Dalam waktu dekat, umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan antar bintang. Misi perurkan dengan harapan menemukan planet yang layak huni. Namun, saat kru tiba setelah bertahun-tahun dalam cryosleep, mereka menemukan sinyal misterius dari peradaban asing, mengubah misi eksplorasi ini menjadi perjuangan bertahan hidup dan penemuan besar yang bisa mengubah nasib umat manusia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Ramadhan Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Bab 8: Menara Pengetahuan
Dataran luas di depan mereka membentang tanpa batas, dipenuhi dengan struktur geometris yang menjulang tinggi, seakan mengangkangi cakrawala. Di tengah semua itu, menara raksasa yang mereka lihat dari kejauhan tampak seperti penjaga abadi, memantau segalanya. Setiap langkah yang diambil oleh Elena dan kru terasa berat, seolah-olah atmosfer di tempat ini memiliki gravitasi yang berbeda.
“Aku belum pernah melihat apa pun seperti ini,” gumam Anya, suaranya bergetar antara kekaguman dan ketakutan.
Samuel memindai udara dengan alatnya. "Lingkungan di sini... aneh. Terasa seperti campuran antara energi biologis dan teknologi. Seolah-olah seluruh ekosistem diatur oleh sistem yang sangat maju."
"Kau pikir tempat ini hidup?" Mark bertanya sambil menyeka keringat dari dahinya.
Samuel mengangguk. "Bukan dalam arti biologis seperti yang kita pahami. Tapi mungkin lebih ke arah makhluk teknologi yang terintegrasi ke lingkungan sekitarnya."
Elena tidak bisa mengalihkan pandangannya dari menara di kejauhan. Energi yang terpancar darinya begitu kuat, menarik mereka ke arahnya seperti magnet. "Itu tujuan kita," katanya. "Entah apa yang ada di sana, tapi aku yakin di sanalah jawaban dari semua pertanyaan kita."
Kru melanjutkan perjalanan mereka, semakin mendekati menara. Struktur di sekitar mereka semakin kompleks, dengan bentuk-bentuk yang tidak mungkin dihasilkan oleh alam. Bangunan berbentuk prisma, kubus, dan silinder bersinar dengan cahaya lembut yang seolah-olah berasal dari dalam. Beberapa di antaranya bahkan melayang beberapa meter di atas tanah, bergerak perlahan seperti terhanyut oleh arus yang tak terlihat.
Kara berhenti sejenak di depan salah satu bangunan melayang itu, mengulurkan tangannya, dan merasakan getaran halus dari permukaannya. "Ini tidak terbuat dari bahan yang aku kenal," gumamnya. "Ini seperti perpaduan antara kristal dan logam, tapi sangat halus dan dingin."
Elena memperhatikan bangunan itu dengan penuh minat. “Mungkin ini adalah teknologi yang belum pernah kita temui sebelumnya. Sesuatu yang jauh melampaui peradaban kita.”
Mereka melanjutkan perjalanan, suasana semakin dipenuhi ketegangan. Ketika mereka semakin dekat dengan menara, mereka menyadari bahwa tidak ada makhluk hidup lain yang terlihat. Tidak ada tanda-tanda peradaban yang dinamis seperti di kota-kota besar—hanya keheningan yang menyelimuti dunia aneh ini.
"Kau tahu, semakin kita dekat, semakin aku merasa ada yang tidak benar dengan tempat ini," kata Mark. "Kita berada di lingkungan yang begitu maju, tapi tidak ada tanda kehidupan. Apakah mungkin ini... kota mati?"
"Kota mati, atau tempat yang menunggu," jawab Samuel. "Mungkin tempat ini diciptakan oleh peradaban yang jauh lebih tua dari yang bisa kita bayangkan. Mungkin mereka sudah pergi, meninggalkan semua ini untuk kita temukan."
"Mungkin juga mereka bukan pergi," kata Kara dengan nada waspada, "tapi tersembunyi."
Suara Kara membuat semua orang diam. Mungkin benar, ada sesuatu yang mengawasi mereka, meskipun tak kasatmata. Ketegangan makin terasa saat menara raksasa semakin dekat. Struktur itu sekarang tampak lebih besar dan lebih menakutkan. Dindingnya halus dan hitam legam, seolah-olah menyerap cahaya di sekitarnya, hanya memantulkan sedikit kilauan biru dari dasar hingga ke puncaknya.
Saat mereka tiba di dasar menara, Elena mengangkat tangannya untuk memberi isyarat berhenti. "Kita perlu rencana. Kita tidak tahu apa yang ada di dalam."
"Jika ini adalah bagian dari ujian, menara ini mungkin dipenuhi tantangan. Tapi kita tak punya pilihan lain selain masuk," kata Samuel.
