Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Protektif
Aku bahkan tak mengerti, kenapa dia tiba-tiba mengganti saya menjadi aku.
Monolognya kala membonceng motor di belakang Bian. Ada rasa nyaman yang terus berdatangan. Ingin sekali rasanya memeluk dari belakang, namun dia tersadar dia bukanlah siapa-siapa.
“Ikutlah naik, disini kebanyakan cowok jadi jangan di sini sendirian.”
Zizi mengangguk, dan mengekori Bian menuju ke kamarnya. Kost mewah yang berada di lantai empat.
“Masuklah,”
“Wow lebih nyaman dari yang aku kira. Pak Bian termasuk rapi juga.”
Zizi melihat-lihat kost Bian, kemudian berjalan menuju balkon menikmati pemandangan kota yang terlihat cantik.
“Saya mandi dulu, duduklah di sana.” Menunjuk ke meja kerjanya.
Zizi menuju meja kerja Bian yang penuh dengan tumpukan kertas. Coretan draft desain dan print sample desain. Zizi melihat kertas-kertas itu satu persatu. Tak sengaja tangannya menyentuh mouse di meja, hingga layar komputer menyala.
“Ia bahkan gak turn off komputer. Komputernya nyala, boleh gak Pak saya lihat desainnya?” teriak Zizi.
“Lihat aja, tapi jangan sampai kehapus satu pun!” jawab Bian dari dalam kamar mandi.
“Dih! Lagian gue juga bukan anak kecil.”
Zizi hanya melihat apa yang terpampang di layar komputer. Ia lalu menekan tombol anak panah untuk melanjutkan. Setelah beberapa kali menekan tombol, ia terkejut yang muncul bukan lagi foto desain melainkan foto Bian. Ia mengerjapkan matanya, melihat ke arah kamar mandi.
“Kenapa nyasar ke foto pribadi? Betapa tampannya dia.” Senyum merekah di bibirnya.
“Siapa tadi yang izin melihat desain?”
Suara Bian mengagetkannya yang tengah melihat foto pribadi milik Bian. Zizi memejamkan mata seraya menggigit bibir bawahnya karena malu dan takut. Wangi mint menyeruak ke indera penciumannya kala Bian membungkuk di dekatnya mengambil alih mouse di tangannya.
“Kamu mau lihat desain atau mau lihat foto pribadiku?” menoleh ke wajah Zizi.
Jarak yang begitu dekat membuatnya gugup dan mematung di kursi. Hembusan nafas Bian terasa hangat di lehernya, membuatnya merinding dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia lupa pesan Bian waktu lalu, untuk tak mengikat rambutnya ketika keluar.
“Si-siapa yang melihat foto pribadi. A-aku hanya menekan tombol geser, lalu fotonya muncul sendiri.” Jawabnya terbata.
Tak ada jawaban dari Bian. Bian begitu menikmati setiap inci wajah Zizi dengan begitu dekat. Zizi kemudian menoleh. Ia mendapati mata hitam Bian yang menatapnya begitu dalam. Tatapan yang mampu membuat jantungnya berdebar tak menentu. Rona merah di wajahnya seperti kepiting rebus saat ia malu. Tampaknya Bian menyukai itu.
“Kepiting rebus bersemanyam di wajahmu.” Bian tersenyum menggoda Zizi yang tengah menatapnya.
Zizi mengalihkan pandangan begitu cepat, memegang pipinya salah tingkah.
“Aahh a-aku lupa harus ke toko buku, aku tunggu di luar ternyata di sini sangat panas.”
Zizi berdiri dan bergegas keluar kamar dengan langkah cepat. Bian hanya tersenyum melihat Zizi yang keluar salah tingkah. Lucu. Zizi menuruni anak tangga dengan memegangi dadanya dan pipinya bergantian.
“Apa yang dia lakukan? Kenapa dia seperti itu? Harusnya aku tadi tunggu di luar saja.” gerutunya merutuki diri sendiri.
Beberapa pasang mata gadis melihat ke arah atas. Zizi mengikuti pandangan para gadis itu, bahkan sampai di bawah mereka masih menatap ke satu arah. Rupanya Bian sedang berjalan untuk turun menuju kepadanya. Sepertinya Zizi ikut terhanyut melihat ketampanan Bian. Kali ini penampilannya berbeda dengan yang ia lihat di kampus. Pakaiannya serba hitam. Celana jeans hitam, kaos oblong hitam, kaca mata hitam dan jam tangan yang selalu melekat di tangan kirinya. Hanya memakai kaos oblong, tapi damagenya lupa biasa. Ganteng banget.
