"Jordan, sebaiknya kita bercerai saja. Aku bukan wanita yang sempurna untukmu, aku mandul dan tidak bisa memberimu keturunan. Mama, telah mencarikan jodoh yang terbaik untukmu, yang bisa memberimu keturunan, bukan wanita sepertiku yang tidak sempurna." (Celine)
"Bodoh!! Aku tidak peduli dengan opini orang lain tentang dirimu. Memiliki anak dalam rumah tangga memang penting, tapi bagiku tidak ada yang lebih penting daripada dirimu. Jangan menilai sendiri dirimu dengan kalimat-kalimat bodoh seperti itu, kau tidak mandul, hanya saja Tuhan belum mempercayai kita untuk menjaga titipannya. Celine, dengarkan aku, sampai kapanpun aku tidak akan pernah meninggalkanmu!!" (Jordan)
Celine merasakan dunianya runtuh ketika dokter mendiagnosa jika dirinya tidak akan pernah bisa hamil dan melahirkan. Hati wanita mana yang tidak hancur mendengar kabar tersebut. Dengan air mata yang bercucuran, dia meminta Jordan untuk menikah lagi, namun dengan tegas Jordan menolaknya karena dia sangat mencintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Senja
Senja di salah satu pantai di Guangzhou benar-benar memukau. Langit berwarna oranye keemasan, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Burung-burung camar terbang rendah, sesekali menukik ke air, menambah harmoni pada sore itu.
Pasir putih terbentang luas, lembut di bawah kaki, sementara deburan ombak yang terus-menerus menghantam karang menciptakan simfoni alami. Udara laut yang segar dan suara ombak memberikan rasa damai yang sulit dijelaskan. Suasana magis ini menjadi latar sempurna untuk menutup hari, memberikan momen-momen refleksi dan kebahagiaan yang sederhana.
Celine keluar dari mobil Jordan dengan tidak sabaran. Dia meninggalkan suaminya dan berlari ke tepi pantai untuk bermain dengan air. Ombak kecil menyambut kakinya yang telanjang, membuatnya tertawa riang. Jordan mengikuti dengan senyum di wajahnya, menikmati pemandangan istrinya yang begitu ceria.
Celine menoleh ke arahnya, melambai dengan semangat, "Ayo, Ge! Cepat ke sini!" Namun, Jordan menolak ajakan Celine dan memilih duduk di tepi pantai. "Ge, kenapa kau duduk saja? Ayo main air!" seru Celine sambil melambai.
Jordan tersenyum dan menggeleng. "Aku lebih suka melihatmu bersenang-senang, Sayang. Kau terlihat sangat bahagia."
Celine mendekat, masih dengan kakinya terendam air. "Tapi aku ingin kita bersenang-senang bersama."
Jordan mengulurkan tangan dan menarik Celine untuk duduk di sampingnya. "Kita nikmati senja ini bersama. Lihat, langitnya begitu indah." Celine akhirnya duduk di samping Jordan, menyandarkan kepalanya di bahunya, menikmati momen damai itu bersama-sama.
Celine merasakan angin laut yang sejuk menerpa wajahnya, sementara Jordan merangkulnya dengan erat. "Ge, ini benar-benar indah. Aku merasa sangat tenang," ucap Celine sambil menatap langit senja yang memancarkan warna oranye keemasan.
Jordan mengecup keningnya. "Aku juga, Sayang. Kadang, kita hanya perlu berhenti sejenak dan menikmati momen seperti ini."
Burung camar terbang melintasi langit, menciptakan bayangan indah di atas pasir putih. Deburan ombak yang lembut terdengar menenangkan, seolah-olah mengiringi detak jantung mereka yang berdetak serentak. Celine tersenyum dan menghela napas panjang, merasakan kedamaian yang sudah lama tidak dirasakannya.
"Terima kasih, Ge, untuk hari yang luar biasa ini," bisik Celine.
Jordan mengangguk, menatap cakrawala. "Apapun demi melihatmu bahagia, Celine. Selalu." Mereka berdua duduk di sana, menikmati keindahan alam dan momen kebersamaan yang begitu berharga.
Celine bangkit dari duduknya lalu berlari ke tepi pantai. Dia ingin bermain air. "Ge, kemarilah," pinta Celine sambil melambaikan tangannya.
Jordan berjalan santai menuju tepi pantai, menatap Celine dengan penuh kasih. Senja yang indah di pantai Guangzhou ini menjadi latar sempurna untuk kebahagiaan mereka, melengkapi momen romantis yang tak terlupakan. Celine tertawa riang saat air menyentuh kakinya, menciptakan cipratan kecil yang berkilauan di bawah sinar matahari senja.
Jordan berhenti sejenak, menikmati pemandangan istrinya yang bahagia. "Celine, hati-hati ya. Airnya mungkin agak dingin," katanya dengan lembut.
Celine menoleh dan tersenyum lebar. "Tidak masalah, Ge. Rasanya justru menyegarkan!"
Jordan akhirnya mendekat, bergabung dengan Celine di tepi air. Mereka saling berpegangan tangan, menikmati momen tenang dan indah tersebut. Ombak yang berkejaran ke pantai dan langit yang berwarna jingga kemerahan membuat segalanya terasa sempurna.
"Terima kasih sudah membawaku ke sini," ucap Celine, memandang Jordan dengan penuh cinta.
