Aku hidup kembali dengan kemampuan tangan Dewa. Kemampuan yang bisa mewujudkan segala hal yang ada di dalam kepalaku.
Bukan hanya itu, banyak hal yang terjadi kepadaku di dunia lain yang penuh dengan fantasi itu.
Hingga akhirnya aku memiliki banyak wanita, dan menjadi Raja Harem yang membuat semua pria di dunia ini merasa iri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karma-Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Kucing
Aku tertidur sangat lelap hingga baru bangun saat sore hari, kurasakan tubuhku penuh keringat gara-gara tidur pakai selimut dan rasanya ingin sekali kuhilangkan semua keringat ini pakai air dingin.
Bergegaslah aku menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar besar ini, kulucuti semua pakaianku secepatnya, dan langsung mengguyur sekujur tubuhku menggunakan air dingin yang kebetulan sekali sudah disiapkan di dalam wadah besar terbuat dari kayu.
"Oh, benda ini mungkin bathub pada zaman ini," gumamku setelah cukup puas mengguyur tubuh pakai air dingin. Lalu kucari sabun untuk membersihkan seluruh bagian tubuh biar terasa lebih nyaman.
Bagaimanapun, tak enak kalau mandi tak pakai sabun, rasanya seperti ada yang kurang saja dan tidak bersih.
"Sabun macam apa ini? Kenapa busanya sedikit sekali? Terus tak wangi pula?" tanyaku usai menggosok sabun yang ada di dalam kamar mandi itu, seketika pikiranku kembali teringat dengan wangi tubuh Mama Laura, yang tercium sangat wangi sekali di hidung.
Namun, wangi semacam itu tidak dapat kutemukan dari sabun yang sedang kupakai saat ini, sabunnya malah tercium seperti bau lemak sapi.
"Kalau tak salah orang-orang pada abad 21 menggunakan lemak hewan untuk membuat sabun. Hmm, mungkinkah teknologi di dunia ini masih ketinggalan zaman meski orang-orangnya bisa menggunakan sihir?" tebakku usai mengingat kembali tentang sejarah sabun.
Selesai berurusan dengan sabun, aku mencari pasta gigi di dalam kamar mandi itu.Tapi, aku tak bisa menemukannya dan hanya ada sebatang kayu kecil dengan ujung rumbai.
"Astaga, ini pasti siwak, kan? Aduh, ribet juga kalau tak ada pasta gigi di sini," protesku sembari menggunakan siwak itu untuk membersihkan gigi.
Siwak sendiri merupakan ujung dari batang ranting pohon arok yang di potong dan dikupas, lalu serabutnya dijadikan sikat gigi. Aku setidaknya masih tahu tentang informasi semacam ini karena tuntutan tugas mata pelajaran sejarah saat aku kuliah dulu.
Singkatnya, aku menghabiskan waktu di kamar mandi selama hampir setengah jam. Aku sudah seperti seorang gadis saja ketika sedang mandi, mungkin karena sudah kebiasaan di dunia lamaku.
Aku lalu memakai pakaian yang tersedia di dalam lemari Brian, kupilih baju yang menurutku tidak terlalu ribet dan nyaman ketika kupakai.
Pasalnya, tidak ada kaos oblong dan celana kolor di sini, semua pakaian yang ada memiliki bentuk seperti pakaian pada abad pertengahan, termasuk celana dalam yang sudah kupakai saat ini.
"Nah, ini baru terlihat keren, aku kurang suka pakai kemeja panjang," ucapku setelah menggulung lengan kemeja hingga batas siku.
Kemudian kuperhatikan lagi sosokku pada cermin dan ternyata potongan rambut si Brian terlihat sangat culun sekali bila sehabis mandi.
"Aku ragu ada salon di dunia ini, atau aku coba potong rambut sendiri saja?" tanyaku pada diri sendiri, segera kucari gunting dan hendak merapihkan rambutku yang berwarna merah ini.
