NovelToon NovelToon
Lily With The Cruel Husband

Lily With The Cruel Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Mengubah Takdir
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ncy Jana

Love, Me Please!

Tentang Lily yang berada di antara hubungan Theo dan Shylla.

Tentang Lily yang tidak diinginkan dan dicintai oleh Theo. Hanya Shylla yang diinginkan oleh Theo tapi Lily memisahkan mereka karena suatu malam Lily menjebak Theo karena ingin memiliki Theo agar menjadi suaminya.

Pernikahan tanpa cinta, meski sudah berhasil mendapat Theo Lily tidak merasa bahagia karena dia merasa tertolak dan tidak dicintai oleh suaminya. Lily tentunya iri dan mengharapkan cinta dari suaminya namun Theo lebih mencintai Shylla.

Sakit yang Lily rasakan ketika dia bisa hidup bersama raga Theo tapi hati dan pikiran Theo tertuju pada Shylla. Sakit yang Lily rasakan saat Theo bersikap kejam padanya namun lembut kepada Shylla.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ncy Jana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Malam sudah larut dan Lily baru sampai di kediaman Theo. Ketika sudah masuk Lily terkejut menyadari keberadaan Theo. Lily menunduk takut karena lelaki dihadapannya itu sedang menatapnya dengan wajah yang tidak bisa diartikan, tidak terbaca dan terkesan dingin.

Perlahan Theo melangkahkan kaki hingga berdiri menjulang di depan Lily lalu tangannya mencengkeram dagu Lily dengan kuat.

“Bukannya mengubah diri kau malah semakin menunjukkan siapa dirimu. Keluyuran seharian dan pulang larut malam. Habis menjajakan tubuh kemana saja?”

Lily terdiam, lalu karena takut Lily pun memalingkan tatapannya ke arah lain tapi tetap saja tangan itu memaksa Lily untuk menatap wajah Theo.

“Jawab sialan!” bentak Theo.

Lily menggelengkan kepalanya, “Tidak. Aku tidak seperti itu.”

Theo tersenyum miring, “Setelah Varo kau tidur dengan siapa lagi? Apa masih dengannya?” sinis Theo.

“Kau pernah tinggal bersamanya bukan? Dan aku yakin perempuan sepertimu pasti sudah memberikan tubuh kotor ini kepadanya. Kau pikir aku bisa terkecoh dengan wajah polos mu ini. Kau itu wanita licik penuh tipu muslihat.”

“Cukup! Aku tidak seperti itu. Seharian ini aku berada di rumah sakit menemani ibuku.” Lily menarik diri kuat untuk melepaskan cengkeraman Theo pada dagunya.

Rahang Theo mengeras. “Menemani bagaimana? Apa menemani dia untuk segera bertemu ajalnya?”

Tangan Lily terkepal, dia tidak tahan mendengar omongan Theo. Lily memberanikan diri untuk kembali mendekat Theo.

“Kamu boleh menghinaku, mencaciku, mengumpat kata-kata kasar padaku. Asal jangan kepada ibuku.”

Mata Lily berkaca-kaca. Semua orang boleh merendahkannya, termasuk Theo sendiri. Selama ini Lily tidak mempermasalahkannya. Dia selalu kuat menahan rasa sakit karena hinaan itu karena dia tidak larut dalam rasa bersalahnya. Tapi untuk kali ini ucapan Theo sudah keterlaluan, dia mengatakan hal yang tidak baik untuk ibunya yang sedang berjuang sembuh dari penyakitnya. Entah kenapa setelah perkataan Theo tadi, hatinya mendadak tidak kuat menahannya. Ucapan Theo bukan lagi hinaan melainkan sebuah ucapan yang ingin mendoakan ibunya segera mati.

Theo menarik rambut Lily kasar, mengabaikan teriakan Lily yang menjerit kesakitan.

“Kenapa? Kau tidak suka?” Rahang Theo mengetat.

Cara Theo menatapnya membuat Lily menjadi ciut ketakutan.

Plak

Tanpa ada aba-aba Theo menampar pipi Lily hingga tubuh Lily terhuyung ke belakang. Lily jelas terkejut mendapat tamparan itu. Pipi kanannya terasa nyeri. Tiba-tiba dia merasakan rasa anyir di dalam mulutnya, mungkin ada luka di dalam pipi dalamnya akibat tamparan Theo tadi.

“Kau itu siapa sampai bisa mengatur apa yang harus aku katakan dan yang harus kulakukan?” Theo kembali menjambak Lily hingga dia mendongak menatap Theo dengan mata yang berkaca-kaca.