Jordan tersenyum, memeluk Celine erat. "Tidak masalah. Aku hanya ingin melihatmu bahagia, Sayang. Apa pun yang terjadi." Bisiknya
Celine dan Jordan berdiri di tepi pantai, berpayungkan senja yang indah. Mereka saling mendekat, bibir mereka bertemu dalam ciuman lembut di bawah langit senja. Di latar belakang, deburan ombak yang bertabrakan dengan karang menambah romantisnya momen mereka.
🌺🌺🌺
Jennie merasa lapar dan putus asa. Tanpa uang, dia tidak bisa membeli makanan. Ketika dia meminta bantuan pada suami dan keluarganya, mereka tidak hanya mengusirnya, tetapi juga mengambil semua uang dan perhiasannya. Jennie menangis kelaparan, terdampar di jalanan tanpa harapan.
Jennie berjalan ke depan sebuah restoran, perutnya yang kosong menuntut perhatian. Dengan rasa malu, dia memohon pada pemilik restoran, "Maaf, Paman. Bisakah saya mendapatkan sedikit makanan? Saya sangat lapar."
Pemilik restoran mendelik, "Disini tidak memberi makan gratis kepada pengemis. Pergi dari sini sekarang!"
Jennie merasa putus asa, "Tolong, Paman. Saya benar-benar lapar. Saya tidak punya uang untuk membeli makanan."
Pemilik restoran menggeleng kesal, "Aku tidak peduli. Kau sangat-sangat mengganggu pelanggan kami. Pergi sekarang sebelum aku panggil polisi!"
Dengan hati yang hancur, Jennie tersadar bahwa tidak ada belas kasihan baginya di sini. Dengan perasaan tertekan, dia meninggalkan restoran tersebut tanpa mendapatkan apa pun.
Jennie, yang sebelumnya angkuh dan sombong, kini hancur dan tak berdaya seperti seekor anak kucing yang tersesat. Dia sadar hidupnya telah berubah drastis. Dulu dihormati, kini diabaikan dan diusir. Rasa malunya memuncak saat dia berlutut memohon ampun pada setiap pintu yang ditutup untuknya.
🌺🌺🌺
Tamara mendatangi kediaman Donni dengan langkah cepat dan penuh amarah, mencari putrinya, Jennie. Beberapa hari tanpa kabar membuatnya cemas setengah mati. Saat dia mengetuk pintu, Donni muncul dengan ekspresi tak senang.
"Mama, sedang apa kau di sini?" tanya Donni tanpa basa-basi.
"Di mana Jennie? Aku ingin bertemu dengannya," ucap Tamara tegas.
"Dia sudah tidak tinggal di sini, aku sudah mengusirnya!" sahut Nyonya Margaretha dari arah belakang, suaranya penuh kebencian.
Tamara membulatkan matanya, marah luar biasa. "Apa kau bilang? Kau mengusirnya? Kurang ajar! Berani-beraninya kau melakukan itu pada Jennie! Dia adalah berlian di keluarga kami, dan kau malah memperlakukannya seperti barang tidak berguna?" Amarah Tamara meluap, suaranya menggema di ruangan.
Nyonya Margaretha tersenyum sinis. "Berlian kau bilang, dia bukan berlian, tapi sampah! Seorang menantu yang tidak bisa memberikan cucu pada mertuanya adalah sampah," ujarnya tanpa rasa malu.
Tamara mengepalkan tangan, menahan diri agar tidak kehilangan kendali. "Kau bicara tentang anakku, darah dagingku, seolah dia tidak berharga. Kau akan menyesal memperlakukan Jennie seperti ini," katanya dengan suara bergetar penuh emosi.
Donni menunduk, merasa terjebak di antara dua wanita yang sama-sama keras kepala. "Mama, sudah cukup. Tidak ada gunanya berdebat di sini. Jennie memang sudah tidak tinggal di sini, itu keputusan kami," ujarnya, mencoba meredakan ketegangan.
Tamara mendekat ke arah Donni, menatapnya tajam. "Kau akan membayar mahal untuk ini, Donni. Aku tidak akan diam melihat putriku diperlakukan seperti ini," ancamnya bersungguh-sungguh.
Namun, mereka tidak gentar mendengar ancaman tersebut. Dengan tangan terkepal kuat, Margaretha bergumam, "Itu adalah imbalan yang setimpal atas apa yang telah kau lakukan pada putri kakakku!"
Tamara terkejut mendengar itu, mencoba mencerna kata-kata Margaretha. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan nada tajam, tapi Nyonya Margaretha hanya tersenyum sinis.
"Kau akan tahu, Tamara," balas Margaretha sebelum berbalik dan melenggang masuk ke dalam rumah, meninggalkan Tamara yang masih berdiri dengan amarah dan kebingungan. Tamara mengepalkan tangannya lebih kuat, dia pasti akan mencari tahu kebenaran di balik ucapan Nyonya Margaretha.
🌺🌺🌺
Bersambung
JANGAN LUPA TINGGALKAN LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. SATU LIKE DAN KOMEN KALIAN ADALAH SEMANGAT AUTHOR UNTUK MELANJUTKAN CERITANYA 🙏🙏🙏
...biar otak'y gk macet,sgl berbuatsn ads konsekuennya
kurang ajar rossa, juga ibunya kakaknya, biar dirasakan pembalasan dr celine 😡😡