Tanpa sadar kubayangkan mode rambut Leonardo Dicaprio ketika masih muda, lebih tepatnya model rambut Leonardo Dicaprio pada film Titanic.
"Andai saja aku bisa potong rambut pakai gaya seperti itu, pasti cocok sekali dengan wajah si Brian ini," gumamku, tanganku terasa kesemutan seketika, lalu tanganku bergerak sendiri dan langsung mencukur rambutku begitu saja.
"Astaga ... Astaga ... Astaga ... Apa-apaan ini? Kenapa aku tak bisa mengendalikan tanganku?" ucapku sangat panik jadinya.
Aku pun berusaha sekuat tenaga untuk menghentikan gerakan tanganku, tapi itu sia-sia saja seolah tanganku punya pikiran sendiri. Hingga potongan rambutku benar-benar berubah seperti Leonardo Dicaprio, barulah tanganku berhenti bergerak dan bisa aku kendalikan lagi.
Trang!
Trang!
Trang!
Sebuah suara bising tiba-tiba terdengar dari arah pintu kamarku, kutengok ke arah sana dan kutemukan seorang gadis cantik sedang berdiri mematung sembari menatapku dengan mata terbelalak.
Kutengok lagi ke arah bawah ada nampan dan piring baja yang berserakan, makanan pun otomatis berhamburan ke mana-mana.
Namun, bukan semua itu yang menjadi fokus perhatianku, gadis cantik ini memiliki telinga yang sangat menggemaskan, juga ada ekor kecil panjang yang mengibas-ngibas di belakangnya.
'Wanita setengah kucing, dia beneran wanita setengah kucing, kan? Bentar-bentar, sejak kapan dia bekerja di sini? Kok dia tak ada di buku harian si Brian?' pikirku sangat bersemangat.
Aku bergegas menghampiri wanita setengah kucing itu, kulambaikan tangan di depan wajahnya untuk membangunkannya dari rasa terkejut.
"Apa kamu baik-baik saja? Apa tubuhmu ada yang sakit?" tanyaku sembari menatap langsung ke arah matanya.
Sayangnya dia tidak merespon apapun, yang membuatku sangat khawatir.
"Hei, apa kamu sakit?" tanyaku lagi, kini kutempelkan jidatku ke jidatnya ala-ala di anime yang pernah kutonton. Konon cara seperti ini sangat ampuh untuk memeriksa kesehatan tubuh orang lain.
"Ah ... S-Saya baik-baik saja, Tuan Muda," jawab wanita setengah kucing itu tampak gugup. Dia lalu mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dariku.
"Syukurlah kalau baik-baik saja," sahutku seraya berjongkok, kubereskan saja nampan dan piring-piring yang masih tergeletak di lantai.
"Tolong jangan seperti itu, Tuan Muda. Biar saya saja yang melakukannya," cegah wanita setengah kucing, bergegas membantuku dengan cekatan, ia juga tak lupa membersihkan lantai dari sisa makanan menggunakan kain putih yang tersemat pada pinggangnya.
Kuperhatikan baik-baik wajah wanita ini dari samping, ia sungguh cantik sekali dalam pakaian pelayan itu, yang sangat selaras sekali dengan telinga dan ekor kucingnya.
Tanganku mana bisa tahan kalau sudah begini, segera saja ku ulurkan ke depan dan ku usap lembut telinga wanita itu.
'Mantap, rasanya sungguh lembut sekali seperti telinga kucing asli,' batinku.
Lanjut saja kupegang bagian lain, yaitu pada bagian ekornya yang sedari tadi terus bergerak-gerak tak karuan. Ku usap perlahan bagian ekornya itu dari atas hingga ke bawah, kelembutannya pun tak kalah dari kelembutan telinga yang masih kusentuh.
"Meow," ucap wanita setengah kucing itu, ia meliriku perlahan dengan wajah memerah.
"Maaf, aku tak sengaja barusan. Tolong jangan marah," ucapku, buru-buru melepaskan kedua tanganku dari telinga dan ekornya.
