One Shoot JKT48

One Shoot JKT48

Terakhir kali (Jessi)

Anthony menatap layar komputer di ruang kerjanya dengan ekspresi kosong. Dia baru saja menerima hasil tes darahnya, dan dia tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat ternyata dia menderita leukemia akut, dan prognosisnya tidak baik dan dokter sekaligus temannya memprediksikan dia hanya memiliki beberapa bulan lagi untuk hidup. Sontak mendengar itu dia merasa seperti dunianya runtuh.

Bagaimana ini bisa terjadi padanya? Anthony Hernandez biasa dipanggil Anthony adalah seorang dokter spesialis paru-paru yang terkenal dan sukses apalagi dengan bidangnya yang tak banyak orang menekuninya. Selama hidupnya dia memiliki segalanya: karier, uang, reputasi namun dengan dia didiagnosis sekarang semuanya tidak berarti lagi.

Dia mengingat kembali masa lalunya, dan dia merasa menyesal telah mengorbankan banyak hal demi pekerjaannya, termasuk cintanya. Dia pernah memiliki seorang pacar yang sangat mencintainya, tetapi dia meninggalkannya karena dia merasa tidak cocok dengannya dan mengira dia bisa menemukan seseorang yang lebih baik, tetapi dia salah.

Dibeberapa kesempatan dia mencoba mencari cinta lagi, tetapi dia selalu gagal. Berulangkali bertemu dengan banyak wanita, tetapi tidak ada yang bisa membuat hatinya berdetak sampai akhirnya dia merasa bosan dan hampa. Dia mulai mencari pelarian dalam rokok dan alkohol, yang membuat kesehatannya semakin memburuk.

Dia menyesali semua keputusan yang telah dia buat, tetapi dia tidak bisa mengubahnya dan merasa tidak ada harapan lagi untuk dirinya.

Saat sedang merenung, dia mendengar ketukan pintu. Dia melihat Jessi berdiri di ambang pintu dengan senyum manis di wajahnya.

"Dok ayo makan siang bareng" kata Jessi dengan suara ceria.

Jessica Chandra atau biasa dipanggil Jessi adalah seorang dokter muda yang bekerja di rumah sakit yang sama dengan Anthony. Dia mengagumi Anthony sebagai seorang profesional, tetapi juga khawatir melihat kondisinya yang semakin memburuk setelah mendengar dari seniornya yang memeriksa keadaan Anthony.

Jessi selalu mencoba menasehati dan membantunya, tetapi Anthony menolak bantuan dan saran dari siapa pun. Namun dia tidak menyerah, dan terus merawat dan mengobati Anthony dengan sabar dan tulus.

Anthony melihat Jessi dengan tatapan dingin. Dia tidak suka Jessi mengganggunya apalagi dengan dia mengetahui dia didiagnosis menderita.

"Ga saya sibuk" kata Anthony dengan nada kasar.

Jessi tersentak mendengar jawaban Anthony. Dia merasa sedih melihat sikap Anthony yang dingin dan acuh tak acuh padanya.

"Anthony, aku tahu kamu sedang stres karena pekerjaanmu, tapi kamu harus menjaga kesehatanmu juga. Kamu harus makan teratur dan berhenti merokok dan minum alkohol. Itu tidak baik untuk tubuhmu," kata Jessi dengan lembut tanpa ada jenjang.

"Saya tidak butuh nasihatmu. Saya tahu apa yang terbaik untuk diri saya dan kamu bukan siapa-siapa bagi saya. Kamu hanya seorang dokter biasa yang ingin mendekatiku karena saya terkenal dan kaya. Kamu hanya ingin memanfaatkan saya" kata Anthony dengan sinis.

Jessi terkejut mendengar perkataan Anthony. Air mata mulai menggenang di matanya.

"Anthony, kamu kenapa? Aku ngga ada niat lain, aku benar-benar peduli padamu sebagai teman dan rekan kerja. Aku hanya ingin membantumu," kata Jessi dengan suara tercekat.

"Bohong! Kamu hanya pura-pura peduli pada saya karena kamu ingin sesuatu dari saya kan!. Kamu tidak tahu apa-apa tentang saya. Kamu tidak tahu apa yang saya rasakan sekarang," kata Anthony dengan marah.

"Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Jessi dengan penasaran.

