"Pergi kamu! Jangan pernah datang ke sini lagi! Bapak dan ibuku bukanlah bapak dan ibu kamu!" usir kakak sulungku yang ucapannya bagaikan belati menusuk hati, tapi tidak berdarah.
Kakak kandungku mengusir aku yang datang menemui bapak dan ibu kandungku, tapi bapak dan ibuku hanya diam tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Inilah kisahku. Kisah seorang gadis yang terjebak dalam konflik keluarga. Memaksa diriku yang masih kecil berpikir dewasa sebelum waktunya.
Aku berusaha menjalani hidup sebaik yang aku bisa dan melakukan apapun semampuku. Selalu berusaha berpikir positif dalam setiap masalah yang menderaku. Berjuang keras menahan semua penderitaan dalam hidupku. Berusaha tetap tegar meskipun semua yang aku hadapi tidak lah mudah.
Bagaimana caraku, menghadapi kemelut dalam keluargaku yang berpengaruh besar dalam hidupku?
Yuk, ikuti ceritaku!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Percaya Mitos
Aku tiba di rumah dan memarkir sepedaku di teras. Bajuku sudah setengah kering karena sepuluh menit perjalanan sampai di rumah cuacanya panas.
"Kenapa sepatu kamu basah, In?" tanya Kak Seruni yang keluar dari rumah.
"Di jalanan ditengah sawah sana hujan deras, Kak. Tapi di sini malah panas, nggak hujan sama sekali. Aku diketawain dan di ledek orang dibilangin kecebur sungai. Semua orang yang lihat aku pada memandang aku aneh. Mana di tengah jalan di persawahan sana hampir di patuk ular lagi," sahutku dengan wajah kesal.
"Hah? Kok, bisa?" tanya Kak Seruni nampak terkejut.
"Nggak tahu juga, Kak. Lagi apes kali. Itu ular tiba-tiba nyeberang jalan dan masuk ke jari-jari sepeda ku. Huff..aku hampir mati jantungan sebelum mati di gigit ular," sahutku dengan wajah kusut ku.
"Hus! Jangan bicara sembarangan. Kata-kata itu adalah doa," ujar Kak Seruni memperingati.
"Habisnya aku sial banget hari ini. Sudah hampir di gigit ular, lalu kehujanan dan di ledekin kecebur sungai. Kualat kali karena menertawakan Pak Taslim yang kalah berdebat dengan temen aku tadi," cerocos ku membuang napas kasar.
"Ada-ada saja kamu ini. Ya, udah, mandi sekalian sana, gih, biar nggak sakit kepala," ujar Kak Seruni.
"Iya," sahutku lalu beranjak masuk ke dalam rumah.
Usai mandi dan makan aku duduk di teras rumah dimana ada Kak Seruni dan Kak Fauzan duduk di sana.
"In, kamu sekolah pakai sepeda Kakak saja," ujar Kak Fauzan membuatku terkejut dan langsung menatapnya.
"Terus kakak pakai apa kalau mau pergi kerja nanti?" tanyaku.
"Ya, kakak pakai sepeda kamu, lah. Kita tukaran sepeda," ujar Kak Fauzan tersenyum tipis.
"Tapi..sepeda aku jelek, Kak. Kakak bakal malu kalau pakai sepeda aku," ucap ku yang sebenarnya senang kalau bertukar sepeda dengan Kak Fauzan yang terlihat masih baru. Tapi aku merasa tak enak hati kalau Kak Fauzan memakai sepeda butut ku.
"Nggak apa-apa. Kakak, 'kan, cuma kerja di bangunan. Pakai aja sepeda kakak," ujar Kak Fauzan masih tersenyum tipis padaku.
"Pakai aja. Kakak kamu ikhlas, kok," imbuh Kak Seruni.
"Makasih, kak," ucapku tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.
Kak Seruni dan Kak Fauzan telah membelikan aku baju, sering memberi aku uang saku, dan sekarang malah mau bertukar sepedanya yang bagus dengan sepeda ku yang butut.
Sungguh aku terharu dan merasa sangat berterima kasih pada Kak Seruni dan Kak Fauzan dengan kebaikan hati mereka. Mereka pasti tahu kalau aku malu memakai sepeda butut ku ke sekolah.
Bagi aku yang merasa kurang perhatian dan kasih sayang ini, diperhatikan seperti ini saja sudah membuat aku merasa sangat bahagia.
*
Jam sekolah telah usai. Aku dan juga teman-teman membereskan semua peralatan sekolah kami.
"Semuanya! Gimana kalau kita pergi ke kolam renang? Mumpung besok hari libur," ajak Roro antusias.
"Aku mau,"
"Aku juga mau,"
"Aku ikut"
"Boleh, tuh. Mau ke kolam renang mana?"
"Yang deket sama sekolah kita aja. Di sana kolam renangnya bagus dan bersih,"
"Iya, bener, tuh,"
Teman-temanku nampak sangat antusias menanggapi ajakan Roro. Sedangkan aku hanya tersenyum masam. Tidak mungkin aku ikut mereka. Uang jajan aja nggak ada. Kalau dikasih orang juga harus disimpan dan dikumpulkan untuk membeli peralatan tulis.
Bagaimana aku bisa bayar tiket masuk ke kolam renang? Belum lagi kalau mereka pada jajan, nggak mungkin aku nggak ikut jajan. Kalau aku nggak ikut jajan, ujung-ujungnya pasti dikasih sama mereka. Malu aku dikasih terus, tapi nggak pernah ngasih.
"Ikut semua, 'kan?" tanya Roro menatap semua teman-teman kami termasuk aku.
"Ikut.." sahut mereka semua seraya mengangkat tangan mereka. Hanya aku seorang yang tidak mengangkat tangan.
"In, ikut nggak?" tanya Roro padaku.
"Maaf, aku nggak bisa. Aku harus membantu bibiku memanen cabai di sawah," sahutku tersenyum canggung tak enak hati.
"Sayang sekali, In," sahut Roro sedikit kecewa.
"Gimana, aku udah terlanjur janji sama bibi. Aku pasti ditunggui bibiku. Bibiku nggak bakal kelar memanen cabai kalau nggak aku bantuin. Selamat bersenang-senang, ya!" ucapku tersenyum menyembunyikan perasaanku.
Selain karena aku nggak punya uang, hari ini aku memang harus membantu bibiku memanen cabai. Tahu sendiri kalau nggak dibantuin, Bibi bakal ngoceh nggak berhenti lagi dan bikin orang di rumah telinganya sakit dan kepalanya pusing.
"Ya udah, nggak apa-apa," sahut Ani.
Aku keluar dari kelas dan saat menuju parkiran mendengar suara siswa yang sedang latihan band. Aku berbelok melewati jalan lain ke parkiran, tepatnya melewati ruang band.
Diam-diam aku mengintip para siswa yang sedang latihan band. Aku menatap Denny sang vokalis band yang sedang melantunkan lagu seraya memainkan gitar.
Namun beberapa menit kemudian, aku bergegas meninggalkan tempat itu saat aku mendengar ada langkah kaki dan suara beberapa orang yang mendekati.
*
Pulang sekolah aku ikut bibi ke sawah untuk memanen cabai seperti yang aku katakan pada teman-temanku. Buah cabainya lebat, jadi untuk memanen satu batang cabai saja perlu waktu lama.
Hari hampir magrib saat kami pulang dari sawah dan ini sudah biasa bagiku. Aku tidak melihat nenek atau Kak Seruni dan Kak Fauzan di rumah. Rumah pun tidak di kunci. Ini aneh sekal. Meskipun merasa aneh, aku langsung mandi dan menunaikan sholat magrib.
"Kamu sudah makan?" tanya nenek saat aku keluar dari kamarku.
"Belum, Nek," sahutku menelisik ekspresi wajah nenek yang terlihat sedih dan lesu.
"Kak Seruni kamu melahirkan pre..pre..apa sih namanya kata dokter tadi? Ah, pokoknya lahir sebelum waktunya," ujar nenek.
"Prematur?" sahutku.
"Ah iya, itu," sahut nenek.
"Lalu bagaimana keadaan anak Kak Seruni, Nek?" tanyaku khawatir.
"Anak kakak kamu meninggal dan sekarang masih di rawat di klinik," ujar nenek membuat aku terkejut.
"Innalilahi wa inna ilaihi raji'un. Pantas saja tadi pas pulang sepi banget," ucapku turut berduka atas apa yang menimpa Kak Seruni dan Kak Fauzan.
"Itu gara-gara, Kak Seruni kamu dan Kak Fauzan kamu magrib-magrib masih di jalan, mana lewat kuburan lagi. Habis itu, jadi keguguran, 'kan? Sudah di bilang nenek, wanita hamil itu pantang keluar dari Maghrib dan malam hari. Dari Maghrib sampai malam hari itu banyak gangguan makhluk gaib dan makhluk gaib itu bisa mengambil janin yang ada di dalam kandungan. Malah nggak dengerin apa kata nenek. Ya, begini ini jadinya," cerocos nenek nampak kesal
Aku hanya bisa menghela napas panjang mendengar ocehan nenek. Orang seperti nenek memang masih percaya pada hal-hal yang berbau mitos.
Terlepas dari mitos, sebenarnya keluar di malam hari saat hamil memang tidak baik, karena dapat menyebabkan ibu hamil terkena infeksi. Salah satu infeksi yang dapat mengintai ibu hamil adalah gigitan serangga atau nyamuk di malam hari.
Tak hanya menyebabkan kulit gatal, gigitan nyamuk juga dapat memicu penyakit seperti malaria atau demam berdarah jika digigit nyamuk Aedes aegypti.
Udara malam yang cenderung dingin juga dapat membuat perut ibu hamil kembung. Terlebih bila bumil memiliki riwayat penyakit maag, ia akan mudah mengalami kembung dan gangguan pencernaan lainnya.
Paparan udara malam yang cenderung dingin juga bisa berdampak tidak baik untuk pernapasan ibu hamil. Karena di malam hari, kadar karbon dioksida lebih tinggi dibandingkan oksigen. Akibatnya, ibu hamil bisa mudah terkena gangguan pernapasan, terlebih jika memiliki riwayat asma atau alergi.
"Lalu, kapan janinnya akan dimakamkan, Nek?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Besok pagi," sahut nenek, "oh, iya, ayo, bantuin nenek menyiapkan semuanya.. Sebentar lagi janinnya akan dibawa pulang," ujar nenek bergegas beranjak dari duduknya.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
trus kabarbindah yg dijodohkan dan udah nikah bagaimana ??
apa akan di lanjutkan di cerita indah yg sudah dewasa nanti ??
terimakasih author.ditunggu karya berikutnya