Apa yang akan kalian pilih? antara persahabatan dan nyawa? dimana saat kalian tidak ingin kehilangan teman-teman, tapi kamu juga tidak ingin kehilangan nyawamu. apa yang akan kalian pilih?
permainan ini mengatakan bahwa jika kami menang, mereka akan membebaskan kita. namun aku sendiri juga tidak yakin jika mereka akan melepaskan kami dengan mudah begitu saja. kami harus kehilangan teman-teman, kehilangan harapan, putus asa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bada'ah Hana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selanjutnya...
Jam mulai menunjukkan pukul 9 pagi. Para pemain berada di cafetaria seperti biasanya. Beberapa boneka membawa beberapa makanan untuk sarapan pagi ini. Belum ada notifikasi mengenai permainan baru. Meskipun begitu, para pemain tetap mengecek ponsel mereka apabila permainan akan dimulai.
Namun, dua jam sudah berlalu. Belum ada notifikasi apapun, bahkan ponsel mereka masih tetap mati seperti biasanya. Alex menghela nafas. Sudah dia duga permainan ini tidak akan memberikan kebebasan kepada para pemainnya. Seolah mereka masih mengincar nyawa pemain.
Para pemain pun menjalankan aktivitas lainnya. Para anak laki-laki berkeliling hotel untuk mencari jalan keluar. Namun, tetap saja tidak ada apapun di sana. Hanya ada dua mayat yang merupakan teman sekelas Zayyan. Masih ada laser yang menyala sebagai batas permainan.
Tidak ada mobil yang berlalu lalang seperti kehidupan kota. Seakan para pemain memang dibawa ke suatu tempat dimana tidak ada siapapun yang bisa menemukan mereka. Bahkan bis-bis pariwisata tidak ada. Sebelumnya, bis tersebut di parkir dekat dengan hotel. Namun, bahkan di depan pagar tidak ada apapun.
"Apa kita bakal bisa kabur dari tempat ini?" Tanya Kenji.
"Kalau kita maksa buat keluar dari sini, nasib kita akan sama seperti mereka." Kata Zayyan sembari menunjuk ke arah dua mayat yang sudah hampir membusuk.
"Itu temanmu?" Tanya Alex.
"Iya. Mereka berusaha kabur saat permainan hide and seek. Siapa sangka mereka berakhir seperti ini."
Kenji dan Alex terdiam. Melihat dua mayat dengan kepala yang sama-sama hancur membuat keduanya hampir memuntahkan sarapan mereka. Zayyan sudah tidak terkejut lagi. Sebelumnya, ada yang lebih parah dari dua mayat ini.
Mayat salah satu temannya yang dicincang oleh para Seeker. Tak hanya itu, bahkan korban voting saja diambil organnya. Zayyan mengingat jelas bagaimana orang-orang disini menganiaya korban mereka.
"Memangnya, teman-teman kalian matinya tidak seperti ini?" Tanya Zayyan yang melihat reaksi Kenji dan Alex.
"Di kelasku cuman ke tusuk doang. Kecuali para pemain yang kena voting, mereka diambil jantungnya dan beberapa organ mereka." Jawab Kenji.
"Di kelasku juga. Seeker kami gak sejahat itu. Emangnya di kelasmu kayak gimana, Yan?" Tanya Alex.
"Dicincang." Jawab Zayyan dengan singkat.
"Seeker yang melakukannya?" Tanya Kenji.
"Kelas kami gak seakrab kelas kalian. Banyak yang membentuk geng sendiri. Dan kalian mungkin pernah dengar kelas kami yang paling banyak kena masalah. Perjudian, bullying, bahkan ada pasangan yang kena grebek di toilet sekolah."
Mendengar itu, Alex dan Kenji terdiam. Memang benar selama hampir tiga tahun mereka di SMA, kelas Zayyan yang paling banyak terkena masalah. Bahkan di kabarkan hampir ada yang akan dikeluarkan dari sekolah. Namun, karena anak tersebut berasal dari keluarga berada. Anak tersebut tidak jadi di keluarkan.
"Itu sebabnya kelas kami banyak banget yang gak akur. Bahkan berusaha saling membunuh. Dalam semalam, bisa ada 4 korban." Ucap Zayyan lagi.
Alex dan Kenji masih dalam keheningan. Mereka berpikir kelas Zayyan benar-benar sudah gila. Beruntungnya Zayyan dan Ela bisa melanjutkan permainan selanjutnya. Meskipun di permainan selanjutnya mereka tidak yakin apakah bisa kembali dengan selamat.
"Turut berduka, Yan." Ucap Alex.
"Kita tiap hari berduka, kan?" Jawab Zayyan sembari terkekeh pelan.