"Saya... Saya...," kata Anthony ragu-ragu.

Dia ingin mengatakan bahwa dia sakit parah dan akan mati sebentar lagi, tetapi dia tidak bisa mengatakannya. Dia merasa malu dan takut mengakuinya.

"Kenapa?" desak Jessi.

"Saya benci kamu!" teriak Anthony yang tak punya kata-kata lain.

Jessi terpukul mendengar ucapan Anthony air matanya jatuh.

"Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, aku akan pergi dari hidupmu," kata Jessi dengan sedih.

Dia berbalik dan berlari keluar dari ruangan itu, meninggalkan Anthony sendirian meratapi apa yang telah dia terima dan katakan.

*

Jessi berlari ke kantin rumah sakit dengan air mata di pipinya. Dia merasa sakit hati karena perlakuan Anthony padanya dan dia tidak mengerti mengapa Anthony begitu benci padanya padahal dia hanya ingin membantunya.

Dia duduk di salah satu meja dan menundukkan kepalanya. Dia tidak memperhatikan orang-orang di sekitarnya yang melihatnya dengan heran.

"Jessi, ada apa? Kenapa kamu nangis?" tanya seorang suara yang akrab.

Jessi menoleh dan melihat Rian berdiri di sampingnya. Rian adalah seorang dokter bedah yang juga bekerja di rumah sakit yang sama dengan Jessi dan Anthony. Rian adalah teman baik Jessi sejak mereka masih kuliah dan sekarang dia menjadi dokter bedah.

"Rian, aku... aku...," kata Jessi terisak.

"Tenang, Jessi. Ceritakan padaku apa yang terjadi," kata Rian dengan lembut.

Dia duduk di seberang Jessi mengambilkannya tisu dari meja dan menyeka air mata Jessi dengan hati-hati.

Jessi menceritakan semua yang terjadi antara dia dan Anthony kepada Rian. Dia tidak menyembunyikan apa pun dari cerita itu. Rian mendengarkan dengan seksama dan empati. Dia merasa kasihan pada Jessi, tetapi juga marah pada Anthony.

"Jessi, aku minta maaf kamu harus mengalami hal seperti ini. Anthony itu sangat bodoh dan kejam. Dia tidak pantas mendapatkan perhatian dan kasih sayangmu," kata Rian dengan tegas.

"Tapi Rian, aku tidak bisa membencinya. Aku masih peduli padanya. Aku tahu dia pasti punya alasan untuk bersikap seperti itu. Mungkin dia punya masalah yang tidak bisa dia ceritakan padaku," kata Jessi dengan lemah.

"Jessi, jangan membelanya. Dia tidak layak untukmu. Kamu harus melupakannya dan mencari seseorang yang lebih baik untukmu. Seseorang yang bisa menghargai dan mencintaimu seutuhnya," kata Rian dengan serius.

"Rian, aku...," kata Jessi ragu-ragu.

Dia melihat mata Rian yang penuh dengan kehangatan dan kepedulian. Dia tahu bahwa Rian menyukainya lebih dari sekadar teman, tetapi dia tidak bisa membalas perasaannya. Dia menganggap Rian sebagai sahabatnya tidak lebih dari itu dan tidak merasakan getaran romantis saat bersama Rian, seperti yang dia rasakan saat bersama Anthony.

"Jessi, aku mencintaimu," kata Rian tiba-tiba.

Jessi terkejut mendengar pengakuan Rian. Dia tidak tahu harus berkata apa.

"Rian, aku...," kata Jessi bingung.

"Jessi, aku sudah lama menyukaimu, sejak kita masih kuliah. Aku selalu ada untukmu, mendukungmu, menjagamu. Aku ingin menjadi lebih dari sekadar teman bagimu. Aku ingin menjadi pacarmu, suamimu, ayah dari anak-anakmu," kata Rian dengan penuh harap.

Dia meraih tangan Jessi dan menatap matanya dengan intens, "Jessi, berikanlah aku kesempatan untuk membahagiakanmu. Aku akan mencintaimu lebih dari siapa pun. Aku akan melindungimu dari semua bahaya dan kesedihan. Aku akan membuatmu tersenyum setiap hari"

Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Jessi, ingin mencium bibirnya walaupun di kantin ini banyak orang lalu-lalang. Jessi merasa panik saat melihat Rian ingin menciumnya dan tidak siap untuk menerima cinta Rian. Dia masih bingung dengan perasaannya sendiri.

