Bercerita tentang seorang anak yang bernama mugi yang terlahir sebagai rakyat jelata dan menjadi seseorang penyihir hebat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muchlis sahaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takdir yang terusik.
Udara di kelas terasa dingin saat seluruh siswa memasuki ruangan. Cahaya matahari pagi yang menyinari melalui jendela kelas terhalang oleh awan tebal yang tiba-tiba muncul. Glich, sang guru sihir, memasuki ruangan dengan langkah tenang, senyum tipis terukir di wajahnya.
"Baiklah murid-murid," Glich memulai pelajarannya, suaranya bergema di ruangan, "Sebelum kita memulai pelajaran hari ini, aku ingin mengucapkan selamat kepada kalian semua atas kelulusan ujian kemarin. Aku sangat senang kalian telah berhasil, meskipun aku tahu takdir kalian telah diubah oleh Keter."
Seorang siswa, dengan mata yang penuh pertanyaan, mengangkat tangannya. "Guru, apakah Anda yakin takdir bisa diubah? Bukankah takdir kita sudah ditentukan?"
Glich tersenyum, matanya berbinar. "Ya, tentu saja. Jika aku ingin mengubah takdir, aku hanya perlu menghancurkannya, sama seperti yang Keter lakukan. Intinya, kalian harus berani memulainya."
Para siswa saling berbisik, wajah mereka dipenuhi kekaguman dan ketakutan. Glich melanjutkan, "Tetapi perlu kalian ketahui, dunia sihir itu penuh dengan kekotoran dan berlumuran darah. Jika kalian memiliki niat untuk mengubah takdir kalian, kalian harus siap menghadapi rintangan apa pun."
Seorang murid perempuan, dengan mata yang berbinar, mengangkat tangannya. "Guru, apakah itu berarti meskipun kami mempelajari sihir, jika sihir kami lemah, kami tidak akan bisa mengubah takdir kami?"
Glich tersenyum hangat kepada murid perempuan itu. "Hai, siapa namamu?"
"Namaku Mimuru, Guru," jawab murid perempuan itu dengan gugup.
"Mimuru," Glich berkata, "Jika aku mengatakan aku bisa menggerakkan matahari, apakah kamu percaya?"
Mimuru mengerutkan kening, sedikit terkejut. "Itu mustahil, bukan?"
Glich tertawa kecil. "Aku tidak kenal kata mustahil. Di dalam diriku, aku tidak pernah meletakkan kata mustahil itu, dan maka dari itu aku akan melakukan segalanya."
Glich berdiri dari kursinya, matanya berbinar. "Dengar baik-baik," Glich berkata, suaranya penuh semangat, "Selama ini kalian hanya menggunakan dasar sihir dalam bertarung. Sebenarnya, sihir itu adalah bentuk keinginan dan wujud sugesti. Bahasa yang kita gunakan untuk melafalkan sebuah mantra adalah bahasa yang paling efektif untuk menggunakannya. Jika mantra sudah terucap, mantra itu akan menggerakkan alam bawah sadar seseorang dan mencampur menjadi asas dunia ini. Betapa labilnya kalian mempelajari ilmu sihir hanya dengan asas dunia saja, tetapi tidak dengan alam bawah sadar. Disitulah letak kesalahan kalian. Apakah sekarang kalian paham?"
Mugi, yang duduk di bangku belakang, tercengang mendengar penjelasan Glich. "Bagaimana bisa dia mempelajari ilmu sihir sedetail itu? Bahkan aku sendiri baru mengetahuinya," gumam Mugi dalam hati.
Glich melanjutkan, "Bahkan kalimat biasa saja bisa menciptakan sebuah sihir."
Para siswa berteriak kaget. "Hah!!!?" "Bagaimana bisa, Guru!?"
Glich tersenyum, matanya berbinar. "Kalian seperti tidak percaya kalimat biasa mempunyai kekuatan sihir seperti itu."
Glich mengarahkan tangannya ke samping, matanya berbinar. "Lumpuhlah dari dan lemahlah jangan hancurkan!"
Seketika itu, segel sihir tercipta di udara, lalu menghilang seketika. Para siswa tercengang melihatnya. "Hebat!" "Bagaimana bisa!?"
Mugi tercengang melihat kejadian itu. "Jadi begitu ya," gumam Mugi dalam hati, "Baiklah, aku mendapatkan pengalaman baru di sini."
