Kumpulan cerpen yang tokohnya dari member JKT48
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gabijh1799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta terlarang GxG (Gracia & Sisca)
Sisca menatap layar laptopnya dengan perasaan campur aduk. Dia baru saja menyelesaikan puisi cintanya untuk Gracia, sahabatnya sejak kecil. Dia sudah lama menyimpan perasaan itu di dalam hatinya, tapi dia tidak pernah berani mengatakannya. Dia takut akan kehilangan Gracia, yang selalu ada di sisinya di saat suka dan duka.
Dia menghela napas panjang, lalu menekan tombol kirim. Email itu terkirim ke alamat Gracia, yang sedang berada di kampusnya yang berbeda dengan Sisca. Sisca berharap Gracia akan membaca email itu dan mengerti maksudnya. Dia berharap Gracia juga merasakan hal yang sama dengannya.
Sisca menutup laptopnya dan berbaring di tempat tidurnya karena dia tak ada kelas hari ini. Dia menutup matanya dan memikirkan Gracia. Wajah cantiknya dengan rambut hitam panjang yang selalu terurai. Senyum manisnya yang selalu membuat hati Sisca berdebar. Suara merdunya yang selalu menyenangkan telinga Sisca. Tawa lepasnya yang selalu membuat Sisca ikut tertawa.
Sisca tersenyum sendiri, lalu teringat masa-masa mereka bersama. Mereka bertemu saat TK dan langsung akrab. Mereka selalu bersama di sekolah, di rumah, di mana saja. Mereka berbagi segala hal, mulai dari mainan, buku, hingga rahasia. Mereka saling mendukung, melindungi, dan menghibur.
Sisca tidak tahu kapan dia mulai jatuh cinta pada Gracia. Mungkin saat SMP, saat mereka mulai tumbuh dewasa dan mengenal cinta. Mungkin saat SMA, saat mereka mulai berpacaran dengan cowok-cowok yang tidak cocok dengan mereka. Mungkin saat kuliah, saat mereka mulai terpisah dan merindukan satu sama lain.
Sisca sadar bahwa dia mencintai Gracia lebih dari sekadar sahabat. Dia ingin bersama Gracia sebagai kekasihnya. Dia ingin memeluk Gracia erat-erat dan mencium bibirnya lembut-lembut. Dia ingin mengatakan "Aku cinta kamu" kepada Gracia dan mendengar balasan yang sama.
Tapi dia juga sadar bahwa itu adalah perasaan terlarang. Dia tahu bahwa masyarakat tidak akan menerima hubungan seperti itu. Dia tahu bahwa keluarga mereka tidak akan setuju dengan pilihan mereka. Dia tahu bahwa mereka akan menghadapi banyak rintangan dan tantangan jika mereka bersama.
Dia bingung antara mengikuti hatinya atau akal sehatnya. Dia bimbang antara mengejar cintanya atau menyembunyikannya. Dia ragu antara mengungkapkan perasaannya atau memendamnya.
Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
*
Sementara itu, di kampus lain, Gracia sedang duduk di perpustakaan bersama teman-temannya. Mereka sedang mengerjakan tugas kelompok tentang teori kepribadian Freud. Gracia bertanggung jawab untuk mencari referensi dari buku-buku psikologi.
Gracia membuka laptopnya dan membuka emailnya. Dia melihat ada email baru dari Sisca, sahabatnya sejak kecil. Dia penasaran apa isi email itu, karena biasanya Sisca lebih suka mengirim pesan singkat atau video call daripada email.
Dia membuka email itu dan membaca judulnya: "Puisi untukmu". Dia heran, kenapa Sisca mengirimkan puisi untuknya? Apakah ini puisi persahabatan? Apakah ini puisi ulang tahun? Apakah ini puisi lelucon?
Dia membaca isi email itu dan terkejut. Email itu berisi puisi cinta yang ditulis oleh Sisca untuknya. Puisi itu menggambarkan perasaan Sisca yang mendalam dan tulus kepada Gracia. Puisi itu menyatakan cinta Sisca yang tak terkatakan kepada Gracia. Gracia tidak percaya dengan apa yang dia baca. Dia menatap layar laptopnya dengan mata terbelalak. Dia merasakan jantungnya berdetak kencang. Dia merasakan pipinya memanas. Dia merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya.