"Rian, tunggu," kata Jessi sambil menolak Rian dengan lembut.

Rian menghentikan gerakannya dan menatap Jessi dengan kecewa, "Jessi, apa yang salah? Apa kamu tidak menyukaiku?"

"Rian, aku... aku menghargaimu sebagai temanku. Aku berterima kasih atas semua yang telah kamu lakukan untukku. Tapi aku tidak bisa menerima perasaanmu. Aku tidak bisa membalas cintamu," kata Jessi dengan jujur.

"Mengapa? Apa yang kurang dariku? Apa yang bisa dia berikan padamu yang tidak bisa aku berikan?" tanya Rian dengan frustrasi.

"Rian, jangan bandingkan dirimu dengan dia. Kamu adalah orang yang baik dan hebat. Tapi aku tidak bisa memaksakan hatiku untuk mencintaimu. Aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri dan padamu," kata Jessi dengan tegas.

"Jessi, tolong berikanlah aku kesempatan. Aku yakin aku bisa membuatmu mencintaiku jika kamu mau mencoba. Aku tidak akan mengecewakanmu. Aku akan membuktikan padamu bahwa aku lebih baik daripada dia," kata Rian dengan penuh semangat.

"Rian, maafkan aku. Aku tidak bisa memberikanmu kesempatan itu. Aku tidak ingin menyakitimu lebih dalam lagi. Aku harap kamu bisa mengerti dan menerima keputusanku," kata Jessi dengan lembut.

"Jessi, aku...," kata Rian dengan putus asa.

Dia merasakan hatinya hancur berkeping-keping. Dia tidak bisa percaya bahwa Jessi menolaknya begitu saja. Dia merasa bahwa dia telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya.

Dia melepaskan tangan Jessi dan bangkit dari kursinya. Dia melihat Jessi dengan tatapan pahit, "Baiklah, Jessi. Aku mengerti dan menerima keputusanmu. Aku minta maaf telah mengganggumu. Aku harap kamu bahagia dengan pilihanmu,"

Dia berbalik dan berjalan keluar dari kantin itu, meninggalkan Jessi sendirian. Jessi menatap punggung Rian yang menjauh dengan perasaan bersalah. Dia merasa sedih telah menyakiti hati Rian. Dia tahu bahwa Rian adalah orang yang baik dan mencintainya dengan tulus, tapi dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Dia tidak bisa mencintai Rian seperti yang Rian inginkan.

Dia menghela napas dan mengambil tasnya. Dia berdiri dari kursinya dan berjalan keluar dari kantin itu. Dia ingin kembali ke ruang kerjanya dan melupakan semua yang terjadi, tapi dia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang mengawasinya dari kejauhan. Mata itu milik Anthony, yang kebetulan lewat di dekat kantin itu.

Anthony melihat Jessi dan Rian berbicara di meja kantin. Dia melihat Rian meraih tangan Jessi dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jessi. Dia melihat Jessi menolak Rian dan Rian berjalan keluar dengan marah. Anthony merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Dia merasakan sesuatu yang mirip dengan cemburu dan marah. Dia tidak tahu mengapa dia merasakan hal itu. Dia seharusnya tidak peduli dengan Jessi dan Rian. Dia seharusnya benci mereka berdua.

Tapi dia tidak bisa menolak kenyataan bahwa dia merasakan sesuatu untuk Jessi. Sesuatu yang lebih dari sekadar rasa hormat atau simpati. Sesuatu yang membuat hatinya berdebar saat melihat senyumnya, mendengar suaranya, atau menyentuh kulitnya.

Dia menyadari bahwa dia mulai jatuh cinta pada Jessi, tapi dia juga menyadari bahwa dia tidak pantas untuk Jessi. Dia adalah seorang pria yang sekarat, yang tidak punya masa depan atau harapan. Dia tidak bisa memberikan apa-apa kepada Jessi, selain kesedihan dan penderitaan.

Dia tahu bahwa dia harus menjauhi Jessi, agar Jessi tidak terluka karena dirinya. Tapi dia juga tidak bisa melepaskan Jessi, karena Jessi adalah satu-satunya orang yang peduli padanya dan mau menerima dia apa adanya.

Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia melihat Jessi berjalan keluar dari kantin itu, dan tanpa sadar dia mengikutinya dengan langkah diam-diam.

*

Jessi berjalan menuju ruang kerjanya dengan langkah cepat. Dia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang ke rumah. Dia ingin beristirahat dan melupakan semua masalahnya.

Jessi duduk di meja kerjanya dan menyalakan komputernya. Dia membuka file-file yang berkaitan dengan pasiennya dan mulai bekerja.

Dia mencoba fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus melayang ke Anthony dan Rian. Dia merasa bingung dan bersalah karena perasaannya yang berbeda terhadap mereka berdua.

Dia masih peduli pada Anthony, meskipun Anthony telah menyakitinya berkali-kali. Dia masih ingin membantunya, meskipun Anthony telah menolaknya berkali-kali. Dia masih merasakan getaran romantis saat bersama Anthony, meskipun Anthony telah mengatakan bahwa dia membencinya.

Tapi dia juga merasa kasihan pada Rian, yang telah mencintainya dengan tulus. Dia menghargai Rian sebagai temannya, yang selalu ada untuknya. Dia berterima kasih pada Rian atas semua yang telah dia lakukan untuknya, tapi dia tidak bisa mencintai Rian seperti yang Rian inginkan.

Dia tidak tahu harus memilih siapa. Dia tidak tahu siapa yang lebih baik untuknya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia menggelengkan kepalanya dan mencoba mengusir pikiran-pikiran itu dari benaknya. Dia berusaha kembali ke pekerjaannya, tetapi dia tidak bisa berkonsentrasi.

Dia mendengar bunyi telepon di meja kerjanya dan menoleh. Dia melihat nama Rian muncul di layar telepon itu, dia berpikir sejenak dan tidak ingin menyakiti hati Rian lagi dengan mengabaikannya. Dia merasa bahwa dia harus menjelaskan padanya tentang perasaannya.

Dia mengambil napas dalam-dalam dan menekan tombol hijau di telepon itu.

"Halo, Rian?"

"Halo, Jessi. Aku senang kamu mengangkat teleponku. Aku ingin berbicara denganmu,"

"Rian, aku... aku minta maaf atas apa yang terjadi tadi. Aku tidak bermaksud menyakitimu,"

"Jessi, tidak apa-apa. Aku mengerti kalau kamu kaget dengan pengakuanku. Aku tahu kamu membutuhkan waktu untuk memikirkannya. Tapi aku harap kamu bisa memberiku kesempatan untuk membuktikan cintaku padamu,"

"Rian, aku... aku tidak bisa memberimu kesempatan itu. Aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak bisa membalas cintamu. Aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri dan padamu,"

"Jessi, mengapa? Apa yang membuatmu tidak bisa mencintaiku? Apa yang membuatmu masih mencintai dia? Apa yang dia miliki yang tidak aku miliki?"

"Rian, jangan bandingkan dirimu dengan dia. Kamu adalah orang yang baik dan hebat. Tapi aku tidak bisa memaksakan hatiku untuk mencintaimu. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. Aku hanya bisa merasakannya,"

"Jessi, tolong jangan katakan itu. Aku yakin kamu bisa merasakan sesuatu untukku jika kamu mau mencoba. Aku yakin kita bisa bahagia bersama jika kamu mau memberiku kesempatan. Aku yakin kita bisa melupakan dia jika kamu mau bersamaku,"

"Rian, tolong jangan paksa aku. Aku tidak bisa melakukan itu. Aku tidak bisa melupakan dia. Aku tidak bisa bersamamu,"

"Jessi, tolong jangan tolak aku. Aku mencintaimu lebih dari apapun. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku tidak bisa kehilanganmu,"

"Rian, aku...,"

"Rian, maafkan aku. Aku tidak mencintaimu."

"Jessi, apa... apa yang kamu katakan?"

"Rian, aku minta maaf. Aku tidak mencintaimu. Aku tidak bisa mencintaimu. Aku hanya mencintai Anthony,"

"Jessi, tolong jangan katakan itu. Tolong jangan pergi dariku. Tolong jangan tinggalkan aku,"

"Rian, aku minta maaf. Aku harus pergi darimu. Aku harus tinggalkan kamu. Aku harus mengejar cintaku,"

Dia menutup teleponnya dan mematikannya kemudian berdiri dari kursinya dan mengambil tasnya. Dia ingin bertemu dengan Anthony dan mengatakan padanya apa yang dia rasakan. Dia ingin mengatakan padanya bahwa dia mencintainya dan memintanya untuk bersamanya.

