Bertetangga dengan seseorang yang sangat kamu benci adalah sebuah musibah besar. Hal itulah yang dialami oleh Bara dan Zizi.
Parahnya lagi, mereka berdua harus menikah untuk mendapatkan harta warisan yang sangat banyak.
Mampukah keduanya berdamai untuk mendapatkan keuntungan atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Healing Pak!
Maria melangkahkan kakinya cepat memasuki ruangan kerja Bara, sang pimpinan tertinggi di Perusahaan itu. Pokoknya ia harus memaksa putranya itu menceraikan Zizi dan juga memecatnya jadi karyawan.
"Pecat karyawan yang bernama Azizah Khumairah saat ini juga!' titah wanita itu dengan dada naik turun emosi.
Bara yang sedang sibuk di depan laptopnya langsung membawa pandangannya ke arah mamanya itu. Untuk beberapa detik, ia sempat kaget dengan kedatangan wanita itu yang sangat tiba-tiba. Apalagi kali ini, dia membawa perintah yang akan membuat perdebatan yang akan memakan waktu yang panjang.
"Kamu dengar mama Bar? Pecat wanita kampung itu!" ulang Maria masih dengan ekspresi yang sama.
Bara tersenyum kemudian berdiri dari duduknya.
"Ma? Sejak kapan mama di sini?" tanya Bara berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Sejak sebelum waktu makan siang!" ketua Maria.
Bara masih mengulas senyum tipis di bibirnya. Untuk hari ini ia akan berusaha untuk tidak membahas tentang Azizah Khumairah agar mereka berdua bisa santai.
"Kok baru sampai di ruangan aku ma? Sibuk dimana tadi?"
"Habis ketemu sama wanita pilihan papamu itu!"
Oh pantas, mama sampai emosi seperti ini, ucap Bara dalam hati. Jadi wanita nakal itu sudah masuk bekerja?
Baguslah kalau Zizi sudah masuk bekerja, karena aku juga ingin sekali bertemu dengannya dan menghukumnya.
"Trus?" tanya Bara antusias.
"Ya trus pecat lah. Mama gak mau tahu ya. Pokoknya mama cuma mau denger kabar hari ini kalo kamu udah memecat OG itu secepatnya!" jawab Maria, masih tetap bersikukuh dengan keinginannya.
"Mama gak mau minum dulu nih?" balas Bara lagi seraya membuka lemari pendingin untuk mengambil sebotol minuman mineral dingin untuk menenangkan emosi sang mama.
"Mama gak mau minum!" tolak Maria. Wanita itu nampak semakin kesal saja karena sepertinya Bara tak ingin membahas apa yang sedang ia inginkan.
"Kamu dengar mama gak Bar! Pecat dia. Jangan beri dia pekerjaan, supaya dia gak bisa sombong banget seperti tadi!"
"Iya ma. Nanti aku pecat dia. Tapi mama jangan marah-marah supaya penyakit mama gak kambuh lagi."
"Janji ya. Mama gak suka sama wanita sok banget seperti dia. Udah dari kampung, tapi lagaknya seperti dia yang punya perusahaan ini."
"Udahlah ma. Sebaiknya mama gak bahas dia lagi. Nanti deh, aku berikan peringatan kalau dia berani membuat mama kesal seperti ini."
"Janji ya. Kamu harus kasih dia hukuman. Paling bagus ya pecat. Ngapain punya karyawan yang sangat sok seperti itu. Gak ngaca apa!"
"Padahal mama udah ngasih tahu siapa mama, tapi lagaknya malah setinggi langit. Gak ada sopan santunnya sama mama mertua."
Bara hanya menghela nafasnya berat. Ia tak ingin lagi bicara atau membalas perkataan sang mama. Lama-lama pasti akan diam sendiri kalau sudah lelah.
"Baiklah Bar, mama kesini sebenarnya mau minta tambahan jajan sayang. Mama ada arisan sama ibu-ibu sosialita mama," ucap Maria dengan nada suara mulai menurun.
"Mama juga pengen banget jalan ke Singapore untuk refreshing dan sekalian jengukin papa kamu," lanjut Maria memberikan alasannya meminta uang lagi.
"Iya ma."
Bara paham. Mamanya kalau bela-belain ke Perusahaan seperti ini pasti karena butuh uang lagi. Dan ia tak akan menolak yang penting wanita itu bahagia.
Bara pun meraih gawainya yang ia simpan di atas mejanya kemudian mentransfer sejumlah uang untuk wanita itu.
