Savira tidak sengaja bertemu dengan seorang pemuda. Dia menolongnya sampai membiarkan dia tinggal di rumahnya. Namun, seiring waktu berjalan, dia merasakan hal berbeda dengan pemuda ini. Hingga benih-benih cinta mulai tumbuh diantara keduanya.
Namun, mengetahui jika pemuda yang dia tolong ternyata bukanlah orang biasa. Dia adalah seorang pewaris utama dari Perusahaan besar tempatnya bekerja.
Bagaimana setelah ini? Savira hanya merasa dibohongi oleh pemuda itu. Apa dia akan memaafkannya? Atau mungkin segala rintangan akan membuat dia menyerah begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus Terima Pertunangan Ini!
Tangan Shandy langsung mengepal erat ketika dia mendengar ucapan Kakek barusan. Sungguh dia tidak menyangka jika Kakek akan mengatakan hal seperti itu.
"Tidak! Aku tidak mau dan aku juga belum menerima perjodohan ini" tegas Shandy.
"Kakek tidak menanyakan pendapat kamu. Karena ini sudah menjadi keputusan yang tak bisa dibantah!" tekan Kakek.
Shandy benar-benar tidak suka dengan cara Kakek menekan dirinya seperti ini. Dia berdiri dari duduknya dengan penuh amarah.
"Sebenarnya kenapa si Kakek terus menjodohkan aku? Bukankah Kak Langga juga belum punya pacar sampai sekarang? Seharusnya dia yang lebih dulu mendapatkan perjodohan ini"
"Shandy! Kakek melakukan ini agar kamu bisa merasakan punya pasangan. Kamu harus..."
"Apa?! Karena keadaan aku? Jadi, Kakek ingin aku menikah dengan gadis yang bahkan tidak aku cintai, hanya karena Kakek takut aku mati sebelum menikah? Iya?!"
"Shandy!" teriak Mama, dia paling tidak bisa mendengar ucapan anaknya itu. Mama langsung berdiri dan memeluk anaknya itu.
"Jangan bicara seperti itu, Nak. Kamu sedang menjalani pengobatan dan pasti akan bisa sembuh"
Seorang Ibu yang tidak tahan mendengar ucapan anaknya itu. Membuatnya sampai menangis mendengar ucapan anaknya itu.
"Shan, tolong mengerti Kakek. Selama ini kamu adalah cucu yang paling Kakek sayangi, dan Kakek hanya ingin kamu mendapatkan kebahagiaan dengan menikah dengan gadis yang Kakek yakin dia akan menyayangimu. Lihatlah Ayahnya, Paman Ahsan saja begitu setia pada Kakek"
Shandy langsung tertawa mendengar ucapan Kakek barusan. Seolah itu hanya sebuah lelucon yang Kakek sedang atur untuknya.
"Aku tahu kok, semua orang lebih memperhatikan aku lebih daripada lainnya sejak kecil. Tapi karena diperlakukan seperti itu, aku semakin berpikir jika aku akan segera mati"
"Tidak Nak, tidak akan seperti itu" ucap Mama yang semakin erat memeluk anaknya.
"Yah, tolong berhenti. Jangan terus bicara pada Shandy, biarkan anakku ini tenang" ucap Mama, dia segera membawa Shandy ke kamarnya.
Kakek menghela nafas pelan, dia mengusap ujung matanya yang berair. Sebenarnya dia hanya ingin sebuah kebahagiaan untuk cucu kesayangannya. Hanya ingin Shandy bisa merasakan apa yang orang lain rasakan.
"Yah, aku tahu jika yang Ayah inginkan juga untuk kebaikan Shandy. Tapi, tolong jangan terlalu menekan dia" ucap Papa.
"Kau tahu sendiri bagaimana keadaan anakmu saat ini. Dokter sudah tidak bisa memprediksi yang baik"
Papa menghela nafas berat, sebenarnya dia lebih hancur sebagai seorang Ayah mendengar penjelasan Dokter yang menangani anaknya sejak kecil. Patah hati seorang Ayah, ketika dia merasa tidak bisa menjaga anaknya. Namun, penyakit ini sudah ada sejak Shandy kecil. Anak itu benar-benar sudah melawan sebuah penyakit berat sejak usia dini.
Gilang yang sejak tadi diam disamping orang tuanya, hanya terus memikirkan tentang sepupunya itu. Gilang memang tidak cukup tahu tentang keadaan Shandy terakhir kali.
"Dia memang terlihat baik-baik saja dan kuat. Seperti orang normal lainnya, tapi kau tahu sendiri keadaannya" ucap Kakek.