“Kau dan ibumu tidak ada bedanya. Kalian sama-sama wanita hina dan kotor yang tidak tahu diri. Entah kenapa dulu Shylla bisa berteman dengan manusia sepertimu.”

“Harus berapa kali aku harus meminta maaf agar—”

Lily terjatuh ke lantai karena tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya saat Theo melepaskan tangannya dari rambut Lily dengan kuat.

“Sampai mulutmu berdarah-darah sekalipun aku tidak akan pernah memaafkan mu. Aku sangat senang melihatmu menderita seperti ini jadi tanggung dan nikmati hasil dari perbuatan yang sudah kau lakukan. Aku tidak akan membiarkanmu merasakan tenang sedikitpun.”

Setelah mengucapkan kalimat yang menyakiti hati Lily, Theo memutar bahunya dengan dingin dan pergi ke kamarnya.

Lily mengusap air matanya yang membasahi pipinya. Setelah itu Lily mengelus dadanya yang mendadak terasa sesak. Mati-matian dia berusaha untuk tidak menangis, tapi usahanya itu tetap saja gagal.

“Sudah Lily kau harus terbiasa menghadapi semua ini.” Suara Lily bergetar karena isak tangis, ia berbicara sendiri untuk menguatkan dirinya.

***

Hari sudah pagi tapi Theo masih tertidur pulas. Beberapa menit berlalu terdengarlah suara yang memanggil namanya membuat tidur Theo jadi terusik.

Theo menggeliat di atas kasurnya, lagi-lagi dengan samar telinganya kembali mendengar suara yang kali ini hanya suara ketukan pintu. Theo mengabaikan suara itu. Dia kembali menutup matanya dan melanjutkan tidurnya. Selagi memejamkan mata, Theo tidak sadar pintu kamarnya sudah berhasil dibuka dari luar sana dan orang itu berjalan mendekati kasur Theo.

“Astaga Theo! Kamu masih tertidur, nak.” teriak orang itu, “Hei bangun!” ucapnya lagi berusaha untuk membangunkan Theo.

Suara itu terdengar tidak asing, Theo mengenali siapa pemilik suara itu. Dengan malas Theo membuka kelopak matanya dan melihat ibunya sudah berdiri tegak di samping ranjangnya.

“Mama gangguin orang tidur saja.”

Jane tidak menanggapi omongan putranya, dia tetap menyuruh Theo untuk bangun.

“Kamu tidak ke kantor, Theo?”

“Nanti jam 10 Ma.” Theo menjawab dengan malas.

“Kamu kebiasaan. Papamu sudah pergi ke kantor, kamu malah masih molor di sini. Kalau sifat terus begini gimana papamu mau memberikan tanggung jawab perusahaan sepenuhnya sama kamu.”

“Ayo bangun.”

Meski sudah berbicara panjang lebar, Theo masih saja memejamkan matanya, menganggap omongan ibunya angin lalu.

Jane menghela nafasnya sabar melihat putranya yang tidak mendengarkan satupun perkataannya.

“Dimana perempuan itu? Mama tidak melihatnya.”

Theo belum membuka mulutnya. Tapi kini dia bangun dan membenarkan posisinya jadi terduduk.

“Theo tidak tahu. Terserah perempuan itu mau pergi kemana. Theo tidak peduli apapun hal berkaitan dengannya.” Jawabnya dengan nada malas.

“Mama mengganggu tidur Theo hanya untuk menanyakan itu.”

Jane menggeleng. “Tidak. Mama juga tidak peduli dengannya. Memang perempuan tidak tahu diri. Pagi-pagi sudah keluyuran.”

“Sudah. Mama jangan pikirin dia.”

Theo menatap ibunya intens, penasaran dengan apa yang ingin ibunya lakukan.

“Mama mau ngapain lagi. Mama bisa pergi kalau tidak ada lagi yang ingin Mama sampaikan. Biarin Theo tidur sebentar saja. Mama tahu kan kalau Theo paling tidak suka digangguin kalau lagi tidur.”

Jane memukul lengan Theo, “Kamu mengatur mama?” omelnya sambil berkacak pinggang.

Theo mengelak, “Bukan begitu, Theo tidak bermaksud—”

Jane mengangkat tangannya dan menyela omongan Theo. “Stop! Jangan membantah lagi. Sekarang Kau pergi mandi dan bersiap pergi ke kantor.” Ucap Jane, perintahnya tidak boleh dibantah. “Papa tidak suka dengan orang pemalas, Theo.”

Theo berbaring membelakangi ibunya dan memejamkan mata. “Theo tidak malas. Theo tahu jadwal kerja—”

“Mandi Theo. Sekarang!” Sela Jane. Kali ini dia memasang wajah tegasnya.

