Seorang laki-laki diminta menikahi puteri pengusaha kaya mantan majikan ibunya. Padahal baru saja ia juga melamar seorang wanita. Bimbang antara membalas budi atau mewujudkan pernikahan impian, membuatnya mengalami dilema besar. Simak kisah cintanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 18
"Pukul berapa pesawat kalian berangkat", tanya Pak Abdi di sela-sela makan pagi bersama.
"Insya Allah pukul 20.45 Pak", jawab Ardha sambil menatap ke arah Pak Abdi.
Pak Abdi kemudian balik menatap ke arahnya.
"Panggil Papa, Ardha... Bukan Pak..", sela Bu Indah.
"Maaf. I.. iya Pa. Pukul 20.45 Insya Allah dari Jakarta", ralat Ardha canggung.
Bu Indah dan Nyonya Sofia tersenyum sedangkan Mawar hanya melirik Ardha sekilas.
Pak Abdi kemudian menyudahi makannya dengan menyilangkan sendok dan garpunya di atas piring yang sudah kosong.
"Ardha, Papa titip Mawar. Tolong jaga baik-baik puteri Papa. Dan kamu Mawar, jadilah isteri yang baik untuk Ardha. Masalah kuliahmu, nanti kita bicarakan lagi", pesan Pak Abdi.
"Baik Pa", jawab keduanya hampir bersamaan.
Beberapa saat kemudian Ardha dan Mawar kini tengah berada dalam mobil menuju ke rumah Andini. Bu Indah meminta mereka mengunjungi keluarga Ardha dulu sebelum berangkat ke Sidney.
Senyap, tak ada pembicaraan antara mereka. Masing-masing tengah sibuk dengan pikiran sendiri.
Tiba-tiba Mawar memberi kode dengan tangan kanannya meminta Ardha menghentikan mobil sementara tangan kirinya menutupi mulutnya. Ardha yang paham maksud Mawar segera menepikan mobil. Sejurus kemudian Mawar sudah berada di luar mobil, memuntahkan seluruh sarapannya.
Ardha yang juga turun dari mobil, bingung harus berbuat apa. Sekedar menepuk-nepuk punggung Mawar atau merapikan rambutnya agar tak terkena muntahan pun ia merasa segan.
"Minum", ucap Mawar tertahan.
"Hah? Apa?", sahut Ardha yang kurang jelas mendengar perkataan Mawar.
"Mi..num..", ulang Mawar dengan sedikit kesal.
"Oh, iya iya. Sebentar", Ardha buru-buru mengambil air mineral dari dalam mobil dan menyerahkan kepada Mawar yang langsung meminumnya.
Setelah itu Mawar mulai merasa lebih baik.
"Ayo berangkat", ucap Mawar menuju mobil kemudian masuk ke dalamnya.
Ardha hanya diam mengikuti Mawar masuk ke mobil. Perjalanan selanjutnya membuat Ardha lebih sering melihat ke arah Mawar, khawatir kalau-kalau Mawar mau muntah lagi.
Ternyata yang ia takutkan tidak terjadi. Bahkan sampai di tempat Andini, Mawar terlihat baik-baik saja. Andini yang sudah mengetahui dan menanti kedatangan mereka, kini sudah membukakan pintu dan langsung menuju ke arah putera dan menantunya.
"Alhamdulillah.. kalian sudah datang", sambut Andini dengan senyum hangat.
"Assalamualaikum Bu", ucap Ardha seraya mencium tangan ibunya.
"Wa'alaikumussalam..", sahut Andini lalu memeluk anak semata wayangnya.
Setelah menyaksikan interaksi antara Ardha dan Andini, Mawar kemudian mengambil tangan Andini kemudian menciumnya. Andini yang kaget, spontan terkekeh canggung karena merasa tak nyaman dengan perlakuan Mawar.
"Assalamualaikum Bu", ucap Mawar sambil tersenyum.
"Eh, iya.. Wa'alaikumussalam Neng Mawar", sahut Andini masih dengan perasaan canggung karena kini anak mantan majikannya mencium tangannya.
"Mawar saja Bu..", protes Mawar halus, tak nyaman kalau Andini yang kini adalah ibu mertuanya masih menyematkan panggilan "Neng" pada namanya.
"Iya, Mawar..", ulang Andini kaku.
Kemudian Andini mengajak mereka masuk dan mengobrol sebentar di sofa dekat ruang makan. Hendra dan keluarganya sedang tidak ada di rumah. Mereka pagi-pagi sekali sudah berangkat ke Lampung untuk menghadiri pesta pernikahan adik bungsu Retno dan dua hari lagi baru kembali.
Mawar terlihat sedikit gelisah dan sekenanya saja mengikuti obrolan tersebut. Ardha yang menyadari hal itu sontak bertanya.
"Kamu kenapa? Mau muntah lagi?", tanyanya khawatir.
"Ah, gak, gak kok", jawab Mawar cepat.
Ardha kemudian menyadari pandangan Mawar yang sering tertuju ke atas meja makan. Pahamlah dia sekarang apa yang sedari tadi membuat Mawar gelisah. Gurame asam manis, masakan favorit Mawar yang sudah tersaji, pasti terlihat seperti sedang tersenyum dan memanggil-manggilnya untuk segera dimakan.
Ardha yang tak sampai hati melihat betapa tergiurnya Mawar dengan masakan itu, kemudian berkata kepada ibunya.
"Oh iya Bu, tadi Mawar muntah di perjalanan. Seluruh makanannya habis dia muntahkan", Ardha sengaja memancing reaksi ibunya.
"Benarkah? Ah, kalau begitu ayo kita makan sekarang saja, tidak perlu nunggu jam makan siang. Kamu tidak boleh sampai kurang makan. Ayo, ayo", ajak Andini bersemangat karena ada perut kosong yang sekarang sedang memerlukan pertolongan masakannya.
Mawar yang malu-malu tapi mau pun mengikuti Andini ke meja makan dan duduk di kursi yang ditarik Ardha.
Sesaat kemudian Mawar dengan lahap memakan gurame asam manis dengan nasi putih hangat dan tumis kangkung. Rasa masakan Andini yang dirindukannya selama bertahun-tahun akhirnya bisa dinikmatinya lagi. Bahkan kini terasa jauh lebih nikmat, mungkin karena pengaruh kehamilannya.
Ardha yang melihat betapa lahapnya Mawar makan hanya tertegun tanpa suara. Sedangkan Andini tampak sangat senang melihat Mawar begitu menikmati masakannya.
Sedih & lucu...
Masih ada beberapa kesalahan nama...