Agistya dan Martin awalnya pasangan yang bahagia.
Namun, semuanya berubah saat Agistya hamil di luar rencana mereka.
Martin yang ambisius justru membencinya dan merasa hidup mereka berantakan.
Tak lama setelah anak mereka lahir, Martin menceraikannya, meninggalkan Agistya dalam kesendirian dan kesedihan sebagai ibu tunggal.
Dalam perjuangannya membesarkan sang buah hati, Agistya bertemu dengan seorang pria yang baik hati, yang membawa kembali kebahagiaan dan warna dalam hidupnya.
Apakah Agistya akan memaafkan masa lalunya dan membuka hati untuk cinta yang baru?
Bagaimana pria baik ini mengubah hidup Agistya dan buah hatinya?
Apakah Martin akan menyesali keputusannya dan mencoba kembali pada Agistya?
Akankah Agistya memilih kebahagiaannya yang baru atau memaafkan Martin demi keluarganya?
Semuanya terjawab di setiap bab novel yang aku update, stay tuned terus ya!✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Itu anak kamu?
Sirli dan teman-teman lainnya sudah siap di meja kerjanya masing-masing, begitu juga Dimas yang sudah ada di dalam ruangan.
"Duh gawat." Tya berjalan cepat ke arah mejanya dan bergegas membuka laptopnya.
"Ehem ... Tumben telat." Kata Sirli.
"Maaf ya Sir, ada kendala, Pak Dimas tau ga kalau aku telat?"
"Hm ... Kayaknya iya deh, soalnya dari tadi dia bolak balik ke luar ruangan terus, otomatis dia pasti liat meja kamu yang kosong, tapi yaudahlah ... Telat sedikit."
Duh, gimana ya minta maafnya hari ini karena aku ga buatin kopi seperti biasanya.
Sialnya banyak laporan yang harus di tandatangani Dimas, dan tidak mungkin Tya menyuruh Sirli mengerjakannya. "Duh gimana ya." Tya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kenapa mba?"
"Ini banyak yang harus di tandatangani pak Dimas, tapi aku takut Sir masuk ke ruangannya."
"Duh mba kalau soal itu, maaf aku gak bisa bantu ... Mood aku lagi baik loh pagi ini, bakal rusak kalau nanti kena omel dia." Sirli terkekeh lalu kembali ke meja kerjanya.
Tya berusaha menenangkan dirinya, lalu memberanikan diri berjalan masuk ke ruangan Dimas.
"Maaf pak, saya mau minta tanda tangan." Kata Tya dengan sopan tapi sedikit gemetar karena takut.
Dimas melihat ke arah Tya dan melihat sekilas wajah lelah Tya yang masih tercetak jelas. "Kota ini tuh macet kalau pagi, kurang-kurangin begadang, saya butuh karyawan dengan fikiran yang segar, bukan dengan wajah ngantuk kayak kamu sekarang ini." Ucap Dimas langsung menyimpulkan.
"Maaf ya pak, semalam anak saya demam ... Jadi mau gak mau saya harus begadang."
"Yaudah, mana sini lembaran yang harus saya tanda tangani." Dimas mengetuk meja kerja dengan jari-jarinya.
Tya dengan segera meletakan kertasnya dan menunggu Dimas selesai mengerjakannya.
"Sekali lagi makasih atas pengertiannya pak, saya berusaha agar lebih disiplin lagi soal waktu kerja."
Dimas menyerahkan lembaran kertas tanpa merespon apapun yang Tya katakan, matanya kembali fokus pada laptop dan Tya keluar dari ruangannya dengan perasaan lega, walaupun Dimas tidak merespon kata-katanya, karena Tya sudah sedikit terbiasa dengan sikap cuek atasannya itu.
***
Sebulan berlalu.
Gaji yang di transfer perusahaan dan uang saku yang di janjikan Dimas karena membuatkan kopi setiap pagi sudah Tya terima pagi ini, meskipun nominalnya tidak sebesar gajinya di perusahaan yang dulu, tapi Tya bersyukur atas semuanya.
Sore menjelang malam sepulang bekerja, Tya berbelanja ke supermarket terlebih dahulu, untuk memenuhi kebutuhan bulanan yang sudah semakin menipis.
Tya membeli beberapa kotak susu, vitamin dan juga kebutuhan pokok.
50% gajinya masuk ke dana tabungan, dan sisanya untuk kebutuhan sehari-hari dan juga memberi sedikit uang bulanan untuk kebutuhan pribadi ibunya.
Suara klakson mobil mengagetkan Tya saat dia sedang menunggu taxi di depan supermarket dengan beberapa tentengan belanjaannya.
"Siapa itu?" Gumam Tya melihat mobil hitam mendekat.
*Kaca mobil terbuka.
"Revan?"
"Cie gaji pertama, belanja nih." Ledek Revan.
Revan adalah teman satu kantor Tya, Revan bekerja di bagian teknisi, karena beberapa kali ada kendala di jaringan komputer bagian admin Revan jadi sering ke ruangan dan bertemu Tya dan juga admin lainnya, karena Revan seorang yang humble dia gampang akrab dengan siapapun, termasuk Tya.
