"Waaa kenapa begini."
Itulah jeritan hati sepasang insan yang di pertemukan di acara perjodohan oleh keluarga mereka yang merupakan mafia terbesar di kota dan membagi kota menjadi dua wilayah. Perjodohan mereka sebagai pewaris adalah kunci perdamaian dan penggabungan dua keluarga mafia yang selalu berselisih dan saling memperebutkan wilayah.
Namun keduanya menjadi sangat bingung dan tidak berani menolak walau mereka ingin menolak karena memiliki kekasih masing masing dan melihat satu sama lain sebagai aib di masa lalu.
Alasannya ketika keduanya sempat melarikan diri dari keluarga mereka karena tidak mau menjadi pewaris sewaktu muda, keduanya bekerja menjadi aktor dan aktris film porno yang selalu tampil bersama dalam setiap syuting.
"Ya, kami mau menikah," ujar keduanya dengan terpaksa demi menjaga perdamaian dua keluarga walau mereka tidak saling mencintai dan hanya tubuh mereka yang saling mengenal satu sama lain.
Mohon di baca dan tinggalkan jejak ya, makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
[Pov Dean]
Suatu hari, satu bulan setelah Helga keluar dari Clover, “brak,” Jeffrey yang di dalam kaget melihat Dean membuka pintu dengan kencang dan terengah engah, mengenakan pakaian mandi, Dean langsung masuk menghampiri Jeffrey dan menggebrak meja,
“Aku keluar pak,” teriak Dean.
“Hei...kok kamu di sini ? bukankah kamu sedang syuting ?” tanya Jeffrey.
“Perusahaan ini sudah membohongi saya, seorang direksi bilang sama saya katanya Helga hanya cuti sakit, nyatanya dia keluar kan ?” teriak Dean.
“Kamu dengar dari siapa Helga keluar ?” tanya Jeffrey.
“Jane, salah satu dari tiga cewe lawan main saya kali ini, saya harus syuting melakukan itu bersama tiga cewe yang saya tidak suka, sutradara bilang kalau kali ini Helga akan datang, mana ? semua membohongi saya,” jawab Dean marah.
“Tenang dulu, duduklah,” ujar Jeffrey.
Dengan santai Jeffrey berdiri dan berjalan ke pintu yang terbuka lebar, kemudian dia menutup pintu dan menguncinya, dia berbalik melihat Dean sudah duduk di balik mejanya dan dia juga langsung kembali duduk di kursinya.
“Baiklah, aku beritahu yang sebenarnya, Helga sudah resign dari sini, alasannya ada beberapa direksi yang membohonginya dan ingin menidurinya,” ujar Jeffrey.
“Hah jadi apa yang di katakan Jane itu benar, kalau begitu, saat ini juga aku resign,” balas Dean.
“Hei hei...tidak bisa begitu, kamu masih terikat kontrak dengan kita,” balas Jeffrey.
“Tapi di kontrak tidak di katakan kalau saya akan di bohongi seperti ini, lagipula syuting hari ini sudah di luar kontrak, bapak tau kan kalau saya tidak mau melakukan syuting selain sama Helga, saya melakukan syuting dengan Jane, Triss dan Paula itu karena saya pikir Helga benar benar sakit dan untuk memenuhi kuota di dalam kontrak saja, kalau boleh jujur saya sama sekali tidak senang melakukan bersama ketiga nya, di tambah lagi hari ini di atur kalau mereka bertiga sekaligus yang syuting sama saya tanpa memberitahu saya sebelum nya, saya tidak bisa terima,” ujar Dean marah.
“Baik baik...tenang dulu, saya akan bicara pada direksi,” ujar Jeffrey.
“Tidak, mulai hari ini saya keluar, kalau Helga sudah keluar, buat apa saya di sini,” balas Dean sambil melepas dan membanting topengnya ke lantai.
Dean berdiri dan langsung melangkah menuju pintu, tapi “tap,” tiba tiba tangannya di pegang oleh Jeffrey,
“Begini Tyrel, saya tidak melarang mu untuk keluar dari kita, tapi tolong, kamu kam masuk ke sini baik baik jadi saya harap kamu juga keluar baik baik, saya tunggu surat resign kamu besok, kalau kamu tidak mau datang, kirim melalui email, paling tidak ada itikad baik dari kamu untuk menyatakan kamu keluar dari sini,” ujar Jeffrey.