Dia tahu bahwa itu adalah hal yang berisiko dan bodoh mungkin akan menolaknya dan membencinya, tapi dia juga tahu bahwa itu adalah hal yang harus dia lakukan, harus mengikuti hatinya, dan harus mencoba kesempatannya.

Dia berharap bahwa Anthony akan menerima cintanya dan bersamanya, akan sembuh dari penyakitnya, dan hidup bahagia bersama.

Dia sampai di depan pintu ruang kerja Anthony dan mengetuknya dengan lembut.

"Anthony, boleh aku masuk?" tanya Jessi dengan suara lembut.

Anthony mendengar suara Jessi di luar pintunya dan merasa kaget. Dia tidak mengharapkan Jessi datang ke ruang kerjanya setelah apa yang terjadi di kantin tadi.

Dia merasa senang melihat Jessi lagi, tetapi juga merasa takut melihat Jessi lagi. Dia ingin membuka pintunya dan memeluk Jessi erat-erat, mengatakan padanya bahwa dia mencintainya dan memintanya untuk bersamanya, menghabiskan waktu bersamanya sebanyak mungkin, sebelum dia meninggal. Tetapi dia juga tahu bahwa itu adalah hal yang egois dan kejam.

Dia tahu bahwa dia harus menjauhi Jessi, agar Jessi tidak terluka karena dirinya. Tapi dia juga tidak bisa melepaskan Jessi, karena Jessi adalah satu-satunya orang yang peduli padanya dan mau menerima dia apa adanya.

Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Kemudian dia mengambil napas dalam-dalam dan membuka pintunya dengan ragu-ragu.

"Jessi, ada apa?" tanya Anthony dengan suara dingin.

Jessi melihat Anthony membuka pintunya dan menatapnya dengan tatapan dingin. Dia merasa sedih melihat sikap Anthony masih dingin dan acuh tak acuh padanya.

"Anthony, aku... aku ingin berbicara denganmu," kata Jessi dengan suara lembut.

"Berbicara tentang apa?" tanya Anthony dengan nada kasar.

"Anthony, aku... aku ingin mengatakan padamu bahwa... bahwa aku mencintaimu," kata Jessi dengan suara lembut.

Anthony terkejut mendengar ucapan Jessi. Dia tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar.

"Aku mencintaimu. Aku sudah lama mencintaimu, sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Aku selalu peduli padamu, meskipun kamu selalu menyakitiku. Aku selalu ingin membantumu, meskipun kamu selalu menolakku. Aku selalu merasakan getaran romantis saat bersama kamu, meskipun kamu selalu mengatakan bahwa kamu membenciku," lanjut Jessi dengan suara lembut.

"Jessi, tolong jangan katakan itu. Tolong jangan bohong padaku. Tolong jangan main-main dengan perasaanku," kata Anthony masih tidak percaya.

"Anthony, aku tidak bohong. Aku tidak main-main. Aku benar-benar mencintaimu. Aku ingin bersamamu," kata Jessi dengan suara lembut.

Dia merasakan sesuatu yang aneh di dadanya mirip dengan cinta dan harapan. Dia tidak tahu mengapa dia merasakan hal itu. Dia seharusnya tidak peduli dengan Jessi dan Rian. Dia seharusnya benci mereka berdua.

Tapi dia tidak bisa menolak kenyataan bahwa dia merasakan sesuatu untuk Jessi. Sesuatu yang lebih dari sekadar rasa hormat atau simpati. Sesuatu yang membuat hatinya berdebar saat melihat senyumnya, mendengar suaranya, atau menyentuh kulitnya.

Dia menyadari bahwa dia mulai jatuh cinta pada Jessi. Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

Dia mengambil napas dalam-dalam dan mengatakan sesuatu yang akan mengubah segalanya, "Jessi, aku mencintaimu juga."

Jessi dan Anthony saling memandang dengan tatapan penuh cinta. Mereka tidak bisa percaya bahwa mereka akhirnya mengakui perasaan mereka satu sama lain.