"Eh iya Van, susu buat anakku sama kebutuhan rumah."
"Mau nebeng gak? Kebetulan aku lagi bawa mobil kantor, ayo!" Titahnya mengajak Tya untuk masuk.
Tya sedikit sungkan, dan tidak ingin menerima ajakan seorang pria tanpa tahu asal usulnya, siapa tau Revan sudah beristri atau sudah mempunyai pacar yang hatinya harus di jaga, Tya sangat tau perasaan wanita jika pasangannya dekat dengan wanita lain, sekalipun mereka tidak ada hubungan sepesial.
"Makasih Van, aku nunggu taxi aja."
"Ya ampun Tya, mending bareng aja ... Di anter sampe depan rumah."
Bersamaan dengan itu hujan turun, dan tidak ada pilihan lain Tya menerima tawaran dari Revan, Tya tetap duduk di kursi belakang untuk mencari aman.
"Duh, kayak supir aja nih aku sendiri di depan."
"Ga enak Van kalau ada yang liat."
"Bebas Tya, aku jomblo karatan kok." Reva terkekeh.
Karena Revan terus memaksa, akhirnya Tya pindah ke kursi depan dan membiarkan belanjaannya di kursi belakang.
"Nah gitu dong." Revan kembali menjalankan mobilnya.
Di tengah perjalanan, Revan melihat seseorang di bawah lampu jalanan yang sedang membuka mesin mobilnya, semakin mendekat Revan tahu betul plat mobil siapa yang berada di hadapannya.
"Eh Tya, itu kan mobil pak Dimas, itu dia lagi benerin mesin mobil ... Kayaknya mogok deh, bentar yah aku bantu dia dulu."
Waduh, semoga aja pak Dimas gak mikir kejauhan, apalagi ini aku lagi numpang di mobil kantor.
Saat Revan keluar dari mobil, Tya juga melakukan hal yang sama, karena di rasa kurang sopan jika berdiam diri di dalam mobil.
"Malam pak, mogok?" Sapa Revan berbasa-basi.
Bukan menjawab, mata Dimas langsung tertuju pada Tya yang berjalan di belakang Revan.
"Kamu ngapain?"
"Saya? Ya mau bantu bapak." Ucap Revan terkekeh.
"Bukan kamu, tapi Tya."
Tya mengangguk sopan, menyapa Dimas yang ada di depannya.
"Biasalah anak muda." Lagi-lagi Revan menimpali sambil bercanda.
Dimas menghela nafasnya, dia tau Revan adalah orang yang susah di ajak bicara serius, dia selalu bercanda dalam momen apapun. "Bisa urus mobil saya? Saya ada acara keluarga, saya pakai mobil kantor aja." Kata Dimas langsung memutuskan.
"Bisa sih pak, tapi Tya ... "
"Ng gak apa-apa kok, hujannya lagian udah berhenti ... Aku naik taksi aja." Tya langsung bergegas ke arah mobil untuk mengambil beberapa kantung belanjaannya untuk di bawa keluar.
"Biar saya antar dia dulu, baru ke acara keluarga, mana kuncinya."
Revan menyerahkan kunci mobil, lalu Dimas berjalan ke arah mobil dan menghampiri Tya yang sedang sibuk mengambil barangnya.
"Saya antar kamu Tya, lagian disini gak ada Taxi lewat."
"Tapi kan bapak ada acara —"
"Cepet naik." Titah Dimas yang tidak mau mendengar apapun yang Tya katakan.
"Di depan pak?" Tanya Tya ragu.
"Ya."
Di perjalanan Tya dan Dimas tidak ada pembicaraan apapun, sampai akhirnya Dimas penasaran dengan banyaknya susu yang Tya beli di kursi belakang.
"Anak kamu minum susu sebanyak itu?" Tanya Dimas penasaran.
"Engga pak, cuman stok aja ... biar gak kekurangan."
"Kamu yang beli semua?"
"I-iya pak."
"Tapi papa nya ikut bantu kan?"
Tya hanya menggeleng.
Dimas menyudahi pertanyaannya karena Tya seperti tidak nyaman dengan topik pembicaraan ini.
"Masih jauh rumahnya?"
"Itu di depan, yang ada tukang sate nya pak."
"Keluarga kamu usaha sate?"
"Engga pak, saya di seberangnya."
Dimas memberhentikan mobilnya tepat didepan rumah Tya yang tidak berpagar, dan terlihat jelas seorang ibu paruh baya sedang menyambut kedatangan Tya dengan anak kecil yang sedang di gendong.
"Itu anak kamu?"
"I-iya pak, kalau gitu saya permisi ... terimakasih sud—" Belum selesai Tya bicara, Dimas sudah lebih dulu keluar dari mobil dan menghampiri ibu dan juga Kevin.
thank you Thor 😘😍🤗
semangat lanjut terus yaaa 💪💪😘🤩🤗🤗
ini nih slh satu org Kufur..
Tdk bersyukur...