Aku hidup kembali dengan kemampuan tangan Dewa. Kemampuan yang bisa mewujudkan segala hal yang ada di dalam kepalaku.
Bukan hanya itu, banyak hal yang terjadi kepadaku di dunia lain yang penuh dengan fantasi itu.
Hingga akhirnya aku memiliki banyak wanita, dan menjadi Raja Harem yang membuat semua pria di dunia ini merasa iri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karma-Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin Jadi Yang Pertama
Keesokan harinya.
Aku memutuskan pergi secepatnya dari tempat tinggal suku Gwayan, lelah sekali rasanya ketika aku harus bermain dengan semua wanita di sana dalam satu malam.
Ritual membuat anak yang awalnya ditujukan untukku dan Helena, malah berakhir dengan pesta panas bersama wanita-wanita itu.
Aku pun terpaksa meladeni mereka karena terbawa alur, entah berapa kali aku menembak benih, yang pasti punyaku benar-benar habis hingga tak sanggup berdiri lagi.
Kepala suku dan semua wanita di sana sangat puas akan performaku, mereka pikir aku sangat pandai memenuhi kebutuhan mereka meski hanya pakai tangan saja, terlebih mereka mulai kecanduan dengan punyaku ini.
Karena itu, kepala suku memberiku hadiah berupa cincin ajaib yang bisa menampung kekuatan sihir, serta sebuah ramuan untuk melindungi bendaku dari penyakit kelamin.
Meski semua wanita dari suku Gwayan memiliki lubang yang sangat sempit dan jarang sekali dijamah pria, beberapa dari mereka bahkan masih ada yang perawan.
Namun, kelapa suku masih tetap khawatir akan kesehatanku, makanya ia memberikan ramuan agar aku terhindar dari penyakit yang tak diinginkan.
Untung saja kepala suku tidak banyak menuntut setelah aku berhasil melewati malam ritual itu, ia pun segera membebaskan Catrine dan Leon sesuai janjinya, lalu mengizinkan kami pergi dari hutan.
Cuman, aku malah mendapatkan masalah lain yang sengaja dititipkan khusus oleh kepala suku, masalah yang membuatku harus kerja keras setiap malam.
Yah, kepala suku memberikan Helena padaku sebagai hadiah, ia ingin aku mengurus Helena serta membawanya pergi untuk melihat luasnya dunia.
Kepala suku juga berharap aku akan memberikan banyak anak kepada Helena, agar suku Gwayan tidak punah dari dunia ini.
‘Padahal aku sudah memberikan banyak benih pada mereka. Aku yakin salah satu dari mereka akan memiliki anakku. Tapi, kenapa kepala suku malah menyuruhku membawan Helena? Mungkinkah Helena memiliki kekuatan khsusus yang bisa membantu urusanku nanti?’ Pikirku.
“Aku minta maaf ya, Brian. Aku terpaksa ikut sama kamu karena belum mendapatkan benihmu. Aku baru bisa pulang kembali ke desa setelah melahirkan anakmu nanti,” ucap Helena membuyarkan pikiranku.
Catrine sontak menatapku dengan tajam dari samping, dahinya tiba-tiba mengerut tampak marah kepadaku.
“Tolong jangan bicarakan masalah itu sekarang, aku tak ingin membahasnya,” Aku membalas Helena.
“Tapi, aku tak enak sama kamu, Brian. Aku malah ketiduran saat kita melakukan ritual sangat penting. Aku takut penguasa gunung akan murka dan tidak akan memberkati kita lagi,” ujar Helena.
“Penguasa gunung tak akan murka, justru ia merasa sangat senang dengan ritual kita semalam,” jelasku.
“Kenapa bisa begitu? Kita kan belum melakukannya hingga tuntas.”
“Entahlah, ibumu cuman bilang seperti itu.”
“Hmm, aneh sekali. Biasanya penguasa gunung tidak akan senang bila ritualnya tidak dilakukan benar, akan ada bencana besar yang terus berdatangan ke orang-orang di desa.”
“Percayalah, tak ada bencana besar yang akan datang nanti. Justru orang-orang di desa akan mendapatkan berkah besar.”
Kucoba menjelaskan sebisa mungkin kepada Helena, sebab kepala suku memintaku untuk merahasiakan pesta liar semalam dari Helena.
Kepala suku tak ingin putrinya mengetahui hal-hal tabu semacam itu, atau ia mungkin tak enak karena sudah merebut benih ku dari putrinya.
“Kalian lagi ngomongin apa sih? Ritual apa yang kalian maksud?” Tanya Catrine penasaran.
“Kami lagi ngomongin ritual membuat ….”
“Makanan enak! Kami lagi ngomongin ritual membuat makanan enak! Kepala suku sangat terpikat dengan makanan buatanku, makanya ia ingin belajar resepnya dariku,” ucapku menyela Helena.
Aku juga tak lupa memberikan kedipan mata kepada Helena agar tidak membahas tentang ritual membuat anak di depan Catrine.
Untung saja Helena cepat tanggap, ia mengerti maksudku tanpa banyak berkomentar.