Mereka mendekatkan wajah mereka dan mencium bibir mereka dengan lembut. Mereka merasakan sensasi yang luar biasa saat bibir mereka bersentuhan dan merasakan cinta yang tulus dan mendalam.

Mereka memeluk satu sama lain erat-erat, tidak ingin melepaskannya. Mereka merasakan kehangatan dan ketenangan saat tubuh mereka bersentuhan dan kebahagiaan yang tak terkira.

*

Setelah itu mereka mulai berpacaran dan menikmati setiap momen bersama. Mereka sering pergi, makan, nonton film, atau sekadar berjalan-jalan di taman bersama pada saat mereka libur.

Mereka juga bekerja bersama di rumah sakit, membantu pasien-pasien yang membutuhkan bantuan mereka. Mereka saling mendukung dan menghormati sebagai rekan kerja serta menjadi contoh bagi dokter-dokter lain.

Mereka sangat bahagia, seolah-olah tidak ada masalah di dunia ini dan melupakan semua kesulitan serta rintangan yang ada di depan mereka. Mereka hanya fokus pada cinta mereka. Tapi mereka tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Anthony sakit parah dan waktu mereka bersama sangat terbatas dan harus siap untuk berpisah.

Anthony semakin lemah dan pucat setiap hari. Dia sering merasa sakit dan lelah. Dia harus minum obat-obatan yang banyak dan sering pergi ke rumah sakit untuk perawatan. Jessi selalu menemani Anthony dan merawatnya dengan sabar dan tulus serta memberikan semangat dan harapan kepada Anthony serta membuat Anthony tersenyum dan tertawa.

Anthony sangat berterima kasih kepada Jessi atas semua yang telah dia lakukan untuknya. Dia sangat mencintai Jessi atas semua yang telah dia berikan kepadanya. Dia sangat bahagia bersama Jessi.

Anthony ingin memberikan sesuatu yang spesial kepada Jessi sebagai tanda cintanya. Dia ingin membuat Jessi menjadi wanita terbahagia di dunia ini yaitu memutuskan untuk melamar Jessi dan menikahinya sebelum dia meninggal.

Dia membeli sebuah cincin berlian yang indah dan menyimpannya di sakunya serta merencanakan sebuah momen romantis untuk melamar Jessi. Dia menyewa sebuah gazebo yang didekorasi dengan lilin-lilin dan bunga-bunga serta memesan makan malam yang lezat dan anggur yang mahal.

*

Keesokan harinya, dia membawa Jessi ke gazebo itu dan menawarkan makan malam padanya. Dia berbicara dengan Jessi tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan mereka. Dia melihat mata Jessi yang bersinar dengan kebahagiaan dan cinta serta merasa hatinya berdebar-debar dengan gugup dan harap.

Pada saat yang tepat, dia mengambil cincin dari sakunya dan berlutut di depan Jessi. Dia menatap matanya dengan intens dan mengatakan sesuatu yang akan mengubah hidup mereka.

"Jessi, aku mencintaimu lebih dari apapun di dunia ini. Kamu adalah anugerah terbesar dalam hidupku, alasan aku bertahan hidup sampai sekarang, dan segalanya bagiku. Aku ingin kamu menjadi istriku, menjadi bagian dari hidupku, dan menjadi ibu dari anak-anakku."

"Jessi, maukah kamu menikah denganku?"

Jessi mendengar ucapan Anthony dan merasa seperti bermimpi. Dia tidak bisa percaya bahwa Anthony melamarnya dan ingin menikahinya.

Dia melihat cincin berlian yang bersinar di tangannya serta melihat mata Anthony yang penuh dengan cinta dan harap. Dia merasakan cinta yang tulus dan mendalam.

Dia mengambil napas dalam-dalam, "Anthony, ya, aku mau menikah denganmu."

Anthony mendengar ucapan Jessi tidak bisa percaya bahwa Jessi menerima lamarannya dan mau menikahinya.

Dia memasangkan cincin berlian itu ke jari Jessi dengan lembut dan memeluk Jessi erat-erat serta mencium bibirnya dengan lembut. Dia merasakan cinta yang tulus dan mendalam.

Dia mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atas semua yang telah dia berikan kepadanya dan merasa bahwa dia adalah pria terberkati di dunia ini.