“Saya kirim besok,” balas Dean melepaskan tangannya dari Jeffrey.
“Braak,” Dean keluar dari ruangan sambil membanting pintu, Jeffrey hanya melihat dan membungkuk mengambil topeng yang di banting oleh Dean. Dia melihat topengnya dan menggelengkan kepalanya dengan wajah yang terlihat pusing. Beberapa hari kemudian, Dean yang sedang berbaring di kos kosannya sambil menonton video dirinya dan Helga, menaruh smartphonenya, dia meletakkan lengannya di matanya,
“Helga....dimana kamu, kenapa kamu tidak bilang bilang kalau kamu udah keluar.....gue harus cari dia, beberapa hari ini gue terus di kos kosan, ga bisa begini,” ujar Dean.
Tiba tiba, “dling,” smartphone nya berbunyi, sebuah email dari Clover masuk ke dalam smartphonenya yang menyatakan kontrak di batalkan dan dia tidak perlu bekerja di sana lagi. Dia menaruh smartphone nya dan bangkit dari ranjangnya, dia turun dari ranjang dan membuka laci di dalam lemarinya, dia menarik keluar sebuah piagam yang bertuliskan ijazah kemudian membawanya kembali duduk di sisi ranjang. Dean memandangi ijazahnya,
“Gue harus cari kerja....dan cari Helga...gue ga bisa berdiam diri saja seperti ini, ngomong ngomong nama Helga yang sebenarnya siapa ya ? gue sama sekali tidak tahu tentang dirinya, umurnya kira kira sama kayak gue dan dia bilang dia juga kuliah, berarti harusnya dia sudah lulus....mungkin,” ujarnya.
Dean keluar dari kos kosannya dan berlari ke bawah untuk membuat cv nya di sebuah internet cafe yang terletak tidak jauh dari kos kosannya dengan semangat. Seminggu kemudian, sore hari menjelang malam, Dean dengan gontai berjalan di trotoar membawa map coklat, wajahnya terlihat lesu dan tidak bersemangat,
“Gimana nih, ga di terima lagi, apa ga ada yang mau menerima lulusan baru ya, masa seminggu ini udah di tolak lima kali, semua nanya pengalaman, yang bener aja, tidak mungkin kan pengalaman kerja gue tulis jadi aktor film porno, emang nilai kelulusan gue ga terlalu bagus, tapi kan gue lulus,” umpat Dean di dalam hati.
Selagi berjalan, dia teringat seorang gadis bernama Helga yang menjadi lawan mainnya di setiap syuting,
“Kemana ya gue harus mencari Helga, kayaknya memang gue ga konsen cari kerja kalau masih kepikiran dia, coba gue ke kampus kampus, kali aja dia belum lulus,” gumam Dean.
Dengan tekad membara karena pusing lamaran kerja nya di tolak, Dean mulai menjelajah kampus demi kampus dan lima hari setelahnya, di sebuah bar yang terletak di jantung kota, Dean menenggak habis gelasnya dan “trok,” dia menaruh gelasnya dengan kencang,
“Buset dah, kenapa muka lo kusut kayak gitu sih ?” tanya Bruce yang menjadi bartender dan sedang membersihkan gelas di depan Dean.
“Ah paling dia belom dapet kerja,” ledek Steve yang duduk di sebelah Dean mengenakan kemeja dan dasi.
“Lo enak, angka lo bagus dan langsung dapet kerja pas lulus, gue lom dapet kerja nih,” balas Dean.
“Haha mau kerja di tempat gue aja ?” tanya Bruce.
“Hah...jadi bartender kayak lo ? ga bisa gue, ntar malah rusuh lagi,” jawab Dean.
“Emang sih, kalah pamor gue kalo ada lo, bisa bisa banyak cewe yang duduk di bar,” balas Bruce.
“Ngomong ngomong dah ketemu lom ama yang lo cari, cewe yang namanya Helga itu,” ujar Steve.
“Belom, ga tau dah, katanya dia di kampus tapi gue udah menjelajah selama lima hari ini masih belum dapet petunjuk,” ujar Dean.
“Helga ? jangan jangan Helga Carrera lagi, bintang bokep,” ujar Bruce.