"Bener juga. Hahaha.... tapi, aku kangen masa sekolah kita. Main basket, bolos ke kantin, makan di laboratorium komputer yang sama sekali gak boleh, dan sholat di mushola sekolah."
"Aku juga. Kangen banget masa-masa saat itu. Saat kita kembali, apa kita bisa sampai di sekolah dengan selamat?" Tanya Kenji yang membuat kedua teman-temannya menoleh.
"Kita pasti bisa kok." Ucap Alex.
"Kalau Ela yang nasehatin pasti bakal ditambahin 'janji ya?' Hahaha." Kata Zayyan.
"Gitu-gitu kamu suka sama dia, kan? Hahaha ngaku aja kamu, Yan." Ledek Alex.
"Ya siapa sih yang bakal nolak cewek semanis Ela?"
"Waduh waduh waduh, bro!"
Mereka bertiga tertawa bersamaan. Jika mereka tidak bertemu di permainan ini, mereka mungkin tidak bisa berkenalan satu sama lain. Mereka tidak mungkin bisa menceritakan keluh kesah yang pernah dialami, mengatakan apa yang dirasakan, serta apa yang terjadi pada mereka.
Zayyan, Alex dan Kenji berbagi setiap hal. Mereka yang awalnya hanya berbasa-basi agar saling dekat. Kini mereka saling berbagi perasaan serta cerita satu sama lain. Dimana mereka semakin dekat. Apalagi Kenji yang selalu suka bercanda dengan Alex.
Alex tipikal orang yang mudah emosi. Dan Kenji suka sekali menjahili Alex hingga anak laki-laki itu berteriak ke arahnya atau bahkan hampir menghajarnya. Jika tidak ada Zayyan disana, ada kemungkinan Kenji bisa babak belur oleh Alex.
Mengingat bagaimana tubuh Alex jauh lebih besar daripada Kenji. Membuat Kenji dan Zayyan kewalahan bagaimana cara menghadapi emosi Alex yang sering kali berantakan. Namun, jika berhadapan dengan dua gadis, Ela dan Gita. Sikap Alex berubah 180° menjadi sosok yang lembut dan penuh perhatian.
Sangat berbeda saat bersama Kenji dan Zayyan. Pada dasarnya, Alex memang tidak suka bersikap kasar terhadap wanita. Dia diajarkan untuk selalu menghormati wanita oleh orang tuanya. Karena bagi Alex, tanpa seorang wanita, dia tidak akan lahir di dunia ini.
....
Sementara itu, Gita dan Ela mengunjungi makam teman-temannya yang berada di lapangan golf. Beberapa makam terbongkar, jadi Ela dan Gita harus menguburnya kembali. Rasa iba menghampiri kedua gadis ini. Setelah mengubur kembali beberapa makam, mereka berdoa dengan kepercayaan masing-masing.
"Caramu salah." Kata Ela ketika melihat Gita ikut mengasah tangan.
"Oh iya." Kata Gita sambil memperbaiki caranya berdoa dengan menyatukan kedua tangannya.
Kedua gadis itu berdoa sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Setelah itu, mereka menuju makam teman-teman Gita dimana mereka di makamkan tidak jauh dari lapangan golf. Sama seperti makam teman-teman Ela, beberapa makam juga terbongkar.
"Siapa sih yang lakuin ini!?" Kata Gita yang mulai kesal.
"Sabar. Tinggal di kubur lagi, kan?" Tanya Ela.
"Iya sih tapi aku juga pingin tau siapa yang lakuin ini. Jahat banget. Pasti pihak permainan ini."
Ela tidak menjawab. Gadis berambut hitam tersebut masih terus mengubur kembali makam-makam ini. Ela bisa melihat beberapa mayat yang kain kafannya terbuka. Seperti biasa, jantung mereka diambil dan beberapa organ lainnya juga.
Gadis berambut hitam itu mencoba turun ke dalam makam dan memperbaiki kain kafan dari seorang mayat perempuan. Namun, saat dia akan menutup kain kafan tersebut. Mayat itu secara tiba-tiba membuka matanya.
"AAAAAAA!!!!"
"Ela... Ela..." mayat tersebut memanggil nama Ela. Sontak gadis itu menjauh dari mayat tersebut.
Namun, Ela malah terperosok dan terjatuh ke dalam makam lebih dalam lagi. Mayat tersebut masih terus memanggil nama Ela.
"Ela! Ela! La! Kamu gak apa-apa?"
Ela kembali sadar saat melihat Gita berdiri di atas makam. Dengan penuh kekhawatiran, Gita membantu Ela untuk keluar dari dalam kuburan. Begitu Ela bisa keluar dari dalam sana, Gita membelai kedua pipi Ela.
Gita dengan seksama memperhatikan wajah Ela dan menenangkan gadis tersebut. Nafas Ela terdengar naik turun. Terlihat jelas wajah gadis itu bahwa dia sangat terkejut dengan apa yang baru saja dia lihat.
