Delvia tak pernah menyangka, semua kebaikan Dikta Diwangkara akan menjadi belenggu baginya. Pria yang telah menjadi adik iparnya itu justru menyimpan perasaan terlarang padanya. Delvia mencoba abai, namun Dikta semakin berani menunjukkan rasa cintanya. Suatu hari, Wira Diwangkara yang merupakan suami Delvia mengetahui perasaan adiknya pada sang istri. Perselisihan kakak beradik itupun tak terhindarkan. Namun karena suatu alasan, Dikta berpura-pura telah melupakan Delvia dan membayar seorang wanita untuk menjadi kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astuty Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bulan madu
Milan, sebuah kota yang berada di Italia Utara, ibu kota region Lombardia, dan merupakan wilayah paling maju di Italia. Kota Milan terkenal akan perusahaan Adibusana dan toko-tokonya (Via Montenapoleone) dan Galleria Vittorio Emanuele di Piazza Duomo, yang adalah salah satu pusat belanja tertua di dunia.
Dan di sinilah Delvia dan Wira berada, di kota yang merupakan salah satu kota mode dunia. Bulan madu yang di rencanakan Nila rupanya cukup bermanfaat bagi Delvia, selain dia bisa berlibur secara gratis, Delvia juga bisa menambah pengalamannya sebagai seorang perancang busana.
Delvia mendaratkan tubuhnya di atas ranjang, perjalanan panjang dan melelahkan terbayar sudah, dia tak sabar ingin berkeliling di kota mode itu.
Suara ketukan pintu memanggilnya, gadis itu beranjak bangun dan bergegas membuka pintu. “Mas Wira,” ucapnya seraya menatap suami kontraknya. “Ada apa mas?”
“Aku lupa memberikan ini padamu,” Wira memberikan sebuah kartu kredit kepada Delvia. “Selama disini kamu bebas pergi kemanapun dan belanja apapun yang kamu mau. Anggap saja ini sebagai kompensasi karena aku tidak bisa menemanimu selama kita di sini!”
Delvia menatap kartu kredit yang masih berada di tangan suaminya, dia berpikir sejenak lalu memutuskan untuk menerima kompensasi yang di berikan oleh Wira, toh tanpa kartu itu dia mungkin tidak bisa membeli sesuatu secara bebas. Maklum saja usaha butiknya belum terlalu menghasilkan banyak uang. “Aku akan menerimanya mas, terima kasih banyak!” ucap Delvia seraya tersenyum.
“Bersenang-senanglah selama disini. Jangan lupa jaga dirimu baik-baik,” kata Wira memberi nasihat.
“Tentu. Mas juga, selamat bersenang-senang!” Sahut Delvia.
Ya, keduanya memilih untuk menikmati waktu mereka masing-masing dan tidak mengganggu satu sama lain.
Setelah Wira pergi, Delvia kembali masuk ke dalam kamar, dia harus beristirahat karena besok dia akan berkeliling seharian penuh.
“Oh my God,” ucap Delvia dengan sorot yang begitu bahagia, sejak melangkahkan kakinya keluar dari hotel, gadis itu tak henti-hentinya mengagumi keindahan di kota Milan. Bangunan tua yang masih berdiri megah denga arsitektur yang begitu indah kini tepat di depan matanya, Delvia merasa seolah dirinya berada di dalam film-film romansa yang kerap dia tonton.
Meski baru kali pertama menginjakkan kaki di Milan, namun Delvia sama sekali tak merasa takut. Gadis itu berkeliling seorang diri layaknya warga lokal. Berbekal kartu sakti pemberian suaminya, Delvia bebas melakukan apapun yang dia inginkan.
Hari ini, Delvia seolah menukar semua penderitaannya, tak ada air mata, tak ada senyum terpaksa, dia kembali menjadi dirinya sendiri, Delvia yang riang dengan senyuman indah di wajahnya. Delvia berjanji, akan menghabiskan waktu di Milan dengan bersenang-senang.
Milan menjadi saksi jika bulan madu hanyalah sebuah omong kosong, namun hal tersebut tak berlaku bagi Dikta. Sejak kepergian Delvia dan Wira ke Eropa, pria itu kerap merasa gelisah. Setiap akan tidur, dia memikirkan Delvia dan membayangkan wanita itu sedang bersenang-senang bersama kakak kandungnya.
Namun siapa yang bisa melawan takdir, semua yang telah terjadi tidak akan terulang lagi. Sepuluh hari sudah cukup bagi Dikta untuk menyiksa diri, dia ingin belajar melepaskan dan menerima keadaan.
“Selamat pagi mom, dad,” sapa Dikta dengan wajah yang tampak lebih segar dari sebelumnya. Setelah cukup lama beristirahat, akhirnya hari ini Dikta akan kembali bekerja, dia telah di terima di salah satu rumah sakit swasta terbesar di Jakarta sebagai Dokter Spesialis Kandungan.