“Oh, ritual membuat makanan enak. Tapi, kenapa aku mendengar banyak suara nikmat tadi malam? Mungkinkah makanan yang kamu buat terlalu enak?” Tanya Catrine.
Kini giliran Helena yang mengerutkan kening padaku, ia sepertinya mulai curiga dengan kejadian yang sudah terjadi tadi malam.
“I-Iya, makanannya sangat enak hingga mereka mendesah tak karuan. Aku akan membuatnya lagi setelah kita tiba di kota nanti,” jelasku sekenanya.
“Pantas saja ibu sampai berkeringat sangat banyak ketika aku melihatnya tadi, ternyata ibu sudah makan makanan sangat enak. Cuman, aku agak bingung sama keringan yang terus-terusan menetes dari selangkangan ibu, apa mungkin makanan bisa membuat keringat di bagian itu?” Tanya Helena curiga.
“Bisa, tentu saja bisa. Kamu juga harus mencobanya nanti,” balasku sembari mengusap lembut rambut Helena, aku harus bisa meyakinkan gadis yang satu ini biar Catrine tidak curiga.
“Omong-omong, kamu belum memperkenalkan aku sama wanita ini. Kenapa kamu bisa bersikap baik sama wanita yang ingin membunuhmu sebelumnya?” Tanya Catrine.
“Aku istrinya Brian, namaku Helena Rasgul,” sahut Helena.
“Kamu siapa? Hubungan apa yang kamu miliki dengan suamiku?” Lanjut Helena.
“Istri? Kamu bilang istri Brian barusan?!” Pekik Catrine tak percaya, matanya medelik tajam padaku.
“Aku belum menikah sama Helena, tolong jangan salah paham dulu,” tukasku.
“Kita sudah menikah Brian, masa kamu lupa sih? Saat kita mengikrarkan sumpah, saat itu pula kita resmi menikah. Terlebih kamu juga sudah mengambil keperawananku,” jelas Helena.
DAR!
Aku serasa disambar petir usai mendengarnya, kepolosan gadis ini ternyata sangat berbahaya.
Kuyakin Catrine akan marah begitu tahu aku menyetubuhi wanita lain, ia jelas tak ingin aku menambah wanita lagi.
“Benarkah begitu, Brian? Kamu sudah membuat ikrar sama Helena?” Tanya Catrine memastikan.
“Aku memang sudah membuatnya, tapi aku tak tahu kalau ikrar itu tentang pernikahan,” jelasku.
“Jangan bohong! Cepat bilang yang sebenarnya!” Desak Catrine, seketika kemarahannya meledak-ledak.
Aneh memang wanita kucing yang satu ini, ia tidak menunjukan emosi apapun saat aku menyetubuhi Laura, tapi kini ia langsung meledak-ledak saat tahu aku sudah memiliki ikatan dengan Helena.
“Sumpah, aku tak tahu tentang masalah pernikahan. Aku hanya diberitahu untuk melakukan ritual bersama Helena,” ujarku.
“Kupikir kamu sudah setuju menikahiku ketika kamu mengucapkan ikrar,” balas Helena.
“Aku terpaksa setuju karena ibumu mengancam nyawaku serta orang-orangku,” jelasku apa adanya.
“Maaf, aku belum siap bila harus menjadi suami kamu sekarang, jadi jangan pernah anggap aku sebagai suami kamu,” pintaku.
Helena langsung menundukan kepala, raut wajahnya terlihat menyedihkan.
“Tapi, kamu sudah mengambil keperawananku, terus kamu juga sudah memberiku kenikmatan tiada tara. Aku barus membalas semua itu dengan benar sebagai putri dari suku Gwayan. Kalau tidak, aku akan selalu merasa bersalah di sepanjang hidupku,” tutur Helena dengan suara berat.
Catrine sontak mencubitku, lalu membidikan sesuatu yang di luar dugaan.
“Tanggung jawab! Jangan biarkan Helena bersedih karena ulahmu!” Ucap Catrine.
“Aku belum mau menikah, Catrine. Terus, aku juga tak enak sama kamu,” balasku.
“Aku tak keberatan asalkan kamu mau bicara jujur dengan kejadian tadi malam,” ujar Catrine.
“Kamu yakin mau mendengar kejadian yang sebenarnya?” Tanyaku memastikan.
“Ya,” Catrine mengangguk kecil sebagai tanggapan.
Aku lalu menceritakan semuanya dengan jujur kali ini, termasuk pesta gairah yang sudah aku lakukan dengan semua wanita dari suku Gwayan.
Kulihat wajah Catrine merah padam karena marah dan malu, tangannya juga terkepal kuat seakan ingin memukulku.
Namun, Catrine tidak berani berbuat kasar padaku, ia hanya berucap dengan suara dingin di telingaku, “Sejujurnya aku sangat kecewa padamu, tapi aku tak bisa marah karena kamu melakukannya demi menyelamatkan aku. Hanya saja, aku ingin menegaskan satu hal, bahwa aku ingin kamu menjadikan aku sebagai istri pertama nanti. Kuharap kamu bisa berjanji dan mengabulkan permintaanku ….”
…