Glich melanjutkan, "Pada dasarnya, ilmu sihir memiliki ikatan dengan tata bahasa dan juga kalimat. Apakah kalian masih ingat yang aku ucapkan di awal?"
Para siswa saling berbisik, kebingungan dengan perkataan Glich. "Apa, Guru? Kami tidak mengingatnya."
Glich tersenyum, matanya berbinar. "Aku akan menggerakkan matahari."
Para siswa semakin terkejut dan heboh. "Benarkah, Guru? Perlihatkan kepada kami!"
Glich melihat ke arah jendela kelas. Seluruh murid pun melihat ke arah yang sama. Glich mengarahkan tangannya ke arah matahari. "Seluruh yang ada di hadapanku tidaklah abadi, dan seluruh keinginan ku, akan aku dapatkan, maka dari itu kau yang aku tunjuk bergeraklah sesuai keinginan ku!"
Seketika itu, energi sihir Glich keluar dari tubuhnya, membuat suasana kelas menjadi gelap. Matahari pun bergerak sesuai arah tangan Glich. Seluruh siswa terpukau melihatnya, termasuk Mugi. Glich mengembalikan matahari ke posisi asalnya. "Mimuru, bagaimana? Apakah kau tidak yakin dengan dirimu lagi?"
Mimuru, matanya berbinar, sedikit percaya diri. "Guru, sekarang aku sudah sedikit yakin dengan diriku."
Glich tersenyum. Lalu, Glich mengambil kursinya dan duduk dengan kaki yang disilangkan. Glich sedikit melirik ke arah Mugi. "Yah, bisa dibilang aku lebih kuat dari Keter, dan bahkan para dewa. Para dewa itu tidaklah abadi, dan sangat mustahil ada yang abadi jika sudah berhadapan langsung di depan mataku."
Mugi, menggunakan sihirnya untuk menghentikan waktu. Seketika itu, seluruh siswa dan waktu terhenti. Mugi mengeluarkan seluruh aura energi sihirnya dan berdiri dari kursinya. Mugi merubah dirinya menjadi sosok Keter. "Yang kau katakan itu terlalu kurang ajar, Guru. Kau mengatakan dirimu lebih kuat dariku, bukan?"
Keter, menekan auranya sehingga dinding kelas menjadi retak. Glich hanya tersenyum sinis saja pada saat itu. Keter berjalan mendekati Glich. Namun, Glich berkata, "Selangkah lagi kau berjalan, maka dirimu akan hancur tanpa sisa."
Seketika, Keter berhenti melangkah. Ini pertama kalinya Keter merasakan aura sihir berhasil menekan dirinya. Dengan tenang, Glich bertanya, "Baiklah, Keter, sebenarnya apa yang sudah kau lakukan ini? Aku tanya, apa yang sudah kau lakukan ini!?"
Keter, hanya bisa terdiam dan tidak bisa berkata-kata di hadapan Glich. Glich berdiri dari kursinya, dan menggunakan sihirnya untuk memperbaiki dinding yang sudah retak. Glich mendekati Keter, tepat di hadapan Keter, Glich berkata, "Sekarang, apa yang akan kau lakukan setelah aku sedekat ini? Ayo, Keter, lakukan! Bukankah tadi kau ingin mendekatiku? Kau bukanlah apa-apa selain sampah."
Keter, begitu kesal dan berkata, "Kurang ajar!! Kau..."
Belum selesai Keter berbicara, Glich menggunakan sihirnya untuk menekan tubuh Keter sehingga Keter tersungkur di hadapan Glich. Glich berkata, "Diamlah!"
Dari arah belakang Glich, ada sosok seseorang berdiri. Sosok itu berkata, "Apa yang kau lakukan dengan tubuh reinkarnasi ku, Celis?"
Ternyata nama asli dari Glich adalah Celis. Celis tersenyum, dan berkata, "Aku hanya sedikit memberikan pelajaran kepadanya, Haruto. Aku sudah tahu kau bereinkarnasi menjadi Mugi, Haruto. Aku tidak menyangka sekarang kau melemah."
Haruto, sedikit tersenyum dan berkata, "Nantinya dengan tubuh itu, kita akan mengobrak-abrik dunia yang sudah tidak adil ini, Celis."
Celis tersenyum, dan membalas perkataan dari Haruto. "Aku akan menunggu hari itu, Haruto."