Tak lama kemudian...
Tring
Beberapa rentetan notifikasi langsung berbunyi pada M-banking Maria dan Bara secara bersamaan. Ada notifikasi debet dan ada notifikasi kredit.
"Terimakasih banyak Bar. Bekerja lah dengan tenang sayang. Mama akan ikut arisan dulu," ucap Maria kemudian memeluk Bara dengan perasaan senang.
"Hati-hati di jalan ma. Dan jangan terlalu boros."
Deg
Maria langsung merasakan perasaan tak nyaman di hatinya. Baru kali ini Bara mengucapkan kata seperti itu padanya.
"Apa kamu tidak ikhlas memberikan mama uang kamu Bar?"
"Gak ma. Aku ikhlas lahir batin. Tapi pengeluaran mama untuk bulan ini sudah sangat banyak. Padahal mama juga mendapatkannya dari papa bukan?"
"Astaga Bara. Jadi kamu udah mulai menghitung-hitung apa yang kamu berikan pada mama hah?!"
Bara menghela nafasnya kasar kemudian meminta maaf.
"Maafkan aku ma. Tapi pengeluaran mama memang setiap bulannya selalu saja naik."
Maria langsung tercekat. Ia jadi khawatir kalau Bara malah mencari tahu apa saja yang ia lakukan dengan uang-uang itu. Dengan cepat ia mengibaskan tangannya dan bersiap pergi dari ruangan itu.
"Ah sudahlah, mama pergi sekarang. Mama gak suka kalau kamu menghitung-hitung apa yang telah kamu berikan pada mama. Itu namanya anak durhaka tahu gak kamu!"
Bara kembali menghela nafasnya berat. Sejak beberapa tahun terakhir ini mamanya semakin mencurigakan. Catatan pengeluarannya semakin banyak dengan alasan pemeriksaan kesehatan, tapi semakin kesini permintaan sang mama semakin banyak saja dengan alasan yang berbeda pula.
"Mama ada apa denganmu?" ucap Bara dengan tatapan tak lepas dari laporan pengeluaran pada handphonenya.
Tak terasa sudah ratusan juta ia berikan pada mamanya hanya dalam beberapa bulan ini yang penting mamanya itu bahagia. Tapi sekarang ia jadi khawatir kalau wanita itu malah berfoya-foya tak jelas.
Menutup laporan keuangan itu, ia pun segera menelpon seseorang untuk mengikuti kemana mamanya hari ini. Apa saja yang wanita itu lakukan di luar sana dan juga bersama siapa.
Bara kembali mendudukkan tubuhnya di belakang mejanya. Membuka laptopnya kembali dan mulai berkonsentrasi bekerja, akan tetapi pikirannya tiba-tiba berada pada satu sosok cantik yang beberapa hari ini tak ia temui.
Segera ia buka layar monitor di hadapannya untuk mencari dimana Zizi saat ini. Rahangnya pun langsung mengeras karena melihat wanita itu ternyata ada di ruangan Farel.
Jarinya dengan cepat mencari nomor handphone Devano dan menelpon asistennya itu agar meminta Zizi ke ruangannya saat ini juga.
Devano pun cepat tanggap atau ia akan mendapatkan kemarahan yang tak jelas dari pimpinannya itu. Bergegas ia ke ruangan Farel dan meminta Zizi untuk melakukan pekerjaan di ruangan sang pimpinan. Akan tetapi Zizi menolak karena sudah tak ingin bertemu dengan pria yang juga tak menginginkannya.
"Aku gak mau pak Dev. Aku kerjanya di ruangan pak Dev aja ya," ucap Zizi masih bertahan dengan keputusannya.
"Tolonglah mbak Zi. Saya bisa kena marah kalau mbak gak masuk, plis."
Devano sampai menangkupkan kedua tangannya memohon.
"Baiklah," ucap Zizi akhirnya. Devano tersenyum lantas mengucapkan terimakasih. Ia sangat senang karena akhirnya wanita itu muncul juga di Perusahaan setelah acara kabur ke kampung selama dua hari ini.
"Kemana saja kamu!"
Zizi tersentak kaget karena Bara menjemputnya di depan pintu dengan ekspresi datar dan juga dingin.
"Healing pak!"
"Dengan pria lain yang bukan suami kamu?!"
🌻
Like Like Like
Komen Komen Komen
trus devano gimana dong, ..ga kasian, dia blm kesurga thor 😀