Sebuah pintu besar tiba-tiba muncul di depan mereka, terbuka tanpa suara, seolah-olah merespons kehadiran mereka. Cahaya lembut dari dalam menyinari mereka, mengundang mereka masuk.
"Mereka sudah menunggu kita," bisik Anya.
Elena melangkah maju. "Siapkan senjata. Kita tidak tahu apa yang ada di dalam. Tapi ingat, kita bukan di sini untuk berperang. Kita di sini untuk menemukan jawaban."
Dengan hati-hati, mereka memasuki menara. Begitu mereka masuk, pintu di belakang mereka menutup perlahan. Ruangan di dalam menara lebih besar dari yang mereka bayangkan. Langit-langitnya menjulang tinggi, penuh dengan cahaya berpendar yang berasal dari dinding-dinding berkilauan. Lantai berbentuk heksagonal terbuat dari bahan seperti kaca tebal yang tampak sangat halus.
Di tengah ruangan, sebuah lingkaran besar bersinar dengan energi biru. Energi itu melingkar seperti tornado lambat, bergerak naik ke atas menuju langit-langit menara.
"Apa ini?" tanya Kara, memandangi pusaran energi tersebut.
"Ini seperti... inti menara," jawab Samuel. "Mungkin sumber kekuatannya, atau mungkin cara mereka menghubungkan dimensi ini dengan yang lain."
Tiba-tiba, dari balik pusaran energi itu, muncul sosok. Mereka bukan manusia—makhluk itu tinggi, ramping, dan tubuh mereka memancarkan cahaya samar berwarna perak. Wajah mereka tidak memiliki fitur yang jelas, hanya permukaan halus dengan pola-pola bercahaya.
"Siapa kalian?" Elena bertanya dengan suara lantang, mencoba menyembunyikan ketakutannya.
Salah satu makhluk itu melangkah maju, gerakannya anggun dan tenang. Suara mereka terdengar, meskipun mereka tidak berbicara secara fisik. "Kami adalah mereka yang menjaga pengetahuan. Kalian telah melangkah terlalu jauh, tetapi ujian belum selesai."
Samuel mengerutkan kening. "Ujian apa lagi? Kita sudah melewati labirin, kita sudah tiba di sini."
"Ujian sejati bukanlah tentang perjalanan fisik," jawab makhluk itu, "tapi tentang pemahaman. Apa yang akan kalian lakukan dengan pengetahuan yang kalian cari?"
Elena maju selangkah. "Kami di sini untuk memahami sinyal yang membawa kami ke sini. Kami ingin tahu siapa kalian dan apa tujuan dari tempat ini."
Makhluk itu tampak ragu sejenak sebelum menjawab. "Sinyal itu adalah peringatan, bukan undangan. Banyak yang telah datang sebelumnya, tapi tak semua kembali. Tempat ini menyimpan pengetahuan yang bisa menghancurkan atau menyelamatkan. Apakah kalian siap untuk menanggung akibatnya?"
Pertanyaan itu menggantung di udara, membuat kru terdiam. Mereka tidak pernah berpikir sejauh itu—bahwa pengetahuan yang mereka cari bisa menjadi ancaman, bukan hanya jawaban. Elena merasa beban di pundaknya semakin berat.
"Kita datang sejauh ini," kata Elena akhirnya. "Kami tahu risikonya, tapi kami juga tahu bahwa kita tidak bisa kembali tanpa kebenaran."
Makhluk itu menunduk sedikit, seolah-olah memberikan penghormatan. "Jika itu pilihanmu, maka bersiaplah. Pengetahuan yang kalian cari tidak akan mudah dipahami, dan itu akan menguji hati serta pikiran kalian."
Kemudian, tanpa peringatan, pusaran energi di tengah ruangan mulai berputar lebih cepat. Cahaya biru yang sebelumnya lembut kini bersinar terang, menelan seluruh ruangan dengan intensitas yang menyilaukan.
Kru menutup mata mereka, berusaha melindungi diri dari kilatan cahaya. Tapi, dalam hitungan detik, mereka merasakan sesuatu yang berbeda—seolah-olah kesadaran mereka terpisah dari tubuh mereka. Mereka dibawa ke tempat lain, ke dunia yang bukan fisik, tapi lebih mirip mimpi yang nyata.
Elena mencoba berteriak, tetapi suaranya hilang. Pikiran-pikiran liar menghantam dirinya, mengaburkan kenyataan. Mereka sekarang berada dalam ujian sejati—ujian yang akan mengungkap apakah mereka pantas mengetahui kebenaran di balik sinyal misterius itu.