"Apakah ini rasa kaget?
Apakah ini rasa marah?
Apakah ini rasa malu?
Atau apakah ini rasa...cinta?"
*
Gracia menutup laptopnya dengan cepat. Dia tidak mau teman-temannya melihat email itu. Dia merasa bingung dan panik. Dia tidak tahu harus berbuat apa.
Dia berdiri dari kursinya dan berkata kepada teman-temannya, "Maaf, aku harus ke kamar mandi sebentar."
Teman-temannya mengangguk dan melanjutkan pekerjaan mereka. Mereka tidak curiga apa-apa.
Gracia berlari ke kamar mandi terdekat. Dia masuk ke salah satu bilik dan mengunci pintunya. Dia duduk di atas closet dan menarik napas dalam-dalam.
Dia mencoba menenangkan dirinya dan berpikir jernih. Dia mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Dia mencoba menyadari apa yang baru saja dia rasakan. Dia membuka laptopnya lagi dan membaca email itu sekali lagi.
Puisi itu masih ada di sana, dengan kata-kata yang indah dan menyentuh. Puisi itu masih mengungkapkan perasaan Sisca yang tulus dan mendalam. Puisi itu masih menyatakan cinta Sisca yang tak terkatakan.
Gracia merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya. Dia merasakan sesuatu yang dia tidak pernah rasakan sebelumnya. Dia merasakan sesuatu yang dia tidak pernah bayangkan sebelumnya. Dia merasakan sesuatu yang dia tidak pernah inginkan sebelumnya. Dia merasakan...cinta. Ya, dia mencintai Sisca.
Dia mencintai sahabatnya sejak kecil.
Dia mencintai wanita lain seperti dirinya sendiri.
Dia tidak bisa menyangkalnya lagi.
Dia tidak bisa menolaknya lagi.
Dia tidak bisa menyembunyikannya lagi.
Dia harus mengakuinya pada dirinya sendiri.
Dan dia harus mengakuinya pada Sisca.
Tapi bagaimana caranya?
Bagaimana reaksi Sisca jika dia mengatakan bahwa dia juga mencintainya?
Bagaimana reaksi keluarga mereka jika mereka tahu bahwa mereka saling mencintai?
Bagaimana reaksi masyarakat jika mereka melihat bahwa mereka bersama?
Apakah mereka akan menerima mereka?
Apakah mereka akan mendukung mereka?
Apakah mereka akan menghormati mereka?
Atau apakah mereka akan menolak mereka?
Apakah mereka akan menghina mereka?
Apakah mereka akan mengusir mereka?
Gracia takut dengan kemungkinan-kemungkinan itu. Dia takut kehilangan Sisca, yang selalu menjadi tempat berlindungnya di saat susah dan senang. Dia takut kehilangan keluarga, yang selalu menjadi sumber kasih sayangnya sejak lahir. Dia takut kehilangan masyarakat, yang selalu menjadi lingkungan hidupnya sejak kecil. Dia takut kehilangan dirinya sendiri, yang selalu menjadi identitasnya sebagai manusia.
Dia bingung antara mengikuti hatinya atau akal sehatnya. Dia bimbang antara mengejar cintanya atau menyembunyikannya. Dia ragu antara mengungkapkan perasaannya atau memendamnya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
*
Gracia keluar dari kamar mandi dan kembali ke perpustakaan. Dia berpura-pura seolah-olah tidak ada yang terjadi. Dia melanjutkan pekerjaannya bersama teman-temannya. Dia berusaha untuk tidak memikirkan email itu.
Tapi dia tidak bisa.
Email itu terus menghantui pikirannya.
Puisi itu terus menggema di hatinya.
Perasaan itu terus menggelitik di jiwanya.
Dia tidak bisa melupakannya.
Dia tidak bisa menghindarinya.
Dia tidak bisa menolaknya.
Dia harus menghadapinya.
Dia harus memutuskannya.
Dia harus melakukannya.
Dia harus menghubungi Sisca.
Dia mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat untuk Sisca.
"Sis, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Bisa video call sekarang?"
Dia menunggu balasan dari Sisca dengan deg-degan.
Sementara itu, di kamar kosnya, Sisca sedang menunggu balasan dari Gracia dengan cemas. Dia baru saja mengirimkan puisi cintanya kepada Gracia lewat email. Dia tidak tahu apa reaksi Gracia setelah membaca email itu.