Nila menoleh dan tersenyum. “Pagi juga sayang. Cepat duduk, kita sarapan bersama!”
Dikta lalu duduk di sebelah Nila, pria itu membiarkan sang mommy menyiapkan sarapan untuknya.
“Jadi hari ini hari pertamamu di rumah sakit?” tanya Diwangkara seraya menatap putra bungsunya yang tengah meminum segelas air putih.
“Ya dad!”
“Selamat atas pekerjaan barumu nak,” ucap Diwangkara lagi.
“Terima kasih dad!”
“Apa kamu tidak ada rencana membuka klinik sendiri?”
Dikta menyeka sudut bibirnya dengan tisu, pria itu menjeda sarapannya sejenak untuk menjawab pertanyaan Diwangkara. “Aku dan Bagas sedang merencanakannya dad!”
“Beri tahu daddy jika kalian membutuhkan modal!”
“Ya!”
Hari pertama bekerja cukup melelahkan bagi Dikta, meski Dikta masih baru di rumah sakit tersebut, namun dia sudah memiliki pasien dan melakukan beberapa operasi.
Berkat kesibukannya, Dikta berhasil melewati harinya tanpa memikirkan apa yang sedang Delvia lakukan bersama Wira. Meski sempat merindu, namun setumpuk pekerjaan mampu mengalihkannya barang sejenak.
Malam belum terlalu larut, Dikta memiliki janji temu bersama Bagas di salah satu cafe yang berada di dekat rumah sakit. Saat Dikta datang, rupanya Bagas sudah berada di sana, pria itu juga sudah memesankan secangkir kopi untuk Dikta.
“Orang-orang akan mengira kamu sedang menunggu kekasihmu,” goda Dikta seraya menarik kursi.
“Kalau begitu kita adalah pasangan yang sempurna,” jawab Bagas berkelakar.
“Ck, carilah seorang gadis yang bisa kamu pacari!”
“Tidak ada waktu untuk itu!” Bagas menghela nafas panjang, dengan usianya yang tak lagi muda, terkadang Bagas juga memimpikan memiliki kekasih, sialnya pekerjaannya membuat dia harus melupakan mimpinya karena waktunya lebih banyak dia habiskan di rumah sakit.
“Jadi kapan kamu akan masuk kerja?” tanya Dikta dengan wajah serius.
“Lusa!” singkat Bagas. “Mm, bagaimana perasaanmu sekarang?” tiga hari tak bertemu, Bagas merasa kondisi Dikta lebih baik dari sebelumnya.
“Cukup baik. Aku memilih untuk melepaskan!”
“Baguslah. Dengan penampilanmu itu, kamu bisa mendapatkan wanita cantik manapun!”
“Tentu saja. Wanita bodoh mana yang akan melewatkan pria tampan, kaya juga seorang dokter!” ujar Dikta menyombongkan diri. “Tentu hanya Delvia yang berani melakukannya!” sambungnya dalam hati.
Setelah bertemu sahabatnya, Dikta bergegas pulang. Cuaca Jakarta yang begitu panas membuat tubuh Dikta mudah lengket, dia ingin segera membersihkan diri lalu istirahat.
Namun rencana sederhananya harus tertunda karena Nila memanggilnya, menyuruhnya untuk bergabung bersama orang ruanya di ruang tamu.
“Mom, aku sangat lelah. Aku ingin tidur,” keluh Dikta dengan wajah memelas.
“Tunggu sebentar. Mommy Cuma mau bilang sesuatu padamu!”
“Apa?”
“Akhir pekan nanti temani mommy bertemu teman lama mommy, kebetulan teman mommy memiliki anak perempuan, dia baru saja pulang dari luar negeri,” ucap Nila dengan semangat.
“Mommy tidak berencana menjodohkanku kan?” tebak Dikta dengan mimik yang mulai mengesal.
“Apa salahnya dengan perjodohan. Lihatlah kakak dan kakak iparmu, mereka juga di jodohkan dan mereka akhirnya menikah!”
“Apa? Mereka di jodohkan?” ulang Dikta terkejut.
“Ya. Pertama mereka bertemu mereka menolak, tapi akhirnya mereka menerimanya!”
Keyakinan untuk melupakan Delvia terkikis kembali, entah apa yang Dikta pikirkan, tiba-tiba dia merasa memiliki harapan untuk bisa memiliki Delvia kembali. Pikirkan gila itu sekuat tenaga Dikta hilangkan, namun hati dan pikirannya bertentangan, hatinya kembali yakin jika Delvia akan menjadi miliknya.
Ry dukung Dikta tunggu jandanya Delvi
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada buat Dy
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada bersamanya bkn suaminya
Lagian suaminya sibuk selingkuh sesama jenis
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Suami mana peduli
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Devi di datangi pelakor yg merebut ayah nya lagi
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
jangan sampai Dikta terjerat oleh Hera
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan