Semoga kisah nikah dadakan Atun Kumal dekil, dan Abdul kere menang judi 200 juta ini menghibur para readers sekalian...🥰🥰🥰
Happy reading....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Abdul keluar juga
"Maaf Tun." ucap Ammar semakin serba salah.
Atun menghembus nafas beratnya, ia sedikit menggerutu kepada kakak iparnya itu.
"Tun." panggil Ammar, ia turun dari motornya, lalu berdiri menatap Atun yang sibuk menenangkan diri sendiri.
"Opo Mas?" sahut Atun sedikit kesal.
"Sebenarnya, tadi itu aku melihat mobil suamimu."
"Hah! Mas Abdul?" tanya Atun melebarkan matanya. Pantas saja tadi Ammar tampak kaget dengan kehadiran Atun. Sikapnya juga aneh.
"Aku melihat mobil Abdul masuk ke rumah besar itu, aku menungguinya sudah satu jam tapi tak kunjung keluar juga." lanjut Ammar lagi, membuat atun semakin terkejut.
"Tapi, tadi itu aku tidak melihat mobil mas Abdul di sana." Atun mengingat-ingat.
"Aku tidak berbohong tun, mobil Abdul masuk ke dalam rumah itu, langsung ke garasi bukan di halaman." jelas Ammar lagi.
Sontak saja , ucapan Ammar membuatnya terperangah, sejenak ia berpikir, sesekali ia menggeleng tak percaya.
"Ayok Mas, kita putar balik!" ajak Atun, ia segera menaiki motor Ammar.
"Tapi Tun, ini sudah malam!" Ammar tampak berpikir melihat adik iparnya itu sudah duduk lebih dulu di atas motornya.
"Pokoknya aku harus tahu, itu mobilnya mas Abdul atau bukan."
Ammarpun kembali menaiki sepeda motornya, ia berbelok putar balik sesuai dengan permintaan Atun adik iparnya itu.
"Tapi nanti kamu harus tenang ya Tun. Ndak boleh terbakar emosi." ucap Ammar, motor mereka sudah memasukinya kompleks perumahan mewah tersebut.
Atun hanya mengangguk saja, yang terpenting baginya sudah menemukan titik terang atas keberadaan suaminya itu. Setelah sempat melihat mobilnya beberapa waktu lalu, kini Atun harus melihat dan membuktikannya sendiri, suaminya itu sedang apa di rumah orang.
"Kamu tunggu di sini, aku mau memasukkan motor ku dulu." ucap Ammar, ia meminta Atun menunggu di luar pagar rumah Rara.
"Cepat Mas!" ucap Atun, ia sudah tak sabar ingin mengintai rumah besar yang pernah ia datangi untuk mencari kerja.
Ammarpun keluar, mereka berjalan kaki menuju rumah mewah di ujung gang.
"Apakah Mas Abdul masih ada di dalam Mas?" tanya Atun, ia khawatir Abdul sudah pulang.
"Kamu telepon saja dia." saran Ammar kepada adik iparnya yang kucel itu.
Atun pun menurut, ia segera mengeluarkan ponsel di saku celananya dan segera menghubungi Abdul.
"Tidak diangkat Mas." ucapnya setelah beberapa kali.
"Tidak apa-apa, yang penting kami sudah menghubunginya, menunjukan dan mengingatkan Abdul bahwa masih ada istri yang menunggunya. Dan aku yakin sekali jika dia masih di dalam." ucap Ammar .
"Kok aku jadi takut ya Mas." ucap Atun tiba-tiba, ia menautkan tangannya, sambil menatap rumah yang tertutup rapat itu.
"Apakah Abdul jarang pulang akhir-akhir ini Tun?" tanya Ammar, ia duduk dibelakang pagar itu tak jauh dari Atun. Tanpa canggung ia meminta adik iparnya juga ikut duduk.
"Iya Mas." jawab Atun pelan, tak bisa menutupi kesedihan atas dugaan dan kecurigaannya kepada sang suami.
"Apakah kamu sering bertengkar?" tanya Ammar lagi.
Atun mengangguk, dalam remang cahaya lampu jalanan itu Ammar dapat melihat Atun mengusap matanya. "Akhir-akhir ini saja Mas." jawabnya.
Ammar terdiam, ia menduga jika Abdul sudah curang kepada Atun, pasalnya dia tahu pemilik rumah besar itu adalah seorang janda. Perempuan itu pula atasan Abdul ketika bekerja di pabrik.
"Kamu tahu tidak, kalau pemilik rumah ini adalah bosnya Abdul?"
Atun menoleh kakak ipar sekaligus teman masa kecilnya itu. Dia menelan ludahnya dengan paksa, mendadak ada yang menghantam ulu hati, menyesakkan dadanya. Dia ingat jika perempuan itulah yang sering menjadi alasan Abdul lembur karena mengantarkannya kemana-mana.
"Apakah Mas Abdul selingkuh Mas?" tanya Atun pelan.
"Aku tidak tahu Tun." jawab Ammar juga sangat pelan.