Dia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan mencintai, membuatnya bahagia seumur hidupnya, dan dia akan melawan penyakitnya sekuat tenaga.

*

Mereka akhirnya mereka beberapa bulan setelah lamaran mereka, dengan sederhana tapi khidmat. Mereka hanya mengundang keluarga dan teman-teman dekat mereka untuk menyaksikan pernikahan mereka.

Mereka tampak sangat bahagia dan mesra saat mengucapkan janji pernikahan mereka. Kemudian mereka pergi ke Bali, tempat impian mereka untuk berbulan madu. Mereka menikmati setiap momen bersama di sana dari berenang di pantai, berjemur di bawah matahari, berjalan-jalan di taman, makan di restoran, atau sekadar bersantai di hotel.

Mereka juga bercinta dengan penuh gairah dan kasih sayang. Mereka menyatukan tubuh dan jiwa mereka menjadi satu dengan harapan dapat menciptakan kehidupan baru di dalam rahim Jessi.

Namun dengan kondisinya sekarang , Anthony ingin memberikan sesuatu yang spesial kepada Jessi sebagai tanda perpisahannya. Dia memutuskan untuk memberikan surat wasiatnya kepada Jessi serta anaknya jika setelah dia tiada Jessi sedang mengandung anak mereka sebagai hadiah terakhirnya.

Dia menulis surat wasiatnya dengan hati-hati dan menyimpannya di laci meja kerjanya serta tidak memberitahu Jessi tentang surat wasiat itu, karena dia tidak ingin membuatnya sedih.

Surat wasiat itu berisi semua harta bendanya yang akan diberikan kepada Jessi serta anak mereka sebagai warisannya dan pesan-pesan cinta dan harapan dari Anthony kepada Jessi sebagai kenangannya. Dan itu juga sebagai bukti cinta Anthony kepada Jessi yang abadi.

*

Suatu hari, Anthony merasa sangat sakit dan lelah. Dia tahu bahwa hari itu adalah hari terakhirnya di dunia ini dan dia harus pamit dari Jessi untuk selamanya.

Dia memanggil Jessi ke ruang kerjanya dengan alasan ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan, kemudian Jessi datang ke ruang kerja Anthony dengan cepat khawatir ada sesuatu yang salah dengan Anthony. Dia melihat Anthony duduk di kursinya dengan wajah pucat dan lesu. Dia merasa hatinya sakit melihat kondisi Anthony yang semakin memburuk.

"Anthony, ada apa? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Jessi dengan suara khawatir.

"Jessi, aku... aku ingin berbicara denganmu," kata Anthony dengan suara lemah.

"Berbicara tentang apa?" tanya Jessi dengan suara khawatir.

"Jessi, aku ingin mengatakan padamu bahwa... bahwa aku sangat mencintaimu. Kamu adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Kamu adalah alasan aku bertahan hidup sampai sekarang. Kamu adalah segalanya bagiku," kata Anthony dengan suara lemah.

"Anthony, aku juga sangat mencintaimu. Kamu adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Kamu adalah alasan aku bahagia sampai sekarang. Kamu adalah segalanya bagiku," kata Jessi dengan suara lembut.

Mereka saling memandang dengan tatapan penuh cinta dan saling mendekatkan wajah mereka serta mencium bibir mereka dengan lembut. Mereka merasakan cinta yang tulus dan mendalam saat bibir mereka bersentuhan serta kebahagiaan yang tak terkira saat bibir mereka bersentuhan.

Jessi tidak tahu bahwa itu adalah ciuman terakhir mereka. Anthony merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Dia tahu bahwa itu adalah tanda bahwa dia akan meninggal sebentar lagi. Dia ingin mengucapkan selamat tinggal kepada Jessi dengan cara yang baik dan indah. Kemudian dia melepaskan bibirnya dan menatap matanya dengan intens serta tersenyum kepadanya dengan senyum terakhirnya.

"Jessi, aku mencintaimu." Lirih Anthony sebagai kata-kata terakhirnya lalu dia menutup matanya dan menghembuskan napas terakhirnya.

Terpopuler

Comments

Anta Sena

Anta Sena

hallo

2024-09-07

1

Ai Hosino⭐🌟🌠

Ai Hosino⭐🌟🌠

/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/sedih banget cerita nya/Sob//Sob/

2024-08-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!