Hidupku semula baik-baik saja, tapi ketika aku berani melanggar aturan keluarga.
Semua berubah. ketika aku masuk kedalam kamar mendiang nenek dan kakekku, aku menemukan sebuah novel usang berdebu.
Ketika aku membuka sampul novel bercahaya, cahaya itu membuat mataku perih dan secara refleks terpejam.
Namun ketika aku membuka mata, aku tidak berada di kamar mendiang kakek dan nenek. Aku berada di sebuah kamar asing.
Seketika ingatan yang bukan milikku memenuhi memoriku. Ternyata aku memasuki novel usang itu, dan bagaimana mungkin aku harus terjebak di peran figuran yang hanya satu kali namanya di sebutkan sebagai mantan dari seorang pemeran utama laki-laki kedua!!
Cover from pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Maryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
Lila pov
Sekarang aku sedang berada dimeja makan, aku sedang menunggu ibu yang sedang menyiapkan sarapan untukku. Ibu pulang waktu subuh tadi.
Ibu muncul dari dapur dengan membawa dua roti sandwich dan satu gelas susu. Ibu meletakkannya di depanku.
"kamu makan sendiri dulu ya, ibu harus masukin bahan-bahan makanan ke kulkas" aku menganggukkan kepala sebagai jawaban, ibu lalu pergi kembali kearah dapur.
Aku memakan sandwich dengan tenang, sekarang masih jam 6 pagi. Jadi aku tak terlalu buru-buru.
Aku jadi teringat pada kejadian malam kemarin waktu derrrien meminta maaf pada ku.
Flashback
Aku yang masih merasa pusing dan mual hanya menatap derrrien tampan menjawab permintaan maafnya.
"kamu kok diam aja, kamu marah banget ya sama aku? aku harus lakuin apa biar kamu maafin aku?" dia merengek lagi, wajahnya terlihat panik.
"jauhin aku, lakuin itu maka aku bakal maafin kamu" kataku dengan nada yang pelan.
Derrrien menggelengkan kepalanya dengan cepat "nggak mau, selain yang itu baru aku turutin" derrrien hendak menarik tangan ku tapi aku segera menghindar.
"derrrien kamu tuh egois, tau nggak? kamu selalu maksa aku buat deket sama kamu tanpa tanya aku mau atau nggak" aku menaikan nada suaraku, mataku memanas.
"kamu tau, kenapa dulu aku mutusin kamu?" derrrien menggelengkan kepala, dia menatapku panik ketika melihat air mata yang menetes.
"aku denger pembicara kamu sama teman kamu, yang bilang kalo kamu cuma jadiin aku temen biar kamu nggak dideketin cewek-cewek disekolah" aku menghela napas pelan seraya menghapus kasar Airi mataku. "aku juga denger waktu temen kamu bilang kamu lagi nunggu sahabat yang kamu cintai itu. kenapa? kenapa harus sampai sejauh ini kamu bertindak?" lanjutku lagi tanpa melihat kearah derrrien.
memang bukan aku yang merasakan itu, tapi tubuh ini merasakan perasaan sedih ketika aku mengungkit kejadian itu. Aku hanya ingin derrrien cepat-cepat menjauh dariku.
"kalo kamu nggak cinta sama aku, harusnya kamu tolak jangan malah kamu terima. Aku memang salah kenapa dulu' aku cinta sama kamu? kenapa dulu aku harus ngejar-ngejar cowok brengsek kaya kamu?" ujarku marah lalu menatap marah kearahnya, air mataku mengalir dengan deras.
"waktu aku putusin kamu juga langsung kamu terimakan, bahkan tanpa bertanya alasanku" aku menekan kalimat terakhir, aku memandang benci kearahnysa.
Tatapan yang sedari awal coba aku sembunyikan, kini muncul ketika aku mengungkapkan ini.
"sekarang waktu aku berniat buat jauhin kamu, kenapa kamu yang sekarang mendekat? apa kamu mau jadiin aku tameng lagi buat ngelindungin sahabat tercinta kamu? Atau kamu belum puas buat aku sakit?" derrrien menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"ngga, nggak aku benar-benar ngga ada niat kaya gitu. Se---" ucapan derrrien terhenti karena teriakan marah ku.
"AKU NGGAK PEDULI SAMA ALASAN YANG KAMU BUAT, SEKARANG PERGI DAN NGGAK USAH TEMUIN AKU LAGI" aku menghindari dia yang hendak memelukku, aku berbalik pergi kearah rumahku.
