Di era 90-an tanpa ponsel pintar dan media sosial, Rina, seorang siswi SMA, menjalani hari-harinya dengan biasa saja. Namun, hidupnya berubah ketika Danu, siswa baru yang cuek dengan Walkman kesayangannya, tiba-tiba hadir dan menarik perhatiannya dengan cara yang tak terduga.
Saat kaset favorit Rina yang lama hilang ditemukan Danu, ia mulai curiga ada sesuatu yang menghubungkan mereka. Apalagi, serangkaian surat cinta tanpa nama yang manis terus muncul di mejanya, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Danu pengirimnya atau hanya perasaannya yang berlebihan?
“Cinta di Antara Kaset dan Surat Cinta” adalah kisah romansa ringan yang membawa pembaca pada perjalanan cinta sederhana dan penuh nostalgia, mengingatkan pada indahnya masa-masa remaja saat pesan hati tersampaikan melalui kaset dan surat yang penuh makna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1: Siswa Baru dan Pertemuan Tak Terduga
Langit pagi di kota kecil itu cerah. Sinar matahari menembus kaca jendela yang sedikit buram, menyapa wajah-wajah ceria yang datang terlambat ke sekolah. Beberapa siswa berjalan terburu-buru, saling berdesakan di pintu gerbang sekolah. SMA Negeri 5 adalah tempat di mana kenangan-kenangan baru akan tercipta, dan pagi itu adalah awal dari sesuatu yang tidak Rina duga.
Rina, dengan tas ransel berwarna merah muda yang penuh stiker lucu, melangkah ringan menuju kelas. Rambutnya yang diikat kuncir dua tampak berantakan, namun itu justru menjadi salah satu daya tariknya. Rina adalah tipe gadis ceria yang selalu membawa keceriaan di mana pun dia berada. Wajahnya yang berseri-seri dan tawa yang selalu mengiringi langkahnya membuatnya mudah dikenal di sekolah.
Saat Rina melangkah masuk ke ruang kelas, suasana langsung berubah. Teman-temannya yang sedang sibuk berbicara tentang liburan panjang yang baru saja berakhir, berhenti sejenak dan menoleh padanya. Rina selalu menjadi pusat perhatian tanpa sengaja. Tetapi hari itu, matanya langsung tertuju pada satu sosok yang berbeda dari yang lain—seorang siswa baru yang baru saja masuk ke dalam kelas.
Danu.
Dia tidak seperti siswa baru pada umumnya yang selalu canggung atau terlihat kikuk. Danu tampak begitu tenang, bahkan cenderung acuh. Ia mengenakan jaket jeans pudar yang sudah sedikit terkelupas, rambutnya yang agak berantakan, dan sebuah Walkman tergantung di lehernya, seolah itu adalah bagian dari dirinya yang tak terpisahkan. Tanpa banyak bicara, ia langsung duduk di kursi kosong di samping Rina, yang saat itu sedang menyusun bukunya di meja.
Suasana kelas yang ramai tiba-tiba terasa lebih hening. Para siswa yang sebelumnya sibuk berbicara, kini diam-diam mengamati Danu. Ada sesuatu yang misterius dari sosoknya. Namun, Rina merasa ada yang aneh dengan sikap Danu. Seolah-olah dia tidak peduli dengan keadaan sekitar, termasuk dengan dirinya yang sedang meliriknya diam-diam.
"Eh, kamu baru ya?" Rina akhirnya memberanikan diri untuk menyapa. Suaranya terdengar riang, seperti biasa. Ia memutar kursinya sedikit, mencoba berbicara dengan Danu yang tampak tenggelam dalam pikirannya. "Aku Rina. Selamat datang di SMA Negeri 5."
Danu hanya mengangguk ringan tanpa mengangkat pandangannya. "Iya," jawabnya singkat, seolah tidak tertarik untuk berbicara lebih lanjut. Ia lalu menekan tombol pada Walkman-nya, dan suara musik yang nyaris tak terdengar mulai mengalir.
Rina sedikit terkejut. Biasanya, siswa baru akan lebih ramah, apalagi di saat-saat pertama seperti ini. Tapi Danu, yang terlihat dingin dan tidak banyak bicara, malah lebih memilih untuk tenggelam dalam musiknya daripada berbicara dengan teman-teman sekelas. Rina merasa sedikit canggung, tapi dia tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengenalnya.
"Eh, musiknya apa?" tanya Rina, mencoba membuka percakapan lagi.