Atun menangis terisak, dan Ammar membiarkannya. Dia tidak tahu sekarang harus bagaimana. Pria itu menoleh ke dalam pagar rumah itu, bahkan satpam yang selalu berjaga tidak nampak di sana.
"Tun, sebaiknya kamu pulang ke rumah mbak Rara dan beristirahat, biar aku yang menunggu Abdul keluar." ucapnya.
"Tidak Mas, aku harus tahu dan melihatnya sendiri." kekeh Atun, ia beranjak dan mengintip ke dalam pagar rumah besar itu.
"Kamu telepon lagi Tun." perintah Ammar. Pria itu yakin sekali jika Abdul akan keluar jika Atun terus-terusan menghubunginya.
"Halo!"
Atun dan Ammar saling berpandangan, ternyata benar Abdul menyahut juga.
"Mas, aku ada di luar! Aku tahu kamu sedang berada di rumah mewah ini!" ucap Atun tidak berbasa-basi.
"Apa maksudmu?" tanya Abdul.
"Keluar Mas, atau aku akan berteriak-teriak seperti orang gila di depan rumah bosmu ini." ancam Atun.
Tut.
Telepon terputus.
Tak lama kemudian, terdengar suara deru mobil dari rumah itu. Dan benar saja, mobil hitam yang sangat di kenali oleh Atun meluncur di halaman rumah mewah itu, diikuti seorang wanita paruh baya yang membukakan pintu untuk Abdul, sepertinya dia pembantu di rumah itu.
"Mas!" ucap Atun kepada Ammar.
"Iya Tun. Kamu harus sabar Yo, jangan mengamuk dulu sebelum jelas semuanya." nasehat Ammar padanya.
Atun mendengarkan, namun tanpa menjawab ia malah berlari menghadang mobil Abdul yang baru saja keluar dari gerbang.
"Stop Mas!" teriak Atun, membentangkan kedua tangannya dengan menatap tajam, tak peduli matanya silau terkena cahaya lampu mobil yang menyorot tajam.
Dari luar, Ammar melihat orang di dalam sana diam, lalu mengusap wajahnya.
"Keluar Mas, kita perlu bicara." ucap Atun lagi.
Benar saja, Abdul mematikan mobilnya, lalu perlahan membuka pintu, jelas sekali ia ragu untuk keluar tapi terpaksa, terlebih lagi ada Ammar yang juga berdiri tak jauh dari Atun.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Abdul kepada Atun, ia terlihat tak suka dengan keberadaan istrinya di sana.
"Ehm, Dul. Sebaiknya kita bicara di rumah Rara saja." sela Ammar, ia mencoba menengahi kedua suami istri itu, pastilah akan bertengkar hebat.
Abdul diam saja, walaupun rasanya ingin berlari menghindari istrinya, tapi tidak mungkin juga karena ada Ammar, tentulah laki-laki itu akan mengejarnya bersama Atun.
"Tidak perlu, sebaiknya aku dan atun pulang saja." ucap Abdul.
"Kalau begitu tunggu sebentar, aku akan mengambil sepeda motor ku dulu, barang Atun ada di sana." ucap Ammar, segera menuju rumah Rara.
"Ngapain kamu bersama Ammar malam-malam begini?" tanya Abdul menatap istrinya dengan menyelidik.
"Harusnya, aku yang bertanya sama kamu. Ngapain kamu di dalam sana Mas?" tanya Atun dengan suara keras, menujuk rumah besar itu,
Mendadak Abdul gelisah, sesekali ia melihat rumah besar yang baru saja ia tinggalkan, ia jadi tak nyaman berbicara dengan Atun di depan rumah itu.
"Mas!" panggil Atun masih dengan sedikit berteriak.
Abdul menarik tangan Atun agar masuk ke mobilnya, tapi Atun menolak.
"Jelaskan dulu Mas, kamu ngapain di sana? Dia atasan mu kan? Dia seorang janda? Kenapa kamu sampai berbohong kepada ku? Apakah kamu sedang bermain gila sama dia?" cecar Atun, ia menatap Abdul dengan marah dan kecewa.
kasian tp mo ketawa, ketawa aja ahh
emak..emak cepet sembuh yah supaya bisa marah2 lg ..
dan kau Atun jgn plin plan gitu lah sama si Abdul..marah boleh tp logika jln terus../Shy//Shy/
seumur hidup itu terlalu lama untuk mendampingi org yg kecanduan judi ..sudah dihancurkan kenyataan jgn lah meninggikan harapan mu Tun 😌😌
Dibalik lelaki yg sukses ,ada wanita yg terkedjoet dibelakang nya..sukses dah si Abdul bikin kejutan buat emak nya sama kamu Tun..dan tunggu aja akan ada kejutan lain nya /Pooh-pooh//Pooh-pooh/
judul nya ganti Istri Ayahku ternyata Ibuku,dan Ayahku ternyata Laki Laki 🙀😿
orang kaya emang suka begitu, lagunya tengil..kek duit nya halal aja ( kasino warkop )