"jangan kamu tahan aku, kalo kamu berani aku akan panggil orang-orang sini buat nggak izinin kamu masuk Yasmine place lagi" setelahnya aku berjalan kearah rumahku, aku membuka kunci pintu rumahku, masuk tanpa menghiraukan derrrien yang memandang penuh luka kearahku.
Flashback end
Gara-gara derrrien aku menangis semalam, mataku bengkak. Aku tadi sempat mengompresnya denga batu es, namun hanya hilang sedikit bengkaknya.
Semoga orang-orang disekolah tidak memperhatikan mataku, sandwichku telah habis. Aku bangkit berdiri untuk menghampiri ibu di dapur.
Aku memeluk ibu dari belakang, ibu saat ini tengah mencuci sayuran "ibu aku berangkat dulu ya" aku mengecup pipi ibu.
Aku melepaskan pelukannya, ibu berbalik menghadapku. "iya nanti hati-hati disana ya dan jangan jajan sembarangan" perintah ibu yang langsung aku angguki.
Setelahnya aku keluar dari pintu rumahku, sementara ibu kembali mencuci sayuran lagi.
langkah kakiku terhenti karena melihat derrrien yang sedang bersandar di badan motornya, dia memarkir motornya si halam rumahku.
Sejak kapan dia ada disini? tumben dia berpenampilan berantakan. Dan apakah dia tak menghiraukan ucapanku yang kemarin?
Aku menatap jengah kearahnya melangkah melewati dia, aku mencoba mengacungkannya.
Derrrien menghadang jalanku, dia merentangkan kedua tangannya.
"ayok kita bicara masalah kemarin dulu" mata derrrien terlihat bengkak dan memerah. Apakah dia habis menangis? pasti nggak mungkin, seorang derrrien nangis gara-gara aku? Itu nggak akan pernah terjadi.
"ngga ada yang perlu di bicarain lagi, minggir" ucapku ketus, aku mendorong tubuh derrrien kebelakang namun tubuhnya tidak bergerak sedikitpun. Ckk tenaga ku terlalu lemah.
"ada, aku mohon kasih aku kesempatan buat jelasin" nada suaranya terdengar putus asa, ckk aku mungkin salah dengar.
"ngga mau, minggir sana. 15 menit lagi bel masuk. Kalo kamu mau di hukum jangan ngajak-ngajak" aku menatap marah kearahnya.
"oke, kita berangkat ke sekolah dulu ya. Nanti pulang sekolah kamu maukan dengerin penjelasan aku. Ayok berangkat barang sama aku" dia berucap dengan lembut, matanya terlihat berkaca-kaca.
Kenapa dia? Pasti matanya kelilipan debu.
"ngga terimakasih, aku mau jalan kaki aja" derrrien menggeserkan tubuhnya kesamping. Aku berjalan dengan langkah cepat, 10 menit lagi.
Aku lebih memilih telat daripada harus berangkat bersama derrrien.
Aku tiba dua menit sebelum bel masuk berbunyi, tadi aku berlari dengan cepat. Sekarang napasku tersengal-sengal.
Aku berjalan masuk ke dalam halaman sekolah, aku coba untuk menormalkan kembali napasku.
Kok mereka bisa berangkat bareng
Pasti tuh cewek yang maksa buat berangkat bareng
Ah kalo dililiat mereka cocok loh
Gua bakal jadi penumpang kapal ini, ayo berlayar
Omg, omg liat sekarang derrrien senyum, demi apa? gua baru pertamakali liat dia senyum
gua juga
Mereka menatap kearahku dengan berbagai pandangan dari yang iri, benci, takjub, dan penasaran.
Aku melihat keseliling ketika ada yang menyebut nama derrrien, aku belum melihat derrrien sedari tiba disini. harusnya dia tiba sebelum aku, tapi man--
Aku membuka mulutku terkejut ketika aku membalikkan badan kearah belakang. Derrrien ternyata sedari tadi berdiri dibelakangku.
Dia tersenyum manis kearahku, dan kudengar murid-murid disini berteriak heboh.
"ka--" ucapan ku terpotong karena bel masuk berbunyi, aku tidak jadi berbicara kepada derrrien, aku lebih memilih membalikkan badan dan mulai berlari kearah kelasku.
Murid-murid yang tadi berteriak heboh kita telah menghilang dari pandanganku.
Aku mendengar suara lari dari belakangku, aku abaikan ketika aku hendak menaiki tangga. Tanganku ditarik menuju kearah lift.
"lebih cepat naik lift" ujar derrrien dengan lembut.
Aku hanya diam, aku menarik napasku dengan perlahan. Gara-gara lari aku jadi susah mengontrol napas ku.