Musuh Tapi Menikah.

Di ruang kerja papa Riza, di sini lah Devano dan ayahnya berada setelah Inayah ikut bersama mama Fana dan juga Lana ke dapur untuk membantu asisten rumah tangga menyiapkan makan malam.

"Sekarang kamu bukan lagi pria lajang, mas. Perlakukan istri kamu dengan baik, jadikan istri kamu ratu di dalam rumah tangga dan jangan sekali-kali memberi kesempatan pada orang ketiga masuk dan merusak kebahagiaan di dalam rumah tangga kalian!!!." jika puluhan tahun yang lalu papa Gala yang menasehati dirinya demikian, kini giliran papa Riza memberikan nasehat serupa terhadap putranya yang baru saja membina rumah tangga.

"Baik pah." hanya itu yang terucap dari mulut Devano.

**

"Mas Deva memang sedikit menyebalkan, kak, tapi percayalah aslinya mas Deva itu penyayang banget Loh." ibarat mempromosikan suatu produk, Lana menceritakan kebaikan kakak sulungnya itu dihadapan Inayah.

Inayah hanya meresponnya dengan seulas senyum.

"Pantes saja selama ini mas Deva selalu menolak dijodohkan dengan gadis manapun, ternyata mas Deva punya bidadari secantik kak Inayah." Lana tersenyum seraya menaik turunkan alisnya kala berujar demikian kepada Inayah.

"Kamu bisa aja." sahut Inayah sambil mencuci beberapa sayuran.

"Oh iya kak Nay, kemarin kakaknya teman Lana baru saja melahirkan dan bayinya menggemaskan banget Loh. Lana jadi nggak sabar pengen gendong ponakan." wajah Lana nampak berbinar ketika menceritakan tentang keponakan temannya itu dihadapan Inayah.

Bisa masuk di dalam keluarga yang penuh dengan kasih sayang seperti keluarga besar Devano membuat Inayah merasa menjadi salah satu wanita paling beruntung di muka bumi ini. Jika saja pernikahan mereka bukanlah sebuah pernikahan kontrak, mungkin Inayah tidak akan berpikir panjang untuk melahirkan keponakan yang lucu buat ipar perempuannya itu. namun semua itu tidak mungkin bisa terwujud sebab menghindari kontak fisik berlebihan termasuk di dalam salah satu perjanjian kontrak antara dirinya dan Devano.

"Maaf ya kak, Lana tidak bermaksud apa-apa..."Lana menunjukkan raut wajah bersalah ketika melihat Inayah masih diam saja.

Inayah yang masih belum sadar dari lamunannya, tanpa sengaja melukai jarinya di saat memotong sayuran. "Argh..."

Inayah terperangah disaat jemarinya tiba-tiba diraih oleh seseorang yang tak lain adalah suaminya. Tanpa rasa jijik sedikitpun Devano memasukkan jari telunjuk Inayah yang terluka ke dalam mulutnya. Ya, Devano yang tadinya ke dapur untuk mengambil sebotol air mineral di kulkas tanpa sengaja mendengar istrinya meringis dan itu membuatnya bergerak cepat menghampiri Inayah. Kini pandangan keduanya bertemu untuk beberapa saat.

"Kalau kerja hati-hati dong, Nay!!!." suara Devano sontak saja membuat Inayah mengedipkan keduanya matanya untuk menetralisir perasaan aneh di dalam dadanya.

Seketika Inayah merasa malu di hadapan ibu mertuanya, mengerjakan hal sekecil itu saja membuat jarinya sampai terluka. "Maafkan Nay, mah." ujar Inayah dengan pandangan tertunduk ketika melihat gurat cemas di wajah ibu mertuanya.

"Kenapa kamu minta maaf sayang, seharusnya mama yang minta maaf, karena ngebantu mama tangan kamu terluka seperti ini." Mama Fana mengusap lembut punggung Inayah.

Terharu rasanya mendapat perlakuan dengan lembut seperti itu dari ibu mertuanya, sampai-sampai Inayah hampir saja menitihkan air mata. sejak ibu kandungnya meninggal, sejak saat itu pula Inayah tak pernah lagi mendapat perlakuan lembut, terlebih dari ibu tirinya.

Lana yang tak kalah paniknya dengan sang ibu, kini kembali dengan kotak P3K di tangannya. "Ini mas." Lana menyerahkan kotak tersebut kepada Devano.