"K-Kenapa Tuan Muda menyentuh telinga dan ekor saya?" tanya wanita setengah kucing.
"Tentu saja karena aku menyukainya, memangnya nggak boleh ya?" aku bertanya balik.
"Kenapa bisa seperti itu, Tuan Muda? Bukankah kemarin Anda sangat membenci saya?" Wanita setengah kucing itu tiba-tiba berdiri, lalu memberikan tatapan sangat serius kepadaku.
"HAH? Sejak kapan aku membencimu? Mana mungkin aku bisa membenci wanita secantik kamu," ujarku apa adanya, karena aku memang tak tahu alasan si Brian membencinya, jadi kucoba perbaiki saja.
Lagi pula, wanita setengah kucing ini termasuk tipe wanita yang aku sukai. Tak ada salahnya bila aku memiliki hubungan dekat dengannya biar aku lebih mudah lagi mengetahui informasi tentang dunia ini.
Bagaimanapun, informasi yang aku miliki saat ini hanya terbatas pada buku harian Brian. Aku benar-benar tak tahu tentang hal-hal di luar buku tersebut, termasuk si wanita setengah kucing ini.
"T-Tuan Muda, apa Anda serius? Anda tidak membenci saya?" ulang wanita setengah kucing itu memastikan, wajahnya kian memerah karena malu.
Aku menatap sekujur tubuh wanita setengah kucing itu dengan penuh selidik, seketika sadar bahwa penampilannya tak kalah jauh dari Mama Laura.
'Kesempatan bagus nih, aku godain saja kalau sudah begini, siapa tahu dia bakal kepincut sama pesonaku,' gumamku di dalam hati.
Tanpa menunggu waktu lagi, segera kurahih dagu wanita setengah kucing itu ke dekat wajahku, kutatap matanya dengan tajam seakan bisa menusuk hingga ke palung jiwanya.
"Aku tak pernah membencimu sama sekali, justru aku sangat menginginkanmu. Tidakkah kamu merasakan isi hatiku, bahwa perasaanku ini sudah tak bisa dibendung lagi kepadamu," ucapku tampak sangat serius, padahal ini hanya gombalan biasa.
Aku hanya ingin menggodanya saja, dan tak ada niat lain untuk saat ini. Karena seharusnya seorang wanita akan langsung pergi secepat kilat bila dirinya merasa malu.
Sayangnya aku salah kaprah lagi, wanita setengah kucing itu tidak berniat pergi sama sekali, dia malah langsung menciumku tanpa mengeluarkan suara apapun sebelumnya.
Aku tersentak oleh ciuman tiba-tiba ini, tak pernah terpikirkan sama sekali kalau dia akan memberikan serangan secara langsung.
Kutatap matanya yang tampak sayu itu, menebak kalau wanita setengah kucing ini mungkin sudah terpesona padaku sejak awal.
'Jangan bilang dia menyukai penampilanku yang sekarang, makanya dia langsung terkejut begitu masuk ke dalam kamar ini,' pikirku, lalu kusudahi ciuman dengan wanita setengah kucing itu.
"Ehem! Kenapa kamu tiba-tiba menciumku? Harusnya kamu punya sesuatu yang harus disampaikan sebelum kita berciuman, kan? Misalnya seperti kamu suka ...."
"Saya sangat menyukai Tuan Muda. Entah kenapa hati saya tiba-tiba berdegup kencang saat melihat rambut Tuan Muda, belum lagi cara berpakaian Tuan Muda yang terlihat sangat bagus. Terus, Tuan Muda juga bilang menginginkan saya sebelumnya, makanya saya memberanikan diri untuk mencium Tuan Muda. Maaf bila saya kurang sopan. Permisi, Tuan Muda," ucap wanita setengah kucing itu seraya beranjak pergi dari kamar ku begitu saja. Dia berjalan cepat hingga menghilang dari garis pandang dalam sekejap.
...
Wanita Kucing