“Kamu juga naksir dia? Jangan berharap banyak. Bahkan gue gak pernah sekalipun dibawa cewek ke sini. Gue pikir dia gay.” Ucap seorang laki-laki yang berdiri telat di belakangnya.
“Hah? Gay?” jawabnya spontan.
Kluk-kluk!
Bunyi mobil terdengar itu artinya Bian semakin dekat. Ia terperanjat ketika sebuah tangan mengacak puncak kepalanya.
“Sorry, nunggu lama.”
Suara Bian. Tangan Bian.
“Gue duluan sam.” Ucap Bian kepada laki-laki yang tadi berdiri di belakang Zizi.
“Sepertinya kamu salah orang.” Ucap Zizi kepada laki-laki itu.
Zizi membiarkan Bian menarik tangannya. Sungguh hari yang membingungkan, romantis. Bian membukakan pintu mobil dan mempersilakan Zizi masuk. Beberapa pasang mata melihat iri kepada Zizi hingga kemudian mereka membubarkan diri.
“Pakai seatbeltmu.” Kata Bian dingin.
Zizi mencoba memasang seatbelt, namun sepertinya menyangkut. Menyadarinya, Bian mengatur kursi Zizi ke belakang untuk mengambil seatbelt. Kemudian menormalkan lagi kursi dan memasangkannya untuk Zizi. Jarak wajah mereka yang begitu dekat membuat Zizi menahan nafas.
“Jangan ikat rambutmu.” Tutur Bian lembut menatap Zizi.
Tanpa menjawab Zizi melakukan perintah Bian begitu ssaja, melepas ikat rambutnya. Ia menelan salivanya dan membuang muka ke arah jendela. Ia yakin pasti wajahnya sudah berubah menjadi kepiting rebus.
“Kalo lagi diluar, jangan sekali-kali ikat rambutmu atau ikatlah di posisi terendah.”
“Hmm.” Jawab Zizi singkat.
Sekarang ia mengerti kenapa Bian melarangnya mengikat rambut terlalu tinggi. Baru kemarin ia searching di google tenyata mengikat rambut terlalu tunggi dapat menimbulkan nafsu laki-laki.
“Kenapa peduli? Bukannya Pak Bian juga laki-laki?”
“Justru karena saya laki-laki saya peduli. Saya laki-laki normal, saya punya nafsu yang sama seperti laki-laki di luaran sana.”
Aah ternyata begitu. Tapi kenapa dia protektif ke gue?
“Kamu tau cowok tadi, dia meliliki banyak teman cewek, bahkan mengajaknya bermalam di kost makanya saya suruh kamu tunggu di kamar.”
“Sorry.”
Kali ini Zizi benar-benar merasa bersalah sudah membuat Bian khawatir. Ia tak mengerti bahwa niat Bian begitu baik untuknya. Suasana menjadi hening tanpa obrolan.
“Kita makan dulu, setelah itu kita ke toko buku.”
Zizi hanya menganggukkan kepala tanpa bersuara. Bian yang menyadari pun turut merasa bersalah.
“Sorry. Saya terlalu protektif. Saya harap kamu mengerti.”
Apa dia protektif ke setiap cewek? Atau hanya ke gue aja? Ini hubungan apa, rumit!
Zizi menghela nafas panjang tanpa menjawab. Setelah sampai di restoran, tak ada obrolan diantara mereka sampai pesanan tiba.
“Apa saya merusak harimu?”
Zizi menatap Bian yang juga menatapnya. Zizi hanya menggelengkan kepala.
“I'm so sorry. Makanlah, setelah ini saya antar ke toko buku.”
“Hmm.”
Zizi merasa diratukan oleh seseorang. Namun, ia sedih tentang siapa mereka. Tentang hubungan apa ini, dosen dan mahasiswa atau ada rasa yang lain. Perihal protektif, mengapa dia bersikap seperti memiliki. Mereka menikmati makanan tanpa obrolan sedikit pun.
Dia bilang pacaran hanya membuang-buang waktu, lalu apa ini? Bukankah pacaran juga seperti ini? Apakah artinya dia membuang-buang waktu ketika bersamaku seperti ini? Adakah yang bisa menjelaskan apa alasannya melakukan ini?