Devano menuntun Inayah menuju ruang tengah untuk mengobati lukanya, dan Inayah menurut saja. Sementara mama Fana dan Lana kembali melanjutkan kegiatan memasak mereka bersama dengan beberapa asisten rumah tangga.

"Argh...Pelan-pelan dong, sakit tau!!!!." Inayah kembali meringis menahan sakit di saat Devano memberi obat merah pada lukanya.

"Ini juga sudah pelan, Nay..." semenjak berstatus sebagai Suami, intonasi Devano terdengar jauh lebih lembut dari sebelumnya, dan hal itu tak luput dari perhatian Inayah. Namun begitu, Inayah berpura-pura tak menyadarinya. "Emangnya sesakit itu ya???." pertanyaan Devano berhasil membuat Inayah berdecak kesal mendengarnya.

"Yang gue dengar dari orang-orang yang berpengalaman sih, rasa sakit pada malam pertama lebih sakit Loh Nay, ketimbang tersayat pisau seperti ini." Devano berujar tanpa beban, seakan kalimatnya itu biasa saja.

Inayah menelan ludah mendengarnya. Dalam hati ia bingung kenapa Devano membahas tentang hal sensitif seperti itu dihadapannya. Sementara Devano kembali sibuk dengan kegiatannya membalut luka Inayah dengan plester luka.

"Enak ya kak punya suami dokter, kalau kenapa-napa langsung diobati sama suami sendiri." tiba-tiba suara Lana terdengar dan itu sontak saja mengalihkan perhatian Devano dan Inayah ke sumber suara.

Inayah merespon ucapan Lana dengan seulas senyum manis.

Lana mendaratkan bobotnya di sofa kosong tepatnya berhadapan dengan Inayah dan Devano, yang kini tengah duduk berdampingan. Ngomong-ngomong tentang profesi Devano, Inayah teringat akan ucapan Ayu siang tadi.

"Kayaknya entar malam giliran Elo yang bakal di bedah sama Deva, Nay." ucapan nyeleneh Ayu siang tadi kembali teringat oleh Inayah.

Tak lama kemudian Lana pamit ke kamarnya.

"Lo nggak berniat macam-macam sama gue kan, Dev??." pertanyaan konyol kembali terucap dari mulut Inayah setelah kepergian Lana.

Devano menarik sudut bibir mendengarnya. "Memangnya ada larangan ya buat macam-macam sama istri sendiri???." bukannya menjawab, Devano justru balik bertanya dengan raut wajah tak berdosa.

"Awas aja ya kalau Lo sampai berani macam-macam ke gue..." ucap Inayah bernada ancaman.

"Untuk itu sih gue nggak janji ya... apalagi kalau Elo nya yang minta duluan, masa iya sih sebagai suami yang baik gue menolak permintaan istri gue." sontak saja kedua mata Inayah membulat dengan sempurna. Gila.... bagaimana mungkin ia yang meminta disentuh oleh pria itu, ada-ada saja. Sampai bulan bertanduk pun Inayah tidak akan mungkin melakukannya.

"Hebat banget sih Lo, belum tidur saja sudah mimpi." cetus Inayah sebelum sesaat kemudian beranjak meninggalkan Devano yang nampak menahan senyum, puas menggoda gadis yang kini telah berstatus sebagai istrinya tersebut.

Setelah Inayah kembali menghampiri ibunya di dapur, Devano lantas menuju kamarnya untuk membersihkan tubuhnya. Setibanya di kamar Devano mengulas senyum melihat tempat tidurnya. tempat tidur yang akan ditempati bersama dengan Inayah malam nanti. Tidak dapat di pungkiri sebagai pria normal pikiran Devano mulai kemana-mana, apalagi sore tadi ia sempat melihat Inayah dalam kondisi yang cukup sensual menurutnya. Baru sehari menjadi pasangan suami istri, Devano merasa hidupnya lebih berwarna dengan kehadiran Inayah.

Baru saja hendak menuju kamar mandi tiba-tiba ponsel Devano berdering, dan nama sahabatnya, Alex, tertera dilayar ponselnya.

"Alex????."

Tak menunggu lama, Devano pun menggeser ke atas icon hijau pada ponselnya untuk menerima panggilan telepon dari Alex.