Seolah mayat perempuan itu berusaha meminta tolong Ela. Namun, gadis itu justru bingung kepada mayat tersebut. Ela berpikir bisa saja itu halusinasi dia karena terlalu lelah mengubur kembali makam-makam yang dibongkar.
"Ela, kamu gak apa-apa?" Tanya Gita.
"Gak apa-apa kok, Git."
"Aku kaget tiba-tiba kamu teriak kayak tadi. Aku kira kamu kenapa. Beneran gak apa-apa, kan?" Tanya Gita lagi.
"Gak apa-apa, Gita. Aku baik-baik aja kok."
"Yakin?"
"Yakin, Gita sayang." Kata Ela dengan nada sedikit menekan tapi tetap halus.
"Ngomong-ngomong itu makam siapa?" Tanya Ela mengingat makam yang baru saja dia masuki.
"Itu makam Wirma. Dia dulu jadi Hider dan di eliminasi secara brutal. Sebenarnya kelasku bukan dengan anak-anak nakal. Tapi, Wirma kan cantik. Banyak yang suka sama dia. Jadi, dia tidak hanya di eliminasi secara brutal, tapi juga jadi korban pelecehan oleh salah satu Seeker." Jawab Gita.
"Gitu ya."
Ela kembali berdiri dibantu oleh Gita. Dua gadis itu kembali mengubur makam-makam yang dibongkar. Setelah selesai, mereka berdoa dengan kepercayaan masing-masing. Ela berdoa agar para korban bisa beristirahat dengan tenang.
Akan tetapi, Ela juga tidak tega melihat para korban yang di eliminasi secara brutal. Namun, mengingat teman-temannya juga dibunuh dengan cara lebih buruk dari ini. Ela bersyukur dia masih bisa diberikan kesempatan hidup.
Setelah selesai, kedua gadis itu berjalan kembali menuju kamar mereka untuk membersihkan diri serta mengganti pakaian mereka. Ela berendam di bathtub. Sementara itu, Ela bisa melihat Gita mandi di sisi lain dengan air yang mengalir dari shower.
"Seger banget!" Kata Gita.
"Airnya gimana, La?" Tanya Gita lagi.
"Nyaman." Jawab Ela yang mulai menenggelamkan setengah kepalanya.
Ela merasakan kenyamanan dari air hangat yang merendam dirinya. Ela memejamkan matanya. Rasa kehangatan dari air membuat Ela merasa lebih lega. Suara air yang terjatuh dari shower milik Gita, benar-benar membuat Ela merasakan kedamaian.
Seolah Ela berada di tempat tidurnya dibawah selimut yang hangat. Bahkan Ela seakan mendengar suara rintik hujan yang berasal dari luar kamarnya. Hal ini mengingatkan Ela kepada orang tuanya dirumah. Ibunya jauh lebih muda dua kali lipat dibandingkan ayahnya.
Ayah Ela mengatakan bahwa Ibunya dulu sangat membencinya karena alasan menikah muda. Saat itu, Ibu Ela berusia 18 tahun. Sementara sang Ayah berusia 32 tahun. Ela bisa mengerti kenapa Ibunya dulu membenci Ayahnya.
Namun, Ela senang saat melihat Ibunya bisa akrab kembali dengan suaminya. Bahkan jika mereka bersama, membuat hati Ela benar-benar merasa damai. Meskipun terkadang Ibu Ela sedikit kasar dengan sang suami, Ayah Ela tetap berusaha selalu bersikap lembut pada istrinya.
Bahkan Ela tidak pernah menemukan Ayahnya marah kepada istri serta putrinya. Ayah Ela benar-benar tipikal orang yang penuh cinta dan perhatian lebih kepada keluarga. Beliau tidak segan menghabiskan waktu libur kerjanya untuk membantu sang istri melakukan pekerjaan rumah.
Meskipun Ibu Ela selalu menolak, ternyata Ayah Ela jauh lebih keras kepala untuk membahagiakan keluarganya. Beberapa saat kemudian, Ela membuka matanya. Terlihat Gita berada di sebelahnya untuk membangunkan Ela.
"Kalau kamu disini terus menerus, kamu bisa masuk angin, La." Kata Gita.
Nampak gadis itu sudah selesai mandi dan memakai handuknya. Ela berdiri dari bathtub dan dibantu oleh Gita. Ela dan Gita mengeringkan rambut mereka sebelum memakai pakaian masing-masing. Hari ini, Ela ingin memakai dress, jadi gadis itu mengambil dress dari dalam tasnya.