Theo terpaksa membuka matanya kembali lalu membuang nafas gusar.

“Oke. Aku akan mandi.” Theo tidak bisa berkutik, dia langsung berdiri dan pergi ke kamar mandi.

Sementara Jane pergi ke dapur untuk menyajikan makanan yang dia bawa dari rumah. Semalam Theo memintanya untuk membawa opor ayam kesukaannya.

“Siapa yang memasak ini?” tanya Jane saat menatap meja makanan yang tersaji makanan diatasnya.

“Nona Lily, nyonya. Tadi dia yang menyiapkan untuk tuan muda.” jawab Bi Emma.

Jane terkesiap mendengar ucapan Bi Emma. Perempuan itu menyiapkan sarapan putranya.

“Bi Emma. Lain kali kau jangan biarkan perempuan itu memegang kendali urusan dapur.” tutur Jane.

“Sekarang tolong singkirkan makanan ini. Dan sajikan makanan yang baru saya bawa dari rumah.”

Bi Emma terdiam dengan tatapan yang mengarah ke arah makanan itu. “Maksudnya nyonya?”

“Bibi bawa kembali makanan ini ke dapur. Terserah mau diapain. Saya takut wanita itu menaruh sesuatu pada makanan itu.”

Mendengar perintah majikannya, dengan cepat Bi Emma melakukan apa yang diminta oleh Jane. Dia juga meminta pelayan lain untuk membawa makanan hasil masakan Lily kembali ke dapur.

***

“Maaf, Pah.”

Lily berlutut di depan ayahnya. Ia mendatangi kediaman ayahnya untuk meminta sedikit uang. Keuangan Lily sudah menipis karena habis membiayai pengobatan ibunya.

Bukannya mendapatkan uang, Lily mendapatkan amukan dari ayahnya. Bram marah karena dia tidak bisa lagi mendapatkan uang dari keluarga Tanujaya.

“Tidak perlu minta maaf! Kau tidak berguna sama sekali.” Geram Bram murka. “Pergi saja sana. Jangan pernah kembali lagi ke sini,” ujarnya sambil memandang dengan tatapan bengis ke arah Lily yang tengah berlutut di hadapannya.

Lily menggelengkan kepalanya, air matanya kembali menetes. “Pah, aku juga anakmu. Kenapa Papa tidak pernah memperlakukanku dengan baik? Selama ini aku tidak pernah menuntut apapun.”

“Aku hanya meminta sedikit saja Pah. Tidak banyak.” Lily menatap ayahnya dengan tatapan yang menyiratkan permohonan.

Satu tamparan keras mendarat di pipinya. Lily meringis kesakitan sambil memegang pipinya bekas tamparan tadi.

“Kau pikir kau itu siapa sampai harus menuntut padaku. Sudah syukur aku masih mau merawat mu. Jadi jangan menuntut banyak padaku.”

Beberapa lembar uang dilemparkan ke arah Lily dan berserakan di lantai.

“Ini, ambil. Setelah itu lekas pergi dari sini. Sejak kau menikah dengan pria itu kau bukan siapa-siapa lagi di keluarga ini.”

Bram pergi meninggalkan Lily di sana. Lily menatap punggung ayahnya dengan air mata yang kembali keluar.

Selama ini Lily tidak pernah menjadi siapa-siapa di keluarga ini, Pah. Batin Lily pilu.

Lily melirik uang yang berserakan tak jauh darinya, kemudian dia bergerak memunguti lembaran uang itu, lalu beranjak bangkit berdiri keluar dari rumah ini. Rumah yang meninggalkan banyak kenangan kelam di dalamnya.

1
Isma Nayla
semoga secepatnya lily pergi dari theo,dn tlong thor jng kembalikn lily pd theo bila suatu saat theo menyesal.gk rela aq thor 😤
dyah EkaPratiwi
selidiki shyla Theo blm kau menyesal
Makaristi
nanti tiba waktunya bakalan bucin sama lily kamu theo..
ditunggu yah author kebucinan theo 😂😃😍🫢🫢
dyah EkaPratiwi
jahat banget Theo,ayo kabur aja lyly
Dwi Defirza
bikin penasaran
Makaristi
theo klu tau lily di antar navvarro mulut nya bisa setajam silet dah 😃😁😁🤭🫢
CikCintania
pelik cinta mati sangatkh sampai sanggup d siksa..?
Gwatan
Penulisnya jenius! 🌟
Grindelwald1
Saya sangat terkesan dengan perkembangan karakter yang konsisten.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!