Danu menatapnya sesaat dengan pandangan datar. "Rock," jawabnya singkat, tanpa merasa perlu menjelaskan lebih banyak. Wajahnya tetap terfokus pada Walkman-nya, seolah-olah dunia di sekitarnya tak terlalu penting.
Rina mendengus pelan, agak kesal dengan jawaban Danu yang begitu dingin, namun di satu sisi, ada sesuatu dalam diri Danu yang menariknya. Mungkin karena sifatnya yang misterius, atau mungkin karena sikap cueknya yang berbeda dari kebanyakan anak laki-laki yang ada di sekolah itu.
Namun, meskipun begitu, Rina tidak bisa menahan rasa penasarannya. Ia merasa ada yang aneh dengan Danu, dan hal itulah yang membuatnya tidak bisa berhenti memikirkan sosok tersebut.
Saat jam istirahat tiba, Rina keluar dari kelas untuk menuju kantin. Suasana di luar kelas cukup ramai dengan para siswa yang sibuk berkelompok, saling bercengkerama dan bertukar cerita. Rina segera bergabung dengan sahabatnya, Sari, yang selalu ada di sisinya. Sari adalah teman yang sangat dekat dengan Rina. Mereka sudah bersahabat sejak SMP dan selalu bersama-sama menghadapi berbagai situasi, baik yang lucu, canggung, maupun sedikit memalukan.
"Rina, kamu lihat nggak sih? Ada siswa baru tadi," ujar Sari dengan penuh semangat. Wajahnya yang bulat dan ekspresif tampak sangat antusias. "Gimana menurutmu? Ganteng nggak?"
Rina hanya tersenyum kecil, mencoba untuk tidak terlalu terbawa suasana. "Iya, sih. Tapi dia kelihatan cuek banget, kayak nggak peduli sama orang-orang di sekitar dia."
Sari tertawa. "Hah, serius? Mungkin dia cuma malu aja. Atau, siapa tahu, dia tipe cowok yang misterius gitu, yang bisa bikin hati cewek-cewek di sekolah ini deg-degan."
Rina tertawa kecil mendengar perkataan Sari yang selalu berlebihan. "Ah, nggak mungkin. Dia kayaknya lebih suka dengan dunianya sendiri. Nggak peduli sama yang lain."
Namun, meskipun Rina berusaha mengabaikannya, rasa penasaran itu tetap mengganggunya. Ia kembali teringat pada Danu yang sejak tadi duduk dengan sikap tak acuh di kelas. Rasanya, ada sesuatu yang tak biasa tentangnya. Satu hal yang pasti—Rina ingin tahu lebih banyak tentang siswa baru itu.
Jam istirahat berlalu begitu cepat, dan ketika bel berbunyi, mereka kembali ke kelas. Saat Rina melangkah menuju mejanya, matanya secara tidak sengaja tertuju pada bangku Danu. Namun, kali ini, Danu tidak ada di sana. Rina merasa sedikit kecewa, entah kenapa.
Tetapi, begitu Rina duduk di bangkunya, matanya terfokus pada sesuatu yang menarik. Di meja sebelah, tepatnya di meja tempat Danu duduk tadi, ada sebuah kaset yang tergeletak begitu saja. Kaset itu terlihat sedikit kusam, dengan label yang hampir pudar. Namun, satu hal yang membuat Rina terkejut—kaset itu tampak familiar. Rasanya, dia sudah pernah melihat kaset tersebut sebelumnya, bahkan beberapa bulan yang lalu. Kaset yang hilang dari koleksinya.
Rina menatap kaset itu dengan mata terbelalak. Tanpa berpikir panjang, ia segera mengambil kaset tersebut. "Apa ini?" gumamnya pelan.
Hatinya berdegup kencang. "Kaset ini... milik aku!" pikirnya.
Namun, saat dia memeriksa lebih dekat, ada sesuatu yang tidak beres. Kaset itu jelas bukan miliknya. Label yang ada di kaset tersebut adalah tulisan tangan yang berbeda. Tentu saja, Rina tidak bisa melupakan bagaimana dia menulis label pada setiap kasetnya.
Apakah Danu yang mengambil kasetnya? Atau ini hanya kebetulan?
Dengan rasa penasaran yang semakin membara, Rina mulai merasa ada sesuatu yang harus ia selidiki. Kaset itu bukan hanya sekadar benda; ia merasakan ada hubungan yang lebih dalam antara dirinya dan Danu, meskipun ia tidak tahu pasti apa itu.
Begitu bel berdering, menandakan akhir pelajaran, Rina memutuskan untuk melangkah lebih dekat pada misteri yang sedang membelenggu pikirannya. Tak ada jalan kembali sekarang.