Tak hanya itu, Ela juga mengikat rambutnya yang mulai memanjang. Gita yang melihat penampilan Ela benar-benar terpukau. Bahkan baru kali ini Gita melihat Ela memakai riasan wajah. Meskipun hanya tipis, Ela masih tetap manis seperti biasa.
"Wah astaghfirullah cantik banget!"
"Heh." Kata Ela saat mendengar ucapan dari Gita.
"Apa? Ada yang salah?"
"Bukan astaghfirullah, Gita. Tapi, Masya Allah." Kata Ela.
"Oh iya. Maaf. Masya Allah cantiknya putri Abah Kenza."
Ucapan Gita membuat kedua gadis itu tertawa bersamaan. Gita juga memakai dress dengan nuansa warna merah muda. Sementara dress Ela berwarna hijau mint dengan warna pita rambut yang sama.
"Abah kamu pasti ganteng, La. Anak ceweknya aja cantik gini." Ucap Gita.
"Ibu bilang kalau Abah dulu emang sempet jadi rebutan sih. Tapi, Abah tetep setia sama Ibu yang dulu gak suka sama dia. Hubungan mereka rumit, tapi Abah selalu berusaha yang terbaik untuk Ibu. Ngomong-ngomong, Ibuku juga cantik tau." Kata Ela.
"Gak ragu sih."
"Jadi kangen sama mereka. Kira-kira kalau aku gak dirumah, mereka pasti ngabisin waktu berdua dengan nonton film. Apalagi Ibu pecinta genre thriller sih. Sementara Abah mah ngikut aja." Ucap Ela sembari terkekeh.
"Aku jadi pingin ketemu mereka." Ucap Gita.
"Sebelum itu, kita harus bisa keluar dari permainan ini. Janji?"
"Janji!"
"Nah kalau udah janji gak boleh diingkari!" Kata Ela.
"Hahaha iya deh! Eh ayo keluar. Pasti Zayyan sama yang lain pasti nungguin kita."
"Ngapain?"
"Gak tau juga, udah ayo!"
Mereka berdua pun keluar dari kamar mereka. Tepat sekali ketiga anak laki-laki itu baru saja kembali. Mereka bertiga dibuat terdiam sesaat melihat penampilan dua gadis didepannya. Alex dan Kenji menoleh ke arah Zayyan yang sepertinya mulai memerah saat melihat penampilan Ela.
Biasanya Ela hanya memakai kaos atau Hoodie dengan celana panjang. Namun, kali ini berbeda. Ela nampak lebih feminim menggunakan dress hijau mint dengan pita yang mengikat rambutnya. Gadis berambut hitam itu tersenyum ke arah mereka.
Wajah gadis itu lebih berseri-seri dari biasanya. Ditambah dengan sedikit lipstik dan bedak membuat banyak perbedaan dari gadis itu. Alex mencoba menyenggol lengan Zayyan hingga laki-laki itu tersadar.
"Ngomong-ngomong, ada notifikasi permainan gak?" Tanya Gita.
"Kita belum dapet informasi. Kecuali Kenji." Jawab Alex.
Kenji mengangguk.
"Malam ini, aku harus datang ke suatu tempat dimana permainan berlanjut. Selain aku, kalian dapat juga?" Tanya Kenji
Kedua gadis itu menggeleng. Mereka tidak mendapatkan notifikasi dari pihak permainan. Kenji pun memberitahu kepada teman-temannya, bahwa permainan terakhir ini adalah dilakukan secara pribadi. Semisal Kenji bisa berhasil melewati permainan ini, maka Kenji akan lolos dari permainan dan bisa pulang kerumahnya.
Sementara teman-temannya yang lain akan menunggu giliran di hari berikutnya. Ada rasa sedih dan senang dalam diri mereka. Mereka belum siap berpisah dengan Kenji, namun rasa senang karena Kenji bisa segera pulang. Apalagi keinginan bertemu dengan sang Ibu, membuat mereka benar-benar harus merelakan kepergian Kenji.
"Kamu harus bisa, Ken. Kita pasti bisa ketemu lagi." Ucap Gita.
"Benar. Aku yakin kamu bakal bisa segera ketemu Ibu kamu, dan tolong sampaikan salam kita ke beliau." Kata Ela.
"Huwaaa makasih loh!" Ucap Kenji.
Namun, saat Kenji berniat memeluk kedua gadis itu. Zayyan dan Alex segera menarik Kenji untuk mundur. Mereka pun tertawa bersama. Hingga malam hari tiba, hanya Alex dan Zayyan yang berada di kamarnya. Sementara Kenji pergi melanjutkan permainan.
Mereka berdoa agar Kenji bisa kembali dengan selamat dan bisa bertemu dengan Ibunya. Harapan yang membuat Kenji terus berada di kemenangan adalah semangat untuk bertemu sang Ibu. Begitu juga mereka yang semangat mendukung satu sama lain.