“Emang dia,” balas Dean yang sudah sedikit mabuk.
“Lah lo malah nyari bintang bokep, yang bener aja lo, kenapa lo ga samperin aja rumah produksinya,” balas Steve.
“Mana bisa gue kesono,” ujar Dean.
“Lah lo beneran nyari Helga itu ya ? ampun deh lo, tapi luar biasa sih hahaha.....oh ya, gue inget, lo juga pasti inget Steve, waktu kita karaoke an ama cewe cewe dari fakultas fashion design, ada satu yang mirip Helga ya,” ujar Bruce.
“Oh iya bener, yang nolak gue waktu itu ya,” ujar Steve.
“Iya, tapi ga mungkin juga sih dia Helga, udah sih Dean, lo langsung samperin aja rumah produksinya dan tanya langsung, lagian kayak ga ada cewe lain aja lo,” ujar Bruce.
“Haha iya bener juga, besok gue samperin rumah produksi nya, ngomong ngomong si John kemana ?” tanya Dean.
“Biasa, dia pacaran kali, sekarang sombong dia semenjak lulus,” jawab Steve.
“Haha bener, waktu itu aja dia dateng sekali ke tempat gue pas gue baru buka ama cewe,” balas Bruce.
“Oi...si bego tidur,” balas Steve sambil melihat Dean.
“Hahaha parah dah, tapi lo ga boleh bilang gitu loh, dari belakang sini kalo di liat lo berdua kayak anak kembar,” balas Bruce.
“Ogah gue kembar ama dia,” balas Steve.
Keesokan harinya, di depan kantor Clover, Dean berdiri mengenakan mantel, masker, kacamata hitam dan topi, “haah,” dia menghela nafas dan melangkah naik, tiba tiba dia melihat seorang gadis menuruni tangga, gadis itu mengenakan gaun indah, masker, kacamata hitam dan topi yang lebar sehingga wajahnya tidak kelihatan. Ketika berpapasan dan sudah naik beberapa langkah, Dean menoleh melihat gadis itu, kemudian dia menoleh lagi dan menaiki tangga dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam mantel,
“Masa sih, ga mungkin,” ujarnya dalam hati.
Setelah bertemu Jeffrey di dalam dan tidak mendapatkan keterangan apa apa mengenai Helga, Dean melangkah ke pintu keluar, namun ketika dia ingin membuka pintu,
“Dean, tunggu,” teriak Jeffrey.
Dean berbalik dan melihat Jeffrey menghampirinya, kemudian Jeffrey memberikan topeng miliknya yang di banting sewaktu dia keluar dari Clover.
“Ini topeng ku ?” tanya Dean.
“Pegang saja, suatu hari kalau kamu bertemu Helga, perlihatkan topeng itu, aku jamin dia akan suka atau kalau seandainya kalian tidak bertemu lagi, anggaplah sebagai kenang kenangan,” ujar Jeffrey.
“Baik, makasih pak, saya simpan baik baik topeng ini,” balas Dean tersenyum sedih.
*******
Kembali ke masa kini, Dean menoleh melihat Layla di sebelahnya, keduanya tersenyum dan tertawa, setelah itu keduanya duduk di tepi ranjang sambil memegang topeng mereka.
“Berarti sekarang aku sudah tidak perlu menyimpan benda ini lagi,” ujar Dean.
“Iya, aku sudah menemukan apa yang aku cari,” balas Layla.
“Hei...kita saling memanggil dengan aku dan kamu ? seperti Tyrel dan Helga kalau memanggil satu sama lain ?” tanya Dean.
“Iya, kita sudah kembali menjadi mereka, Dean,” jawab Layla sambil merangkul Dean.
“Kamu benar Layla....kamu benar, sudah saatnya kita kubur topeng ini dan memulai baru semuanya dari awal lagi,” balas Dean.
“Setuju, aku sangat setuju dengan mu Dean, masa lalu kita sudah berakhir,” balas Layla.
Keduanya melempar topeng mereka dan kembali saling memeluk kemudian berciuman, keduanya kembali berbaring di ranjang sambil berciuman. Sementara itu di ruang gelap yang berada di sebuah hotel mewah,
“Aaaaah....bosan, matikan, ampuuuun,” teriak Rena dan Harris sambil mematikan layar monitor di depan mereka bersama sama.