Apakah Gracia akan marah?
Apakah Gracia akan benci?
Apakah Gracia akan menjauh?
Atau apakah Gracia akan...mencintainya?
Sisca berharap yang terakhir.
Sisca berdoa yang terakhir.
Sisca menginginkan yang terakhir.
Tapi dia tidak yakin.
Dia tidak berani berharap terlalu tinggi.
Dia tidak mau kecewa terlalu dalam.
Dia hanya bisa menunggu dan berharap yang terbaik.
Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk dari Gracia.
Sisca membuka pesannya dengan hati-hati.
"Gre, apa kabar? Ada apa?"
Sisca merasa lega. Setidaknya Gracia masih mau menghubunginya. Setidaknya Gracia masih mau berteman dengannya. Setidaknya Gracia masih mau mendengarnya.
Sisca mengetik balasan dengan cepat.
"Aku baik-baik aja. Kamu gimana? Aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Bisa video call sekarang?"
Sisca menekan tombol kirim dan menunggu jawaban dari Gracia dengan deg-degan.
Gracia membaca balasan dari Sisca dengan hati-hati. Dia merasa kaget. Apa yang mau Sisca omongin sama dia? Apakah ini tentang email itu? Apakah ini tentang puisi itu? Apakah ini tentang cinta itu?
Gracia merasa gugup. Apa yang harus dia jawab? Apa yang harus dia katakan? Apa yang harus dia lakukan?
Gracia merasa bimbang. Apakah dia harus mengiyakan permintaan Sisca? Apakah dia harus menolak permintaan Sisca? Apakah dia harus mengabaikan permintaan Sisca?
Gracia merasa ragu. Apakah dia siap untuk menghadapi Sisca? Apakah dia siap untuk mengungkapkan perasaannya? Apakah dia siap untuk menentukan nasibnya?
Gracia merasa takut. Takut akan kehilangan Sisca. Takut akan kehilangan dirinya sendiri. Takut akan kehilangan segalanya.
Tapi Gracia juga merasa berani. Berani untuk mengambil risiko. Berani untuk mengikuti hatinya. Berani untuk mencintai Sisca.
Gracia mengambil keputusan.
Dia mengetik balasan dengan cepat.
"Oke, aku bisa video call sekarang."
Dia menekan tombol kirim dan menunggu panggilan dari Sisca dengan deg-degan.
Sisca membaca balasan dari Gracia dengan hati-hati. Dia merasa senang. Gracia mau video call dengannya. Gracia mau mendengarnya. Gracia mau tahu perasaannya.
Sisca merasa bersemangat. Ini adalah kesempatan emasnya. Ini adalah momen pentingnya. Ini adalah hari bahagianya.
Sisca merasa optimis. Mungkin Gracia juga mencintainya. Mungkin Gracia juga menginginkannya. Mungkin Gracia juga menunggunya.
Sisca merasa yakin. Dia akan mengatakan semuanya kepada Gracia. Dia akan mengungkapkan cintanya kepada Gracia. Dia akan menyatakan keinginannya kepada Gracia.
Sisca merasa siap. Siap untuk menghadapi Gracia. Siap untuk mengungkapkan perasaannya. Siap untuk menentukan nasibnya.
Sisca mengambil langkah.
Dia membuka aplikasi video call dan menekan nama Gracia. Dia menunggu sambungan dari Gracia dengan deg-degan.
Layar ponselnya berubah menjadi hitam, lalu muncul wajah cantik Gracia dengan rambut hitam panjang yang terurai.
Gracia tersenyum manis dan berkata, "Hai, Sis."
Sisca tersenyum balik dan berkata, "Hai, Gre."
Mereka saling menatap dengan tatapan penuh makna, merasakan denyut jantung mereka yang berdetak kencang, menyadari perasaan mereka yang tak terkatakan, memutuskan pilihan mereka yang tak terelakkan, dan mengucapkan kata-kata mereka yang tak terlupakan.
"Gre, aku cinta kamu."
"Sis, aku juga cinta kamu."
Mereka saling tersenyum dan menangis bahagia. Mereka saling memeluk dan mencium layar ponsel mereka. Mereka saling bersumpah dan berjanji setia. Mereka saling mencintai dan dicintai. Mereka akhirnya bersama.
***