjaga aku dan Azura tapi sekarang kamu malah mau pergi, meninggalkan aku" suara Desi terdengar bergetar, tanda kehancuran dan ketakutan merajalela.
"Kalau begini caranya, lebih baik aku pergi saja"
Desi berucap sangat pelan, langkahnya berjalan gontai menuju dapur. Doni yang tadinya terpaku, kini tersadar kemudian tergesa-gesa berlari mengejar Desi yang sudah berada di dapur.
"Desi, kamu mau apa?" teriak Doni panik saat melihat Desi memegang pisau
"Aku minta maaf, aku salah. Aku tadi benar-benar pusing, tolong jangan sakiti dirimu. Kasihan Azura jika kamu pergi, Des. Dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi, selain kita berdua"
Doni memohon, nada suaranya mendesak sambil berusaha menarik pisau dari tangan Desi. Sementara Desi menangis tersedu-sedu, air mata membasahi kedua pipinya.
Tangannya yang memegang pisau akhirnya terlepas, sehingga pisau itu pun jatuh menghujam lantai dengan bunyi berdenting. Desi bergumam takut kehilangan Doni, dengan suara bergetar.
Desi tak mau kehilangan untuk kedua kalinya, sudah cukup suami pertamanya yang pergi meninggalkannya untuk selamanya makanya sekarang tak mau kehilangan Doni.
"Mungkin kamu tidak mencintaiku sepenuhnya, tapi perasaanku padamu begitu dalam. Kamu segalanya bagiku, Mas"
Doni menghela napas panjang, kakinya melangkah mendekat lalu di rangkulnya Desi. Tangannya dengan lembut, mengusap-usap punggung belakang Desi.
"Maaf Des, emosiku memuncak tadi" kata Doni sembari membelai rambut Desi
"Aku janji tidak akan meninggalkan kamu dan Azura, tapi tolong jangan lagi membahas tentang Lita. Hubunganku dengannya telah berakhir, aku bahkan sudah tidak memikirkannya lagi"
Doni berusaha mencoba menjelaskan, meski pun semua ucapan itu hanya kebohongan semata karena memang Doni saat ini kepikiran Lita dan menyesali semua tentang perselingkuhan ini.
Doni pun mengatakan kepalanya pusing soalnya belum sempat makan dari pagi tadi, dalam pelukan Doni Desi tersenyum tipis merasa berhasil telah menenangkan hati suaminya.
"Ya sudah, Mas. Kamu makan aja dulu, aku mau ke kamar sekalian nengokin Azura" kata Desi perlahan melepas pelukan, Doni membalas dengan senyum pahit.
"Ya, Dek. Istirahatlah" sahut Doni dengan nada lembut yang menyembunyikan kelelahan
Setelah Desi pergi, Doni terdiam sejenak lalu membuang napas berat. Dapur yang dulu tak pernah di jamahnya, kini malah menjadi tempat dirinya berada setiap harinya.
Selama menikah Desi tak pernah menyentuh satu pun peralatan dapur, jauh berbeda dengan Lita yang selalu menyajikan makanan setiap waktu bahkan air minum pun Lita yang selalu menyiapkan.
Doni menghela napas sambil menggelengkan kepalanya lalu Doni mulai memanaskan wajan, dengan gerakan yang kaku Doni mulai memasak nasi goreng dan sesekali menoleh ke arah pintu.
Seakan berharap Lita kembali datang, membawa kehangatan yang telah lama hilang. Doni bergumam meminta maaf pada Lita dengan penuh penyesalan, meski sia-sia karena semua telah hancur berkeping-keping.
.
.
.
Hari-hari telah berlalu, Daniel mulai tampak bersemangat lagi setelah batuknya mereda. Meski masih tersisa sedikit pilek, dirinya tampak tidak terlalu terganggu.
Dengan lincah Daniel berlarian di sekitar halaman rumah Ambu, tertawa riang bersama Leon menikmati suasana disekitar.
Lanjut thor
Thor lanjut