Papa hanya diam saja, dia juga tidak tahu harus melakukan apalagi. Karena perseteruan keluarga ini malah semakin membuatnya pusing.
Gilang berdiri dari duduknya, dia harus menemui Shandy sekarang. "Aku temui Shandy dulu"
Gilang pergi ke Kamar Shandy, ketika dia masuk pemandangan yang dia lihat adalah Shandy yang sedang meminum obat yang diberikan oleh Ibunya. Gilang segera menghampirinya.
"Shan, gue perlu bicara sama lo"
"Bicara saja" ucap Shandy, lalu dia sadar tatapan Gilang yang seolah tidak ingin Mama ada disana. "..Em, Ma bisa keluar sebentar. Aku mau bicara sama Gilang. Biasa urusan Kampus"
Mama mengangguk, dia mengelus lembut kepala anaknya itu. "Jangan terlalu keras dengan kuliahmu, Nak. Kamu harus tetap banyak istirahat"
"Iya Ma"
Mama berdiri dan menepuk bahu Gilang, sebelum dia berlalu dan berkata. "Tolong bantu Tante untuk menjaganya ya Lang"
"Iya Tan"
Setelah Mama pergi, Gilang langsung duduk disamping Shandy di pinggir tempat tidur. Dia menepuk bahu sepupunya itu.
"Sepertinya lo harus terima pertunangan ini"
Shandy langsung menoleh dan menatap Gilang dengan tajam. "Apaan si lo? Mau ikutan Kakek karena takut gue keburu mati dan tidak sempat menikah?"
"Bukan! Maksud gue bukan gitu. Gue punya rencana bagus buat nanti di acara pertunangan lo itu"
Shandy langsung mengerutkan keningnya, merasa bingung dengan ucapan Gilang barusan. Lalu dia mendengarkan semua rencana Gilang itu.
*
Savira benar-benar harus lembur sekarang, jadi dia pulang lewat jam makan malam. Tubuhnya terasa lelah sekali. Savira keluar dari lift sambil melihat ponselnya. Balasan stiker dari Shandy membuat dia tersenyum. Ketika dia keluar dari Lobby, dia sudah melihat pemuda itu berada di depan gerbang. Savira segera menghampirinya.
"Beneran lembur ternyata? Sudah makan belum?" tanya Shandy sambil menyodorkan helm pada Savira.
Savira menghela nafas berat, memang cukup lelah jika di akhir bulan seperti ini. Savira baru tersadar dan memperhatikan wajah Shandy, kali ini kaca helmnya terbuka.
"Shan, lo sakit? Pucat banget"
Savira menempelkan punggung tangannya di pipi pria itu, tidak merasakan suhu tubuh yang panas, tapi Savira melihat keringat yang membajiri dahi pria itu.
"Lo sampe keringat dingin begini? Udah ah, awas. Biar gue aja yang bawa motor" ucap Savira.
"Gak papa kok, aku masih bisa bawa motor"
"Gak!" Savira langsung duduk di depan Shandy, mengambil alih setang motor. Membuat Shandy mau tidak mau langsung mundur. "...Lagian kalo lo sakit, kenapa gak bilang. Gue bisa angkutan umum aja"
"Ini sudah malam, aku khawatir kalo kamu pulang sendirian"
"Ck, gue udah biasa kali. Tenang aja"
Savira meraih kedua tangan Shandy dan melingkarkan di perutnya. "Pegangan, gue takut lo pingsan dan jatuh lagi"
Shandy hanya tersenyum saja, tentu dia langsung memeluk Savira dengan erat. Bahkan menyandarkan dagunya di bahu gadis itu ketika motor mulai melaju membelah jalanan kota yang masih ramai di malam hari.
"Mau ke Dokter dulu gak, Shan? Lo harus periksa"
"Gak perlu, aku cuma masuk angin aja kayaknya. Nanti tidur juga akan sembuh"
Shandy malah menikmati di bonceng oleh Savira. Meski tubuh gadis itu lebih kecil darinya, tapi dia senang saja bisa memeluknya seperti ini. Merasa sangat nyaman.
"Aku mencintaimu"
"Hah? Lo ngomong apa Shan?" teriak Savira yang tidak jelas mendengar ucapan Shandy barusan karena bisingnya jalanan saat ini.
"Bukan apa-apa" jawab Shandy sambil tersenyum, dia masih belum berani mengungkapkan perasaan untuk saat ini.
Bersambung
ditunggu kak karya selanjutnya tetap semangat 💪💪💪
lanjut kak tetap semangat upnya 💪💪💪