Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Lara menghembuskan nafasnya panjang setelah mendaratkan tubuhnya di mobil. Gadis itu lantas menyalakan ponsel miliknya mengotak Atik sesuatu di sana sebelum akhirnya tersenyum licik.
Lima menit, sepuluh menit, dan kini lima belas menit berlalu. Lara melirik Pak Rahmat, Pak Rahmat merupakan supir yang bertugas mengantar jemput Alena dan Lara.
"Pak, kenapa Alena lama sekali? Apa dia tidak memberitahu bahwa dia pulang telat?" Ucap Lara kemudian menyimpan kembali ponselnya di saku rok. Lara hanya pura pura karena ia tahu apa yang di kerjakan Alena di dalam sana.
Pak Rahmat menggeleng. "Tidak tahu nona."
"Ckk benar benar menyusahkan saja. Kalau begitu bapak bisa mengantarkan saya lebih dulu kemudian kembali menjemput Alena."
Pak Rahmat tentu saja tidak setuju. Alena adalah tanggungjawabnya dan ia memastikan putri tuannya tidak lecet sedikitpun di perjalanan.
Lara tersenyum ia sudah menduga hal ini. "Majikan bapak saya atau Alena?"
Pak Rahmat bimbang Lara putri kandung Ravindra sedangkan Alena adalah anak emas Ravindra. Pak Rahmat menghela napas. Sepertinya akan lebih aman jika dia memilih Alena.
"Maaf nona, tapi saya diperintahkan untuk mengantar jemput nona Alena. Tidak ada perintah untuk mematuhi nona Lara, jadi sudah tugas saya untuk menunggu nona Alena sampai urusannya selesai."
"Seharusnya katakan lebih awal agar saya tidak perlu menunggu bersama supir yang bahkan tidak menganggap saya."
Brak
Lara membanting pintu mobil BMW tersebut dengan keras. Tapi siapa menduga saat Lara berbalik justru Alena tepat di hadapan wajahnya.
"Kakak-"
"Gue muak lebih baik Lo pulang duluan sama pak Rahmat." Setelah itu Lara meninggalkan Alena karena ia takut akan lepas kendali nantinya.
Alena memandangi punggung Lara, gadis itu lantas masuk ke dalam mobil. Alena lelah sekali tubuh Alena rasanya remuk dan pikirannya kacau. Lara benar benar memperingati Alena bahkan di hari pertama. Tapi syukurlah Alena dapat mengatasinya sebelum Lara bertindak semakin jauh.
"Langsung pulang saja pak." Titah Alena tak ingin di bantah. Karena demi apapun saat ini Alena sangat ingin tidur.
~-----~
Lara duduk di halte bus, setelah melewati kejadian tadi membuat Lara tersadar bahwa dirinya bukan apa apa di keluarganya. Lara lantas menelepon sang tunangan berharap Rey menjemputnya dan mendengarkan keluh kesah Lara.
"Halo, Rey kamu bisa jemput aku?"
"Lara lo lagi sama Alena?"
Lara mengernyit dahi, bukankah Alena sudah pulang? Seharusnya Alena sudah tiba di rumah saat ini. Lagi lagi Lara harus menelan pil pahit bahwa tunangannya juga memihak pada Alena. Mata gadis itu berembun tapi ia tetap berusaha untuk menahan air matanya.
"Halo? Lara lo masih di sana kan?"
"Alena udah pulang Rey."
"Dia belum ada di mansion Lara gue khawatir banget."
tes
Lara memejamkan mata, untuk meredamkan tangis. Tapi air matanya semakin deras mengalir membasahi paras cantik Lara. Lara segera memutuskan telepon agar Rey tidak mendengarnya menangis.
"Gini banget hidup gue, punya ayah yang sekaligus malaikat maut buat gue, tunangan gue bahkan sukanya sama adik tiri gue."
Lara tertawa sumbang, entah kejutan apalagi yang akan ia temukan setelah menggali tuntas tentang keluarganya di masa lalu.
"Dunia memang suka banget bercanda, dia bercanda sampai membunuh jiwa gue."
Jika ada orang yang melihat Lara menangis sudah pasti orang itu akan mempertanyakan apa yang membuat putri Cinderella itu menangis. Hidup Lara sempurna dan semua orang tahu akan hal itu. Di mata mereka Lara memiliki hidup yang sempurna. Wajah cantik, hidupnya juga bergelimang harta, ditambah lagi Ravindra sangat menyayangi Lara. Begitu lah yang mereka tahu, tanpa menyaksikan langsung bagaimana Lara di siksa.
Lara menyeka air matanya, gadis itu mendongak dan mendapati seseorang berdiri di hadapannya.
"Kamu menangis?"
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya